Ketika proses pengintegrasian sudah rampung, rencananya di masa depan sistem laser ini akan disebarkan pada kendaraan Joint Light Tactical Vehicle (JLTV). Beberapa komponen dari sistem telah diuji coba di bawah program ‘Ground Based Air Defense (GBAD) Directed Energy On-the-Move Future Naval Capabilities,’ yang mendemonstrasikan fungsi deteksi dan kontrol tembak, dengan compact phased array radar yang mampu mendeteksi dan melacak drone dari semua ukuran.
Selanjutnya, para peneliti akan menguji seluruh sistem laser terhadap target dengan menggunakan laser 10kw, sebagai batu loncatan untuk laser 30kw. Pihak Raytheon sendiri berjanji akan menyediakan senjata laser dengan daya output minimal 25kw. Menurut ONR, sistem laser 30kw diharapkan akan siap pengujian lapangan pada tahun 2016. Pengujian ini akan mengevalusi proses intersep secara lengkap, mulai dari deteksi dan pelacakan hingga penembakan, tingkat kehancuran pertempuran, dan semua hal berbasis sensor dan efektor yang terintegrasi pada kendaraan.

Dengan banyaknya dan semakin canggihnya drone saat ini, Korps Marinir AS mengharapkan sistem laser mobile ini akan semakin meningkatkan kemampuan bertahan dari musuh yang mencoba melakukan pengintaian, pengawasan dan serangan udara dengan menggunakan drone.
Raytheon adalah perusahaan industri dan kontraktor pertahanan utama Amerika Serikat yang berkonsentrasi pada pengembangan dan produksi peralatan dan senjata militer, dan elektronik komersial. Lebih dari 90 persen pendapatan Raytheon didapatkan melalui kontrak pertahanan. Raytheon juga merupakan produsen rudal terbesar di dunia.
Indonesia harusnya juga berpikir maju seperti ini. Saya percaya kok dg kerjasama dg perguruan tinggi dalam negeri kita bisa buat senjata laser juga. misal universitas surya. tolong dipikirkan deh
BalasHapusClick to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.