JAKARTA-(IDB) : Dengan kemampuan anggaran yang dimiliki, Kementerian Pertahanan (Kemhan)
memiliki kemampuan untuk membeli alat utama sistem senjata (alutsista).
Alutsista terbaru yang dibeli Kemhan adalah peralatan intelijen dari
sebuah pabrikan Inggris senilai Rp 70 miliar.
Peralatan ini bakal digunakan untuk kepentingan penyadapan oleh Badan intelijen strategis (BAIS). Namun, patut diakui pembelian ini masih menimbulkan sejumlah kecurigaan dari masyarakat.
"Kita punya sejarah di mana negara cenderung mengawasi warganya untuk kepentingan penguasa. Tak heran kalau, masyarakat khawatir kalau masih ada potensi penyalahgunaan," kata Koordinator Riset Imparsial, Ghufron Mabruri.
Guna mengantisipasi penyalahgunaan wewenang, Ghufron menyarankan agar pemerintah membentuk prosedur tetap (protap) saat menggunakan peralatan tersebut. Apalagi, BAIS memiliki peran besar dalam konteks pertahanan yang bersifat militer.
"Intel BAIS, fungsi dan tugasnya berkaitan untuk perang. Orientasinya eksternal, makanya salah dan keliru kalau kemudian perangkat itu digunakan mengawasi keamanan dalam negeri, ini adalah area kepolisan," tandasnya.
Meski demikian, dia pun turut mendukung pembelian peralatan tersebut untuk menghadapi ancaman eksternal, seperti pembajakan, terorisme dan lain sebagainya. Sebab, ancaman yang bakal terjadi sepanjang 15-20 mendatang bukan lagi berupa agresi militer atau okupasi dari negara lain.
"Secara prinsip kalau baca buku pertahanan yang dibuat Dephan, kalau tidak salah ancaman ke depan lebih banyak yang bersifat non tradisional. Ini 15-20 tahun ke depan, ancaman militer invasi, agresi, okupasi tidak lagi akan terjadi," paparnya.
Kementerian Pertahanan (Kemhan) menyampaikan rencana pengadaan, proses dan penganggaran pengadaan alutsista pada tahun depan di hadapan wartawan di Balai Urip Sumoharjo, Kompleks Kemhan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Kemhan janji alat-alat intelijen tak akan digunakan untuk kepentingan penguasa.
Kemhan pun menjelaskan yang dibeli adalah alat antisadap. Bukan alat sadap seperti yang ramai disorot.
"Itu alat antisadap. Alat itu akan dipasang di seluruh atase pertahanan Indonesia baik yang ada di dalam maupun luar negeri," kata Sisriadi lebih lanjut dalam di kompleks Kemhan di Gedung Urip Sumoharjo, Rabu (25/9).
Peralatan ini bakal digunakan untuk kepentingan penyadapan oleh Badan intelijen strategis (BAIS). Namun, patut diakui pembelian ini masih menimbulkan sejumlah kecurigaan dari masyarakat.
"Kita punya sejarah di mana negara cenderung mengawasi warganya untuk kepentingan penguasa. Tak heran kalau, masyarakat khawatir kalau masih ada potensi penyalahgunaan," kata Koordinator Riset Imparsial, Ghufron Mabruri.
Guna mengantisipasi penyalahgunaan wewenang, Ghufron menyarankan agar pemerintah membentuk prosedur tetap (protap) saat menggunakan peralatan tersebut. Apalagi, BAIS memiliki peran besar dalam konteks pertahanan yang bersifat militer.
"Intel BAIS, fungsi dan tugasnya berkaitan untuk perang. Orientasinya eksternal, makanya salah dan keliru kalau kemudian perangkat itu digunakan mengawasi keamanan dalam negeri, ini adalah area kepolisan," tandasnya.
Meski demikian, dia pun turut mendukung pembelian peralatan tersebut untuk menghadapi ancaman eksternal, seperti pembajakan, terorisme dan lain sebagainya. Sebab, ancaman yang bakal terjadi sepanjang 15-20 mendatang bukan lagi berupa agresi militer atau okupasi dari negara lain.
"Secara prinsip kalau baca buku pertahanan yang dibuat Dephan, kalau tidak salah ancaman ke depan lebih banyak yang bersifat non tradisional. Ini 15-20 tahun ke depan, ancaman militer invasi, agresi, okupasi tidak lagi akan terjadi," paparnya.
Kementerian Pertahanan (Kemhan) menyampaikan rencana pengadaan, proses dan penganggaran pengadaan alutsista pada tahun depan di hadapan wartawan di Balai Urip Sumoharjo, Kompleks Kemhan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Kemhan janji alat-alat intelijen tak akan digunakan untuk kepentingan penguasa.
Kemhan pun menjelaskan yang dibeli adalah alat antisadap. Bukan alat sadap seperti yang ramai disorot.
"Itu alat antisadap. Alat itu akan dipasang di seluruh atase pertahanan Indonesia baik yang ada di dalam maupun luar negeri," kata Sisriadi lebih lanjut dalam di kompleks Kemhan di Gedung Urip Sumoharjo, Rabu (25/9).
