JAKARTA-(IDB) : VISI maritim presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) dapat diwujudkan jika memiliki Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang kuat, dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Pemahaman kemaritiman menjadi kebutuhan mutlak bagi bangsa Indonesia dalam rangka mendukung pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Sebab, masih banyak potensi sumberdaya alam di laut yang belum dikelola. "Wilayah negara yang disebut NKRI adalah sebuah negara yang berciri nusantara, perlu segera memiliki paradigma baru Indonesia yang berorientasi kemaritiman. "Sebagai tentara kita patuh dan tunduk terhadap arah kebijakan negara. Apapun arah kebijakan negara secara geopolitik dan geostrategi kita dukung penuh," ujar Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksmana TNI Marsetio saat membuka Seminar Maritim Nasional bertemakan Menerjemahkan Gagasan Poros Maritim di Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Kamis (9/10).
Menurut Marsetio, peran TNI, terutama Angkatan Laut (AL) sangat penting dalam menjaga kawasan laut Indonesia, terutama dalam menjaga pulau-pulau strategis yang berbatasan laut dengan 10 negara tetangga. Diantaranya, India, Thailand, Malaysia, Brunai Darussalam, Vietnam, Singapura, Timor Leste, Piliphina, dan Australia. Bahkan, Indonesia dapat menjadi poros maritim dunia dengan satu syarat yakni mewujudkan laut sebagai pemersatu bangsa, bukan sebagai pemisah. "Untuk mewujudkan semua itu dibutuhkan political will, action plan, dan budget policy yang didukung oleh semua komponen bangsa. Baik di legislatif, eksekutif, dan yudikatif," ucapnya.
Supaya hal itu tercapai, kata Marsetio, pemerintah harus mampu mewujudkan arus distribusi komoditas ekonomi ke seluruh pelosok tanah air sebagai upaya pemerataan pembangunan dengan menerapkan azas cabotage. Hal itu juga untuk melindungi kedaulatan negara dan perwujudan wawasan nusantara serta memberikan kesempatan berusaha seluas-luasnya bagi perusahaan angkutan laut nasional dalam memperoleh pangsa muatan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia, dan diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia. "Disamping itu pemerintah juga harus mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan pertambangan serta energi terbarukan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat," ujarnya.
Dia menambahkan, pembenahan pelabuhan laut berstandar internasional utamanya di ALKI agar alur kedatangan dan keberangkatan kapal berjalan lancar, menjadi kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi pemerintah. Artinya, alur, fasilitas labuh, gudang, bekal ulang, transportasi, keamanan di pelabuhan, kecepatan pengurusan dokumen eksport - import sudah dilakukan dengan cepat. "Disamping kita harus mewujudkan injasmar/shipyard dengan memberdayakan industri perkapalan dalam negeri yang modern," kata Marsetio.
Semua itu belum dapat terwujud secara sempurna, tutur Marsetio, jika Indonesia belum memiliki kekuatan AL handal dan disegani di kawasan. Antara lain membangun alutsista yang memiliki keunggulan dari pada negara tetangga untuk menjaga kewibawaan atau deterence effect, mewujudkan AL yang menjadi inisiator dalam berbagai kegiatan negara-negara maritim kawasan, antara lain pertemuan para Kepala Staf Angkatan Laut atau Asian Navy Chief Metting, International Maritime Security Symposium, Multilateral Exercise Komodo serta Jakarta International Defence Dialogue. "Sebagai negara yang cinta damai, kita juga harus selalu siap untuk berperang," katanya.
Sementara itu, Praktisi Kemaritiman, Capten Radial Huda menegaskan, untuk mewujudkan negara maritim kuat dibutuhkan kapal-kapal berbendera Indonesia yang menguasai lautan Indonesia. Ia mengingatkan bahwa laut tidak ada pemiliknya. Pemilik laut adalah pemilik kapal. "Kalau tidak memiliki kapal berbendera Indonesia, negara ini hanya memiliki laut di atas peta imajiner," katanya.
Menurut Radial, negara belum hadir di laut Indonesia karena tiga golongan kapal yang diperbolehkan berada di laut tidak terpenuhi. Pertama, golongan kapal perang. Kedua, golongan kapal dagang dan nelayan. Ketiga, golongan kapal keselamatan. "Kenyataanya kapal dagang dan nelayan di Indonesia sangat sedikit. Sedangkan kapal keselamatan sama sekali tidak ada. Yang ada hanya kapal milik KKP, Polair, Dishub," kata dia.
