BEIJING-(IDB) : Indonesia dan China menggelar pertemuan lanjutan di Beijing, China,
untuk membahas mekanisme transfer teknologi Rudal C-705 yang akan
digunakan oleh Angkatan Laut Indonesia. Direktur Jenderal Potensi
Pertahanan Kementerian Pertahanan Pos M Hutabarat mengatakan kedua
pihak harus memenuhi persyaratan hukum negara masing-masing, agar
transfer teknologi rudal itu bisa dilakukan.
Pernyataan ini disampaikan Pos M Hutabarat setelah melakukan
pertemuan putaran kedua, Kerjasama Industri Pertahanan Indonesia- China
di Beijing, Selasa 21 Agustus 2013.
Undang Undang RI Nomer 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan,
memiliki aturan yang harus dipenuhi dalam pengadaan alutsista dari luar
negeri, termasuk perihal: transfer teknologi, perdagangan (imbal dagang,
kandungan lokal) serta pembelian lisensi untuk senjata teknologi tinggi
dan medium. Semua aturan itu harus jelas, sebelum kesepakatan
dilakukan.
Ada sedikit kendala yang dirasakan Kementerian Pertahanan tentang
aturan transfer teknologi di China yang didasarkan hak cipta
intelektual. Indonesia harus membayar spesial fee untuk transfer
teknologi tersebut dan kedua negara belum mencapai kata sepakat.
Kerjasama Pertahanan Indonesia – China
Hubungan pertahanan antar kedua negara semakin kuat sejak ditandatanganinya kesepahaman bersama (MoU) antara Kementerian Pertahanan dengan Badan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Pertahanan Negara (SASTIND) China, 22 Maret 2011 di Jakarta. Kerjasama terus ditingkatkan dengan digelarnya Pertemuan Kerjasama Industri Pertahanan (DICM) di Jakarta ,24-25 Juli 2012 dan dilanjutkan dengan pertemuan di Beijing pada 19-20 Agustus 2013 ini.
Pertemuan di Beijing ini telah membuka jalan bagi peningkatan
kerjasama pertahanan antara Indonesia dan China, termasuk
penandatanganan Letter of Intent untuk pembuatan bersama rudal
anti-kapal C-705, antara Kementerian Pertahanan Indonesia dan SASTIND.
Proses manufaktur untuk rudal C-705 akan melibatkan empat tahap.
“Kami belum setuju pada tahap mana transfer teknologi akan dilakukan.
Namun, kedua pihak telah sepakat bahwa proses transfer teknologi harus
dilaksanakan secepatnya dalam pembuatan rudal tersebut”, ujar Direktur
Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Pos M Hutabarat.
Kerjasama Rudal C-705
Proses transfer teknologi rudal C-705 akan dimulai dengan perakitan Rudal secara semi knock down oleh PT DI dengan rentang waktu sekitar 2- 3 tahun, dalam artian sebagian besar modul roket didatangkan dari China.
Tahap kedua mulai melakukan perakitan Completed Knock Down oleh PT DI.
Pada tahap ini komponen-komponen rudal dikirim secara terurai dan
diharapkan mulai terjadi transfer teknologi secara nyata, terutama
tentang guidance dari peluru kendali, karena Indonesia pun telah
memiliki kemampuan membuat airframe serta propelan rudal.
Jika tahapan itu dilampaui dengan mulus maka pada tahapan ketiga,
Indonesia diharapkan sudah bisa mulai memproduksi rudal C-705 secara
mandiri dan dilanjutkan dengan ke tahap riset and development, untuk
pengembangan rudal.
Ditargetkan Indonesia mampu membuat rudal secara
mandiri dalam rentang waktu 5 hingga 10 tahun, tergantung kemampuan
teknisi Indonesia dalam mengembangkan teknologi rudal tersebut.
Kerjasama pembuatan Rudal C-705 teknologi digital dengan Lembaga SASTIND
China ini, akan melibatkan PT DI, PT Pindad dan PT LEN.
Sumber : JKGR
Rudal nuklir dong
BalasHapusNah mending ini lebih dahsyat dan tak perlu biaya perawatan besar nantinya. Perang sekarang perang jarak jauh, klo perang jarak dekat atau konvensional itu biaya besar dan waktu lebih lama. Sekarang serba drone, serba rudal atau roket, alat konvensional paling pake pesawat tempur yg sering dipake. ....
BalasHapusLeopard dibangga2in Belanda dan Jerman saja pengguna yg sudah lama sibuk menjual karena perawatan dan operasionalnya tinggi. dari ratusan yg dimiliki cm beberapa yg aktif sisanya disimpan digudang dan disewakan. masih mending beli pesawat tempur buat jaga2 pelanggaran udara....
BalasHapusjer basuki mowo beo,klu pengen bagus(pinter)harus dgn biasa,klupun pihak cina minta uang fee,kasih aja dech,ilmu itu jauuuuuuuh lebih berharga drpd uang,ini mending cina mau ngejualnya(minta fee untuk tot) yg lain juga boro mo ngejualnya,jd segeralah didealkan agar para teknisi kita segera bs belajar dan mengembangkan rudal sendiri asli made in indonesia,
BalasHapuspemerintah indonesia harus nya bersikap rasional.. kalo masalah fee itu wajar aja lah.. masa mau barang gratis ya mana ada.. pesawat yg udah bekas aja di jual apalagi ini rudal beserta tekhnologi nya...
BalasHapusCHINA DAN INDIA BUTUH WAKTU BERPULUH-PULUH TAHUN DAN BIAYA TRILIUNAN DOLAR UNTUK MEMBANGUN RUDAL NASIONAL KARENA KEGAGALAN BERATUS2 KALI PASTI TELAH DIRASAKAN DAN DINIKMATI OLEH MEREKA... TAPI LIHAT HASILNYA, RUUDAL NASIONAL MEREKA SANGAT MEMATIKANNNN...
BalasHapusJADI INDONESIA BERPIKIRLAH YANG MATANGGG, UNTUK MASALAH BIAYA HARUS DIKESAMPINGKAN YANG PENTING ILMU TEKNOLOGI RUDALNYA HARUS DIPELAJARI TAHAP DEMI TAHAP SEPERTI YANG DIKATAKAN CHINA, KARENA RUDAL BUKAN ALUTSISTA BIASA YANG BISA DIBANGUN SECARA INSTAN, SETIAP MODUL PUNYA RANCANGANNYA MASING2 YANG SALING BERKAITAN SATU SAMA LAIN....
KITA TAHU ORANG CHINA MEMANG PELIT, TAPI KITA HARUS SADAR KARENA ILMU ITU MEMANG TIDAK MURAH... TAPI CHINA JUGA PUNYA SOLIDARITAS, MAJUNYA INDONESIA JUGA MAJUNYA EKONOMI CHINA KELAK...
kenapa ngotot ke china, teknologie Rudal ada nya kan di German, USA, Rusia, coba bicara baik2 dengan pihak German kalau perlu pak Habibie diminta sebagai juru bicara mendekati Pemerintah German untuk membuka sekolah rudal di indonesia walau dengan persyaratan harus membeli rudal German atau Rusia dan USA asal dapat ToT. please mereka cerdik kalo punya orang jiplak abis punya sedikit mau jual nya mahal setinggi langit, gas kita mereka beli harga termurah didunia Zaman Megawati.
BalasHapus