DEN HAAG-(IDB) : Hari Rabu (14/12), Parlemen Belanda menyetujui mosi penolakan rencana penjualan tank kepada Indonesia. Rencana penjualan sejumlah tank Leopard oleh Kementerian Pertahanan ditolak Parlemen Belanda karena Belanda tidak ingin terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia. Demikian laparan Radio Nederland, kemarin.
Mayoritas anggota parlemen menyetujui mosi yang diajukan Partai Kiri Hijau (GroenLinks). Hanya partai CDA (Kristen Demokrat) dan VVD (Liberal Konservatif) yang menentang penolakan ini. Pengaju mosi, Arjan El Fassed, mengatakan, track record Indonesia berperan kuat dalam pengambilan keputusan ini.
"Keputusan penolakan berkaitan erat dengan track record Indonesia. Kita tahu mereka telah memorakporandakan Aceh, Timor Timur. Baru-baru ini juga terjadi kerusuhan di Papua," ujar El Fassed.
Menurut anggota parlemen dari GroenLinks ini, penjualan tank kepada Indonesia berisiko besar terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Tank kemungkinan besar bisa dipergunakan untuk menghabisi para demonstran.
"Kami di Eropa sudah menyepakati kriteria penjualan senjata dan alat-alat perang. Menjaga HAM adalah salah satu kriteria. Kami tidak ingin berpartisipasi jika kami merasa bahwa ada kemungkinan penyimpangan hak asasi manusia. Melihat situasi Indonesia saat ini, bagaimana mereka melecehkan hak asasi manusia, menurut kami sangatlah tidak bijaksana untuk menjual tank kepada Indonesia."
Akhir November lalu, Menteri Pertahanan Belanda Hans Hillen mengatakan kepada parlemen, Pemerintah Indonesia berminat membeli sejumlah tank Leopard Belanda. Kementerian Pertahanan Belanda berniat menjual 60 tank Leopard lamanya kepada Indonesia sebagai bagian dari langkah penghematan drastis.
Menurut parlemen, penjualan alat utama sistem persenjataan (alusista), dalam hal ini tank, harus memenuhi kriteria internasional: penghormatan hak asasi manusia, patuhnya negara calon pembeli pada kewajiban internasional, serta pada kondusifnya situasi politik dan kondisi keamanan negara.
Pengamat militer Indonesia, Dr Salim Said, menyatakan sangat terkejut dengan keputusan yang dikeluarkan Parlemen Belanda. Dia menyatakan baru mengetahui minggu ini rencana TNI membeli tank buatan Jerman itu dari Pemerintah Belanda.
"Saya pikir tidak ada masalah. Tetapi, ketika saya dengar Tweede Kamer (parlemen) Belanda menolak, nah ini berita yang mengejutkan. Lebih lagi, saya merasa hubungan kedua negara baik-baik saja. Menurut saya, selama ini tentara Indonesia sudah bereformasi. Para pemimpinnya juga sudah generasi muda. Ini, kan, sudah lebih dari sepuluh tahun," kata Salim Said kepada Radio Nederland.
Penolakan, menurut Salim Said, bisa berakibat kurang sedap bagi hubungan kedua negara. Apalagi, menurut dia, beberapa waktu lalu Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono sampai harus membatalkan kunjungannya ke Belanda.
"Pasti akan berdampak. Apalagi di tengah situasi Papua yang lagi menghangat. Banyak kecurigaan di Indonesia bahwa ada elemen-elemen Belanda yang masih bermain di Papua sana yang mempersulit Indonesia dan pembatalan kunjungan SBY kemarin. Saya tidak terlalu tahu seberapa jauh dampak itu. Mudah-mudahan tidak terlalu jauh."
Lebih jauh, Salim Said mengomentari penolakan parlemen atas dasar situasi politik dan keamanan Indonesia yang tidak kondusif sebagai "hal yang ajaib". "Indonesia aman-aman saja," ujarnya.
Ekor Papua
Salim Said tidak setuju jika alasan pelanggaran HAM di Indonesia menjadi alasan penolakan penjualan tank. Itu masa lalu. Kalaupun sekarang ada, tidak lagi seserius masa lalu karena tentara sudah tidak terlibat.
"Bahwa ada pergolakan, ada demonstrasi tiap hari di berbagai kota, itu, kan, ciri khas dari sebuah demokrasi. Di Belanda pun sering terjadi begitu. Lagian, semua urusan demonstrasi adalah urusan kepolisian. Militer sudah menarik diri dari semua urusan keamanan dalam negeri dan dari campur tangan politik."
Menurut dia, ada kemungkinan informasi yang didapatkan Pemerintah Belanda tidak akurat. Memang benar saat ini terjadi pergolakan di Papua, tetapi ini seharusnya dilihat sebagai campur tangan Belanda.
"Sejak KMB (Konferensi Meja Bundar), Belanda selalu campur tangan terhadap integrasi Papua ke Indonesia. Ekornya sampai sekarang."
Sebanyak 60 tank ingin dibeli Indonesia dari Belanda. Perlukah sebanyak itu? Ya, menurut Salim. "TNI lemah sekali persenjataannya. Lama sekali tidak dilakukan pembelian. Ini tujuannya untuk upgrade, pembaruan. Kita tidak agresif, kita menjaga negeri kita. Demikian Salim Said kepada Radio Nederland.