Untuk Wujudkan Poros Maritim, PDIP Janji Tingkatkan Anggaran TNI
Untuk Wujudkan Poros Maritim, PDIP Janji Tingkatkan Anggaran TNI Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Aryo Bimo janjikan peningkatan anggaran bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebesar 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) guna memperkuat pertahanan negara. Pernyataan itu diutarakannya dalam Seminar Maritim Nasional bertemakan Menerjemahkan Gagasan Poros Maritim di Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Kamis (9/10). - Foto : Iskandar Hadji/Jurnal Nasional
ANGGOTA Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Aryo Bimo menegaskan untuk mewujudkan Poros Maritim pihaknya akan mendorong pemerintahan Jokowi-JK meningkatkan anggaran bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebesar 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) guna memperkuat pertahanan negara. Selain itu ia juga berjanji Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK) bakal meningkatkan kesejahteraan prajurit, meningkatkan alutsista, dan diverifikasi sumber sistem senjata. "Semua itu dilakukan untuk memperkuat pertahanan negara dari gangguan pihak asing dan negara tetangga. Jokowi-JK ingin benar-benar melindungi masyarakat Indonesia," katanya dalam Seminar Maritim Nasional bertemakan Menerjemahkan Gagasan Poros Maritim di Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Kamis (9/10).
Selain itu, menurut Aryo, perwujudan keamanan nasional dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai nasionalisme. Sebab, penjajahan tidak lagi dilakukan melalui aneksasi atau dengan senjata. Melainkan masuk lewat ekonomi dan kebudayaan. Bahkan, penjajahan telah menembus ruang Senayan melalui pasal-pasal yang tertuang di Undang-undang (UU) dan peraturan lainnya. "Kita harus dapat menjaga itu semua melalui peningkatan nasionalisme kita. Jangan sampai nilai-nilai kita tergadai oleh kepentingan VOC," kata dia.
Aryo mengaku pernah mengalami pengalaman buruk saat kunjungan kerja ke Malaysia. Dimana, kata dia, masyarakat Malaysia seolah-olah melihat anggota parlemen dari Indonesia dengan sebelah mata. Bahkan, disamakan dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di negara mereka. "Itu bisa terjadi karena kekuatan negara tidak hadir saat TKI dianiaya, dilecehkan, dan jadi korban pemerkosaan. Makanya kita dianggap rendah oleh mereka. Makanya, kita harus memperkuat pertahanan kita agar wibawa kita kembali meningkat," kata dia.
Direktur Berdingkari Institut itu menambahkan, Jokowi-JK akan terus berupaya membangun perekonomian dan peningkatan kualitas manusia Indonesia melalui pelbagai macam program pro rakyat melalui sembilan poin perjuangan, yakni nawacita. "Di bahwa kepemimpinan Jokowi-JK Indonesia akan kembali merajai kawasan," kata Aryo.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas, Dedy Irawan, menyambut baik kosa kata maritim kembali dipergunakan. Hal itu menunjukan bagaimana bangsa Indonesia menghargai laut. Namun, ia tidak setuju jika Jokowi-JK membentuk Badan Maritim karena akan membuat anggaran menggelembung. "Tidak perlu Badan Maritim, cukup Kementerian Maritim yang memiliki kewenangan lebih besar," ucapnya.
Sebab, masih banyak potensi sumberdaya alam di laut yang belum dikelola. "Wilayah negara yang disebut NKRI adalah sebuah negara yang berciri nusantara, perlu segera memiliki paradigma baru Indonesia yang berorientasi kemaritiman. "Sebagai tentara kita patuh dan tunduk terhadap arah kebijakan negara. Apapun arah kebijakan negara secara geopolitik dan geostrategi kita dukung penuh," ujar Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksmana TNI Marsetio saat membuka Seminar Maritim Nasional bertemakan Menerjemahkan Gagasan Poros Maritim di Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Kamis (9/10).
Menurut Marsetio, peran TNI, terutama Angkatan Laut (AL) sangat penting dalam menjaga kawasan laut Indonesia, terutama dalam menjaga pulau-pulau strategis yang berbatasan laut dengan 10 negara tetangga. Diantaranya, India, Thailand, Malaysia, Brunai Darussalam, Vietnam, Singapura, Timor Leste, Piliphina, dan Australia. Bahkan, Indonesia dapat menjadi poros maritim dunia dengan satu syarat yakni mewujudkan laut sebagai pemersatu bangsa, bukan sebagai pemisah. "Untuk mewujudkan semua itu dibutuhkan political will, action plan, dan budget policy yang didukung oleh semua komponen bangsa. Baik di legislatif, eksekutif, dan yudikatif," ucapnya.
Supaya hal itu tercapai, kata Marsetio, pemerintah harus mampu mewujudkan arus distribusi komoditas ekonomi ke seluruh pelosok tanah air sebagai upaya pemerataan pembangunan dengan menerapkan azas cabotage. Hal itu juga untuk melindungi kedaulatan negara dan perwujudan wawasan nusantara serta memberikan kesempatan berusaha seluas-luasnya bagi perusahaan angkutan laut nasional dalam memperoleh pangsa muatan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia, dan diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia. "Disamping itu pemerintah juga harus mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan pertambangan serta energi terbarukan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat," ujarnya.
Dia menambahkan, pembenahan pelabuhan laut berstandar internasional utamanya di ALKI agar alur kedatangan dan keberangkatan kapal berjalan lancar, menjadi kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi pemerintah. Artinya, alur, fasilitas labuh, gudang, bekal ulang, transportasi, keamanan di pelabuhan, kecepatan pengurusan dokumen eksport - import sudah dilakukan dengan cepat. "Disamping kita harus mewujudkan injasmar/shipyard dengan memberdayakan industri perkapalan dalam negeri yang modern," kata Marsetio.
