JAKARTA-(IDB) : Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR dan Kementerian Pertahanan hari ini telah menyepakati hibah 24 unit pesawat F-16 bekas dari Amerika Serikat. Untuk memodernisasi (upgrade) pesawat seluruhnya, pemerintah harus mengucurkan dana tak kurang dari US$ 600 juta atau Rp 5,3 triliun."Anggaran total yang dialokasikan sekitar US$ 600 juta," kata Ketua Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR Mahfudz Siddiq usai menggelar rapat kerja tertutup dengan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono di gedung DPR, Selasa, 25 Oktober 2011.
Anggaran tersebut akan digunakan untuk meningkatkan kualitas fisik dan teknologi pesawat tempur, mulai dari persenjataan, avionik, rangka pesawat, hingga mesin pesawat. "Tapi untuk 2012 yang dibutuhkan US$ 200 juta (Rp 1,8 triliun) untuk down payment (uang muka)," ujar Mahfudz.
Ia mengatakan, setelah melewati pembahasan yang cukup panjang dan sempat beberapa kali buntu, Komisi Pertahanan akhirnya menyetujui hibah 24 unit pesawat F-16 setelah pemerintah berubah sikap soal pemutakhiran pesawat. DPR sejak awal setuju adanya hibah dengan syarat akan dimodernisasi ke blok 52 serta ada transfer teknologi.
Pemerintah, kata Mahfudz, semula tidak sepakat dengan syarat yang diajukan DPR, dan memilih pemutakhiran cukup ke blok 32 saja, yaitu retrofit. "Akhirnya sudah mulai bergeser sehingga sekarang pemerintah dan DPR sudah sepakat bahwa hibah ini kita terima 24 F-16 dan upgrade setara blok 52 dengan skema FMS, G to G, itu yang paling penting. Jadi bukan direct commercial sale," ujar dia.
FMS (Foreign Millitary Sale) adalah skema pembayaran pesawat yang diinginkan DPR sejak awal. Melalui skema FMS, tanggung jawab penuh terhadap pesawat ada di tangan pemerintah Amerika Serikat sebagai negara pemberi hibah. Pemerintah Indonesia tidak perlu membayar pajak atau jasa.
Mahfudz mengatakan, dengan disetujuinya pengadaan 24 unit pesawat F-16 melalui jalur hibah, rencana semula pemerintah untuk membeli 6 unit F-16 baru, dibatalkan. Anggarannya direalokasikan untuk modernisasi 24 unit pesawat bekas tersebut.
Proses selanjutnya yang harus diurus pemerintah yakni soal nota diplomatik (letter of acceptance), yang menyebutkan bahwa pemerintah Amerika Serikat setuju secara resmi memberikan hibah pesawat ke pemerintah Indonesia. "Baru nanti setelah itu ada negosiasi mengenai spesifikasi-spesifikasi teknisnya. Ini di-upgrade ke blok berapa, time frame penyelesaiannya kapan," ujar Mahfudz.
Nota diplomatik ditargetkan rampung pada bulan Desember mendatang. Selanjutnya, 30 hari setelah pembuatan nota diplomatik, tepatnya bulan Januari tahun depan, pemerintah Indonesia sudah bisa membayar uang sebesar US$ 200 juta. Begitu uang muka dibayarkan, Mahfudz mengatakan, modernisasi pesawat bisa langsung dimulai. "Sampai semester pertama 2014 paling tidak minimal 16 unit, satu skuadron (pesawat) bisa dikirim ke Indonesia," katanya.
Sedangkan sisanya, sebanyak 8 unit pesawat, DPR dan pemerintah menargetkan bisa dirampungkan pada akhir tahun 2014. "Paling enggak bergeser sisanya ke 2014 akhir bisa selesai," ujar Mahfudz.
Anggaran tersebut akan digunakan untuk meningkatkan kualitas fisik dan teknologi pesawat tempur, mulai dari persenjataan, avionik, rangka pesawat, hingga mesin pesawat. "Tapi untuk 2012 yang dibutuhkan US$ 200 juta (Rp 1,8 triliun) untuk down payment (uang muka)," ujar Mahfudz.
Ia mengatakan, setelah melewati pembahasan yang cukup panjang dan sempat beberapa kali buntu, Komisi Pertahanan akhirnya menyetujui hibah 24 unit pesawat F-16 setelah pemerintah berubah sikap soal pemutakhiran pesawat. DPR sejak awal setuju adanya hibah dengan syarat akan dimodernisasi ke blok 52 serta ada transfer teknologi.
Pemerintah, kata Mahfudz, semula tidak sepakat dengan syarat yang diajukan DPR, dan memilih pemutakhiran cukup ke blok 32 saja, yaitu retrofit. "Akhirnya sudah mulai bergeser sehingga sekarang pemerintah dan DPR sudah sepakat bahwa hibah ini kita terima 24 F-16 dan upgrade setara blok 52 dengan skema FMS, G to G, itu yang paling penting. Jadi bukan direct commercial sale," ujar dia.
FMS (Foreign Millitary Sale) adalah skema pembayaran pesawat yang diinginkan DPR sejak awal. Melalui skema FMS, tanggung jawab penuh terhadap pesawat ada di tangan pemerintah Amerika Serikat sebagai negara pemberi hibah. Pemerintah Indonesia tidak perlu membayar pajak atau jasa.
Mahfudz mengatakan, dengan disetujuinya pengadaan 24 unit pesawat F-16 melalui jalur hibah, rencana semula pemerintah untuk membeli 6 unit F-16 baru, dibatalkan. Anggarannya direalokasikan untuk modernisasi 24 unit pesawat bekas tersebut.
Proses selanjutnya yang harus diurus pemerintah yakni soal nota diplomatik (letter of acceptance), yang menyebutkan bahwa pemerintah Amerika Serikat setuju secara resmi memberikan hibah pesawat ke pemerintah Indonesia. "Baru nanti setelah itu ada negosiasi mengenai spesifikasi-spesifikasi teknisnya. Ini di-upgrade ke blok berapa, time frame penyelesaiannya kapan," ujar Mahfudz.
Nota diplomatik ditargetkan rampung pada bulan Desember mendatang. Selanjutnya, 30 hari setelah pembuatan nota diplomatik, tepatnya bulan Januari tahun depan, pemerintah Indonesia sudah bisa membayar uang sebesar US$ 200 juta. Begitu uang muka dibayarkan, Mahfudz mengatakan, modernisasi pesawat bisa langsung dimulai. "Sampai semester pertama 2014 paling tidak minimal 16 unit, satu skuadron (pesawat) bisa dikirim ke Indonesia," katanya.
Sedangkan sisanya, sebanyak 8 unit pesawat, DPR dan pemerintah menargetkan bisa dirampungkan pada akhir tahun 2014. "Paling enggak bergeser sisanya ke 2014 akhir bisa selesai," ujar Mahfudz.
Sumber : Tempo
0 komentar:
Posting Komentar