Kamis, Agustus 18, 2011
0
BANDUNG-(IDB) : Banyak yang menilai Indonesia belum siap memiliki pabrik pesawat yang membutuhkan modal besar dan teknologi tingkat tinggi. Banyak pula yang menganggap pabrik pesawat itu hanya sekedar pemborosan. Meski demikian, PT Dirgantara Indonesia (DI) terus berjuang membangkitkan pabrik pesawat sebagai citra eksklusif bangsa.

Dulu pabrik pesawat itu bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). Keberadaan IPTN memberi citra eksklusif Indonesia sebagai bangsa pertama di Asia Tenggara yang mampu membuat pesawat terbang. Industri itu mendorong kemandirian pertahanan sebagai solusi menghadapi embargo senjata yang pernah terjadi di Nusantara.

Pada 1961, Kepala Staf Angkatan Udara membangun Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (Lapip) sebagai cikal bakal IPTN. Lapip menjalin kerja sama dengan industri pesawat Polandia, Cekop. Kedua industri itu kemudian membangun fasilitas manufaktur dan pelatihan sumber daya manusia. Kerja sama itu membuahkan pesawat terbang pertama buatan Indonesia berupa lisensi pesawat Cekop PZL 104. Julukan untuk pesawat baru itu yakni Gelatik.

Lima tahun kemudian, pemerintah membentuk Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (Lipnur). Lembaga itu kemudian berubah nama menjadi IPTN dengan BJ Habibie yang menjabat sebagai Presiden Direktur.

Sayang, langkah IPTN nyaris terjungkal saat krisis moneter menerpa. Bahkan Dana Moneter Internasional (IMF) melarang pemerintah membantu IPTN. Padahal IPTN merupakan industri strategis yang harus mendapat sokongan dari pemerintah. 

Akibatnya, proyek pengembangan pesawat N-250 tidak rampung ke tahap produksi. Perusahaan kekurangan biaya untuk sertifikasi. Sehingga pesawat yang desain dan konstruksi murni hasil karya anak bangsa itu mati suri. Indonesia pun terpaksa melupakan mimpi membuat pesawat jet N-2130 karena kendala biaya.

Di pertengahan tahun 2000, IPTN bangkit dan berganti nama menjadi PT DI. Industri itu pun mendapat pesanan ekspor pesawat seperti ke Thailand, Malaysia, Brunei, Korea, dan Filipina.

Namun PT DI kembali menemukan tantangan. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan industri itu pailit. Alasannya, industri itu tak mampu membayar utang berupa kompensasi, manfaat pensiun, dan jaminan hari tua para karyawan.

Keputusan itu dibatalkan. Namun lagi-lagi masalah keuangan membelit perusahaan tersebut. Kendati demikian, PT DI berusaha bangkit. Perusahaan kemudian membuat terobosan dengan mendesain pesawat kecil berkode N-219. Perusahaan pun membuat perlengkapan alutsista seperti heli serbu, kendaraan tempur, dan hovercraft.

Sumber: Metrotvnews

0 komentar:

Posting Komentar