JAKARTA-(IDB) : 07/05/2014. Jet tempur generasi ’80-an F-5E Tiger II
di Skuadron Udara 14 TNI AU akan segera diganti karena sudah tua. Salah
satu pihak yang berminat memasok pesawat penggantinya adalah SAAB JAS 39 Gripen seri.
“Kami menawarkan penggantinya, JAS39 Gripen seri dengan opsi seluas
mungkin,” ujar Vice President Head of SAAB Indonesia, Peter Calrqvist.
“Mulai dari skema pembayaran dan pengadaan, transfer teknologi,
memberi asistensi menuju kemandirian sistem logistik, pemeliharaan, dan
oprasionalisasi Gripen, dan lain sebagainya. Ini komitmen kami kepada
Indonesia. Kami menawarkan sistem terpadu,” kata Carlqvist, dalam
percakapan di Jakarta, belum lama ini.
JAS 39 Gripen seri akan bersaing dengan Sukhoi Su-35 Flanker E
(Rusia), Dassault F1 Rafale (Prancis), dan Boeing-McDonnel Douglas F/A
18E/F Super Hornet (Amerika Serikat). TNI AU telah berpengalaman
mengoperasikan pesawat tempur Amerika Serikat (di antaranya F-16A/B
Fighting Falcon, OV-10F Bronco, dan F-5E/F Tiger II) dan Rusia (mulai
dari masa Tupolev Tu-16 Badger dan kini Sukhoi Su-27/30MKI).
Di Asia Tenggara, Thailand merupakan negara operator JAS39 Gripen
pertama. Mereka memilih 12 unit JAS39E/F Gripen yang mulai berdatangan
tahun depan.
Untuk Indonesia, SAAB juga membuka opsi jika Indonesia berminat
membeli barisan terbaru paling andal, JAS39 Gripen NG, yang memiliki
teknologi paling canggih dari semua Gripen seri.
Carlqvist menyatakan, “Kami bukan sekedar menjual pesawat tempur,
melainkan sistem pertahanan udara terpadu yang ampuh dengan biaya
operasi sangat rendah namun efektif. Sebagai ilustrasi, Gripen sangat
mudah dioperasikan, tidak memerlukan pangkalan udara karena sistem
pendukungnya bisa digerakkan secara bergerak, bahkan dari jalan tol. Ini
yang kami terapkan di Swedia,” katanya.
Semua unit dan personel pendukung Gripen dalam kekuatan satu skuadron
udara penuh, katanya, bisa digeser ke mana saja sesuai keperluan.
“Pangkalan udara pasti diincar paling awal dalam peperangan.
Bagaimana jika landasan udara disabotase atau dibom? Ini salah satu hal
penting yang kami antisipasi dalam pengembangan JAS 39 Gripen seri,”
katanya.
Dia mengemukakan Gripen dikembangkan dengan berbagai teknologi canggih yang pas dengan keperluan.
Di antaranya adalah pijakan “pangkalan udara” yang mobile dan
kesanggupan tiap unit Gripen untuk saling berkomunikasi dan bertukar
data, baik di antara pesawat tempur itu, pangkalan udara, komando
kendali, pusat logistik, dan lain sebagainya.
Dia mencontohkan, “Jika tiba-tiba ada target yang harus dimusnahkan
namun Gripen yang Anda terbangkan tidak memiliki sistem kesenjatan yang
pas dengan keperluan itu, maka pusat kendali bisa mengetahui Gripen
terdekat yang sanggup melaksanakan misi itu.”
Jarak tempuh Gripen juga bisa dikompensasi dengan kehadiran “pangkalan-pangkalan udara” mobile itu.
Dia mencontohkan jalan tol Jagorawi yang bisa dipergunakan untuk keperluan itu.
Indonesia sangat kaya dengan pangkalan udara dengan infrastruktur yang bisa diterapkan bagi operasionalisasi Gripen.
“Meloloskan dan memasang kembali mesin Gripen cuma perlu 1 jam saja.
Melengkapi semua sistem peluru kendali dan kesenjataannya hingga lengkap
cuma 10 menit saja, termasuk mengisi ulang bahan bakarnya,” kata dia.
Tentang penawaran JAS 39 Gripen seri ini, Duta Besar Swedia untuk
Indonesia, Ewa Polano, berkata, “Kami jelas sangat senang melihat Brazil
memilih Gripen, disusul Thailand dan kabarnya Malaysia berminat juga.
Bahkan Brazil juga kami bantu membangun pabrik suku cadangnya di Sao
Paulo sebagai bentuk komitmen kami tentang transfer teknologi
kesenjataan ini.”
Polano, yang akan segera menempati pos barunya di Doha, Qatar,
mengutarakan bahwa Indonesia juga akan mendapat perlakuan sama tentang
semua hal itu.
“Swiss juga sedang mengadakan referendum tentang pengadaan Gripen
ini, dan salah satu aspek penting yang kami tawarkan adalah hal ini,”
kata dia.
Sumber : Antara
Gripen nex se class t 50 buatan korea .
BalasHapusSpeet : Terbilang lamban... Kalau mau terbang jauh harus ada gantungan tangki tambahan di sayap .
Beda penempur berat sukhoi 35 E Di rancang desain untuk mengadapi perang jarak jauh .
tp kl menurut gw diantara yg lain gripen kynya mmg cocok utk kondisi ekonomi kita yg lg ngebangun alutsista skrg, biaya operasional kecil dgn opsi TOT, kl utk sementara buat jaga perbatasan gpplah, lagian gak jelek2 amat kok, nanti jika kondisi ekonomi kita bagus kita bisa belanaja banyak pesawat tempur yg lbh baik lg kok
BalasHapusGripen NG, waduh mas lama ngirimnya. karena antrian banyak. kalau mau cepet ya Sukhoi-35 bisa terbang dari Sabang-Merauke. Gripen ntar buat ganti F-16 C/D Second/Hawk-200 saja. sama-sama jarak dekat.
BalasHapusSukhoi-35...yes
bagus kl biaya operasionalnya tinggi kerok jg ntar, malahan jd pajangan lg, lagian masih banyak alokasi anggaran buat yg lain2 seperti radar dan sistem pertahanan udara.
Hapus