Mayoritas anggota parlemen menyetujui mosi yang diajukan Partai Kiri Hijau (GroenLinks). Hanya partai CDA (Kristen Demokrat) dan VVD (Liberal Konservatif) yang menentang penolakan ini. Pengaju mosi, Arjan El Fassed, mengatakan, track record Indonesia berperan kuat dalam pengambilan keputusan ini.
"Keputusan penolakan berkaitan erat dengan track record Indonesia. Kita tahu mereka telah memorakporandakan Aceh, Timor Timur. Baru-baru ini juga terjadi kerusuhan di Papua," ujar El Fassed.
Menurut anggota parlemen dari GroenLinks ini, penjualan tank kepada Indonesia berisiko besar terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Tank kemungkinan besar bisa dipergunakan untuk menghabisi para demonstran.
"Kami di Eropa sudah menyepakati kriteria penjualan senjata dan alat-alat perang. Menjaga HAM adalah salah satu kriteria. Kami tidak ingin berpartisipasi jika kami merasa bahwa ada kemungkinan penyimpangan hak asasi manusia. Melihat situasi Indonesia saat ini, bagaimana mereka melecehkan hak asasi manusia, menurut kami sangatlah tidak bijaksana untuk menjual tank kepada Indonesia."
Akhir November lalu, Menteri Pertahanan Belanda Hans Hillen mengatakan kepada parlemen, Pemerintah Indonesia berminat membeli sejumlah tank Leopard Belanda. Kementerian Pertahanan Belanda berniat menjual 60 tank Leopard lamanya kepada Indonesia sebagai bagian dari langkah penghematan drastis.
Menurut parlemen, penjualan alat utama sistem persenjataan (alusista), dalam hal ini tank, harus memenuhi kriteria internasional: penghormatan hak asasi manusia, patuhnya negara calon pembeli pada kewajiban internasional, serta pada kondusifnya situasi politik dan kondisi keamanan negara.
Pengamat militer Indonesia, Dr Salim Said, menyatakan sangat terkejut dengan keputusan yang dikeluarkan Parlemen Belanda. Dia menyatakan baru mengetahui minggu ini rencana TNI membeli tank buatan Jerman itu dari Pemerintah Belanda.
"Saya pikir tidak ada masalah. Tetapi, ketika saya dengar Tweede Kamer (parlemen) Belanda menolak, nah ini berita yang mengejutkan. Lebih lagi, saya merasa hubungan kedua negara baik-baik saja. Menurut saya, selama ini tentara Indonesia sudah bereformasi. Para pemimpinnya juga sudah generasi muda. Ini, kan, sudah lebih dari sepuluh tahun," kata Salim Said kepada Radio Nederland.
Penolakan, menurut Salim Said, bisa berakibat kurang sedap bagi hubungan kedua negara. Apalagi, menurut dia, beberapa waktu lalu Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono sampai harus membatalkan kunjungannya ke Belanda.
"Pasti akan berdampak. Apalagi di tengah situasi Papua yang lagi menghangat. Banyak kecurigaan di Indonesia bahwa ada elemen-elemen Belanda yang masih bermain di Papua sana yang mempersulit Indonesia dan pembatalan kunjungan SBY kemarin. Saya tidak terlalu tahu seberapa jauh dampak itu. Mudah-mudahan tidak terlalu jauh."
Lebih jauh, Salim Said mengomentari penolakan parlemen atas dasar situasi politik dan keamanan Indonesia yang tidak kondusif sebagai "hal yang ajaib". "Indonesia aman-aman saja," ujarnya.
Ekor Papua
Salim Said tidak setuju jika alasan pelanggaran HAM di Indonesia menjadi alasan penolakan penjualan tank. Itu masa lalu. Kalaupun sekarang ada, tidak lagi seserius masa lalu karena tentara sudah tidak terlibat.
"Bahwa ada pergolakan, ada demonstrasi tiap hari di berbagai kota, itu, kan, ciri khas dari sebuah demokrasi. Di Belanda pun sering terjadi begitu. Lagian, semua urusan demonstrasi adalah urusan kepolisian. Militer sudah menarik diri dari semua urusan keamanan dalam negeri dan dari campur tangan politik."
Menurut dia, ada kemungkinan informasi yang didapatkan Pemerintah Belanda tidak akurat. Memang benar saat ini terjadi pergolakan di Papua, tetapi ini seharusnya dilihat sebagai campur tangan Belanda.
"Sejak KMB (Konferensi Meja Bundar), Belanda selalu campur tangan terhadap integrasi Papua ke Indonesia. Ekornya sampai sekarang."
Sebanyak 60 tank ingin dibeli Indonesia dari Belanda. Perlukah sebanyak itu? Ya, menurut Salim. "TNI lemah sekali persenjataannya. Lama sekali tidak dilakukan pembelian. Ini tujuannya untuk upgrade, pembaruan. Kita tidak agresif, kita menjaga negeri kita. Demikian Salim Said kepada Radio Nederland.
Sumber : Kompas
0 komentar:
Posting Komentar