Semua itu belum dapat terwujud secara sempurna, tutur Marsetio, jika Indonesia belum memiliki kekuatan AL handal dan disegani di kawasan. Antara lain membangun alutsista yang memiliki keunggulan dari pada negara tetangga untuk menjaga kewibawaan atau deterence effect, mewujudkan AL yang menjadi inisiator dalam berbagai kegiatan negara-negara maritim kawasan, antara lain pertemuan para Kepala Staf Angkatan Laut atau Asian Navy Chief Metting, International Maritime Security Symposium, Multilateral Exercise Komodo serta Jakarta International Defence Dialogue. "Sebagai negara yang cinta damai, kita juga harus selalu siap untuk berperang," katanya.
Sementara itu, Praktisi Kemaritiman, Capten Radial Huda menegaskan, untuk mewujudkan negara maritim kuat dibutuhkan kapal-kapal berbendera Indonesia yang menguasai lautan Indonesia. Ia mengingatkan bahwa laut tidak ada pemiliknya. Pemilik laut adalah pemilik kapal. "Kalau tidak memiliki kapal berbendera Indonesia, negara ini hanya memiliki laut di atas peta imajiner," katanya.
Menurut Radial, negara belum hadir di laut Indonesia karena tiga golongan kapal yang diperbolehkan berada di laut tidak terpenuhi. Pertama, golongan kapal perang. Kedua, golongan kapal dagang dan nelayan. Ketiga, golongan kapal keselamatan. "Kenyataanya kapal dagang dan nelayan di Indonesia sangat sedikit. Sedangkan kapal keselamatan sama sekali tidak ada. Yang ada hanya kapal milik KKP, Polair, Dishub," kata dia.
Untuk Wujudkan Poros Maritim, PDIP Janji Tingkatkan Anggaran TNI
Untuk Wujudkan Poros Maritim, PDIP Janji Tingkatkan Anggaran TNI Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Aryo Bimo janjikan peningkatan anggaran bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebesar 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) guna memperkuat pertahanan negara. Pernyataan itu diutarakannya dalam Seminar Maritim Nasional bertemakan Menerjemahkan Gagasan Poros Maritim di Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Kamis (9/10). - Foto : Iskandar Hadji/Jurnal Nasional
ANGGOTA Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Aryo Bimo menegaskan untuk mewujudkan Poros Maritim pihaknya akan mendorong pemerintahan Jokowi-JK meningkatkan anggaran bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebesar 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) guna memperkuat pertahanan negara. Selain itu ia juga berjanji Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK) bakal meningkatkan kesejahteraan prajurit, meningkatkan alutsista, dan diverifikasi sumber sistem senjata. "Semua itu dilakukan untuk memperkuat pertahanan negara dari gangguan pihak asing dan negara tetangga. Jokowi-JK ingin benar-benar melindungi masyarakat Indonesia," katanya dalam Seminar Maritim Nasional bertemakan Menerjemahkan Gagasan Poros Maritim di Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Kamis (9/10).
Selain itu, menurut Aryo, perwujudan keamanan nasional dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai nasionalisme. Sebab, penjajahan tidak lagi dilakukan melalui aneksasi atau dengan senjata. Melainkan masuk lewat ekonomi dan kebudayaan. Bahkan, penjajahan telah menembus ruang Senayan melalui pasal-pasal yang tertuang di Undang-undang (UU) dan peraturan lainnya. "Kita harus dapat menjaga itu semua melalui peningkatan nasionalisme kita. Jangan sampai nilai-nilai kita tergadai oleh kepentingan VOC," kata dia.
Aryo mengaku pernah mengalami pengalaman buruk saat kunjungan kerja ke Malaysia. Dimana, kata dia, masyarakat Malaysia seolah-olah melihat anggota parlemen dari Indonesia dengan sebelah mata. Bahkan, disamakan dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di negara mereka. "Itu bisa terjadi karena kekuatan negara tidak hadir saat TKI dianiaya, dilecehkan, dan jadi korban pemerkosaan. Makanya kita dianggap rendah oleh mereka. Makanya, kita harus memperkuat pertahanan kita agar wibawa kita kembali meningkat," kata dia.
Direktur Berdingkari Institut itu menambahkan, Jokowi-JK akan terus berupaya membangun perekonomian dan peningkatan kualitas manusia Indonesia melalui pelbagai macam program pro rakyat melalui sembilan poin perjuangan, yakni nawacita. "Di bahwa kepemimpinan Jokowi-JK Indonesia akan kembali merajai kawasan," kata Aryo.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas, Dedy Irawan, menyambut baik kosa kata maritim kembali dipergunakan. Hal itu menunjukan bagaimana bangsa Indonesia menghargai laut. Namun, ia tidak setuju jika Jokowi-JK membentuk Badan Maritim karena akan membuat anggaran menggelembung. "Tidak perlu Badan Maritim, cukup Kementerian Maritim yang memiliki kewenangan lebih besar," ucapnya.
Sumber : Jurnas
0 komentar:
Posting Komentar