Kemhan: Kita Beli Antisadap Bukan Alat Sadap
Kepala Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Sisriadi
mengatakan, peralatan intelijen yang dibeli Indonesia bukanlah alat
sadap. Menurut Sisriadi, peralatan itu justru alat untuk antisadap.
"Itu alat antisadap. Alat itu akan dipasang di seluruh atase pertahanan Indonesia baik yang ada di dalam maupun luar negeri," kata Sisriadi lebih lanjut dalam di kompleks Kemhan di Gedung Urip Sumoharjo, Rabu (25/9).
Sisriadi lebih lanjut mengatakan, saat ini alat antisadap itu sudah berada di Indonesia. Dia enggan menyebut jumlah dan bentuknya.
"Saya tidak bisa jelaskan bentuknya. Saya juga tidak berapa jumlahnya. Juga tidak tau apakah sudah didistribusikan atau belum. Tapi jumlah atase pertahanan kita di luar negeri banyak," kata Sisriadi.
Menurutnya, alat itu akan digunakan untuk kepentingan pengaman data negara. Sisriadi mencontohkan, misal di atase pertahanan Indonesia di Malaysia akan menelepon ke Indonesia, alat itu akan melakukan acak, agar tidak bisa dibajak oleh orang yang bertanggung jawab.
"Itu alat antisadap. Alat itu akan dipasang di seluruh atase pertahanan Indonesia baik yang ada di dalam maupun luar negeri," kata Sisriadi lebih lanjut dalam di kompleks Kemhan di Gedung Urip Sumoharjo, Rabu (25/9).
Sisriadi lebih lanjut mengatakan, saat ini alat antisadap itu sudah berada di Indonesia. Dia enggan menyebut jumlah dan bentuknya.
"Saya tidak bisa jelaskan bentuknya. Saya juga tidak berapa jumlahnya. Juga tidak tau apakah sudah didistribusikan atau belum. Tapi jumlah atase pertahanan kita di luar negeri banyak," kata Sisriadi.
Menurutnya, alat itu akan digunakan untuk kepentingan pengaman data negara. Sisriadi mencontohkan, misal di atase pertahanan Indonesia di Malaysia akan menelepon ke Indonesia, alat itu akan melakukan acak, agar tidak bisa dibajak oleh orang yang bertanggung jawab.
Sumber : Merdeka
impar-SIAL lagi.. :-s
BalasHapusKalo kamu LSM yang dibiayai asing, YA, khawatirlah!!
BalasHapusSANGAT khawatir kalo boleh saya anjurkan ! 8-)
"Secara prinsip kalau baca buku pertahanan yang dibuat Dephan, kalau tidak salah ancaman ke depan lebih banyak yang bersifat non tradisional. Ini 15-20 tahun ke depan, ancaman militer invasi, agresi, okupasi tidak lagi akan terjadi," paparnya... jgn terlalu yakin pak sumber alam indonesia ini incaran banyak negara yg ingin meng okupasi nya.. apalagi papua banyak bgt negara yg coba2 menggoyang... contoh kasus timor2 itu sebagai pelajaran berharga...
BalasHapuspulau sipadan~ ligitan udah berhasil di okupasi ama malonte... ke depan lebih banyak lagi incaran negara2 lain untuk coba2 mengokupasi tanah negara ini....
BalasHapuspulau jawa n bali mau di rebbut ausie jg gan.. Skalian aja..
HapusHehehe
kaliantan di rebut brunei,,sulawesi di rebut filipina. Suatra di rebut malonte..
Hancur negaraku subhanallah
pulau jawa n bali mau di rebbut ausie jg gan.. Skalian aja..
HapusHehehe
kaliantan di rebut brunei,,sulawesi di rebut filipina. Suatra di rebut malonte..
Hancur negaraku subhanallah
Yg paling mengkhawatirkan adalah, menjadikan Indonesia seperti Balkan (Yugo)
BalasHapusdan itu pernah ditegaskan oleh Gus Dur.
semoga tidak pernah terjadi.
sudah saat nya indonesia yg merebut bukan di rebut,,, brunnei darussalam, semenanjung serawak kalimantan, dan papua nugini tawarkan jadi daerah otonomi khusus indonesia dan dalam perlindungan NKRI...
BalasHapusanda enjawab benar sekali gant,,
Hapussetuju dan cocok,
tapi inggris,US,gk bakal diem saja,mereka ,pasti meperjuankan untuk di keola Us nd dkk,,
tp pemerintahan kita siap atau tidak mengatur nya dan meberikan hak otonomi,jgn spt NTT,di anak emmaskan tp malah urka durhaka
LSM Koplak takut ketahuan yah belangnya
BalasHapusBeli alat anti sadap sama negara tukang sadap, ya jelas tahu kelebihan dan kekuranganny, wong produk dewe....yg bodoh saya apa yg ngambil kebihakan ya.....gregetan aku
BalasHapus