Duta Besar Somalia, Muhamod Olow Barow dalam jumpa pers di Kedutaan Somalia |
JAKARTA, KOMPAS.com - Duta Besar Somalia Muhamod Alow Barow mengungkapkan, aksi bajak laut Somalia bukanlah tindak kriminal biasa. Ulah para perompak yang biasa menyandera kapal yang melintas di wilayah mereka dan meminta uang tebusan itu telah ditetapkan sebagai tindakan kriminal internasional. Bahkan, Barow menyebutnya sebagai "bisnis internasional".
"Ada kelompok internasional yang membiayai mereka agar mereka bisa menangkap kapal-kapal itu. Itulah yang terjadi di Somalia," katanya dalam jumpa pers di Kedutaan Besar Somalia, Jakarta, Rabu (13/4/2011).
Menurut Barow, hasil rampasan atau uang tebusan atas sandera yang diberikan kepada para perompak tidak sepenuhnya dinikmati perompak asal Somalia. Sebagian ada yang diberikan kepada kelompok pendana di negara-negara lain.
"Uangnya bisa dikirim ke Hongkong atau negara lain," kata Barow yang fasih berbahasa Indonesia itu.
Semula, kawanan perompak yang menguasai Wilayah Puntland dan Bandarbeyla Somalia itu, jelas Barow, adalah kawanan pemuda preman. Mereka berasal dari kalangan masyarakat yang marah terhadap kapal-kapal besar yang kerap mencuri ikan dan membuang limbah di perairan Somalia. Sejak tahun 1993, kawasan laut Somalia didatangi banyak pencuri ikan.
"Lebih dari 4000 kapal illegal fishing di laut Somalia, ada kelompok yang juga buang sampah ke laut Somalia. Itulah yang menyebabkan kemarahan masyarakat, anak-anak muda menangkap kapal, mereka rusakin, mereka minta ganti rugi, dikasih dollar, ketika pulang ke kota, lihat duit, mereka ambil (duitnya). Preman itu yang jadi kriminal," tutur Barow.
Barow melanjutkan, kini para perompak yang semula menggunakan kapal-kapal kecil mulai menjadi profesional. Mereka menggunakan kapal-kapal besar sekelas kapal kargo.
"Mereka menyamar dengan kapal besar," tambah Barow.
Pihak angkatan laut Somalia, lanjutnya, tidak mampu menandingi para bajak laut tersebut. Sebab, sejak perang saudara yang berlangsung di Somalia pada tahun 1991, kekuatan militer angkatan laut Somalia melemah.
"Semua fungsi militer, marinir, rusak," katanya.
Apalagi, wilayah pantai Somalia merupakan pantai terpanjang di Benua Afrika sehingga sulit jika harus sepenuhnya dijaga militer angkatan laut Somalia. Oleh karena itu, untuk melumpuhkan aksi bajak laut, pemerintah Somalia meminta bantuan internasional. Pada tahun 2008, Presiden Somalia meminta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengeluarkan izin yang memperbolehkan negara manapun menumpas aksi bajak laut Somalia. Permintaan tersebut dikabulkan PBB dengan mengeluarkan resolusi Dewan Keamanan PBB.
"Jadi tidak perlu izin lagi. Somalia kasih izin siapapun yang ingin lawan. Kita bisa kasih konsultasi, informasi intelijen, kasih masukan, bantuan, kita siap," ujar Barow.
Bahkan, menurut Barow, jika suatu negara berhasil menangkap bajak laut Somalia, maka pemerintah Somalia memperbolehkan negara tersebut mengadili para bajak laut itu sesuai hukum di negara yang bersangkutan.
"Karena ini sudah kejahatan internasional, kita tidak permasalahkan," katanya.
Barow juga menambahkan, menurut NATO, 50 persen kekuatan bajak laut Somalia telah berkurang sejak adanya resolusi PBB tersebut. Hanya saja, pemerintah Somalia meminta bantuan internasional untuk mempekuat pasukan militernya agar pemerintah Somalia dapat mencegah aksi bajak laut itu dari jalur darat. Aksi perompak atau bajak laut Somalia menjadi perhatian masyarakat setelah 20 warga negara Indonesia yang menjadi anak buah kapal MV Sinar Kudus disandera bajak laut Somalia di Laut Arab sejak 16 Maret lalu.
Sumber: Kompas
0 komentar:
Posting Komentar