Pages

Jumat, Oktober 10, 2014

Basarnas Butuh 12 Heli Dan 3 Pesawat

Demi meningkatkan kecepatan penanggulangan kecelakaan/bencana, Basarnas butuh 12 helikopter dan tiga pesawat sayap tetap sekelas CN295. Enam heli BO-105 yang saat ini dimiliki akan dipensiunkan secara bertahap.

ANGKASA-(IDB) : Luasnya cakupan wilayah operasi dari Sabang hingga Merauke, menuntut Badan SAR Nasional (Basarnas) meningkatkan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kecelakaan maupun bencana di Tanah Air. Response time Basarnas (kecepatan pelaksanaan SAR dihitung sejak informasi kecelakaan/bencana didapat) dinilai masih terlalu lama akibat terkendala beberapa faktor.

Kepala Basarnas Marsdya TNI F.H.B Soelistyo menyatakan kepada Angkasa di kantornya bulan lalu, salah satu kendala yang amat dirasakan saat ini adalah kurangnya armada helikopter yang dapat bergerak cepat ke target-target SAR. Basarnas selama ini didukung enam heli Bolkow BO-105 dan itu pun penggunaannya sudah kurang efisien karena performanya sudah menurun. “Makanya tahun lalu kami dapat tambahan dua heli Dauphin AS 365N+,” ujarnya.

Rencana 2015, pembelian Dauphin akan dilanjutkan paling tidak tambah empat unit lagi sehingga menjadi enam. Selain itu Basarnas juga akan menambah enam helikopter dengan spesifikasi lebih tinggi dari Dauphin. “Untuk helikopter minimal kami butuh 12 unit, sambil secara bertahap memensiunkan BO-105,” papar Soelistyo. Enam heli berspesifikasi di atas Dauphin dibutuhkan terkait desain, kecepatan, endurans, dan kapasitas angkut yang lebih besar. Saat ini pihaknya sedang mencari heli yang cocok. “Yang kami taksir saat ini adalah AgustaWestland AW139,” jelasnya. Soal desain, heli yang dibutuhkan misalnya punya pijakan untuk melakukan water jumping.

Helikopter, kata Kabasarnas, perannya sebagai alut quick response. Dia bisa langsung ke sasaran melaksanakan operasi SAR dan membawa on scene commander atau komandan taktis. Helikopter juga bisa langsung digunakan sebagai moda evakuasi survivor sesuai kapasitas angkutnya. Dalam hal operasionalisasi Dauphin, Basarnas telah bekerja sama dengan Pusat Penerbangan Angkatan Laut (Puspenerbal). Sementara untuk heli sekelas AW139 rencananya Basarnas akan bekerja sama dengan TNI AU.

Pesawat Patroli

Selain helikopter, alut udara Basarnas dirasa perlu juga dilengkapi armada pesawat sayap tetap untuk patroli rutin. Pesawat ini sekaligus akan berfungsi sebagai Command Center saat operasi SAR berlangsung. Pesawat akan dilengkapi berbagai peralatan elektronik pendukung dan membawa SMC (SAR Mission Commander), semacam komandan lapangan atau koordinator operasi SAR. “Kalau di heli tadi ada komandan taktis, pelaksananya rescuer. Bisa juga dari kapal disesuaikan dengan kondisi. Nah, di pesawat sayap tetap ini ada komandan lapangan yang membawahi beberapa komandan taktis. Orangnya setingkat Kepala Kantor SAR atau yang ditunjuk,” ujar mantan Waasops KSAU dan Pangkohanudnas ini.



Sumber : Angkasa

Indonesia Korsel Segera Produksi Pesawat KF/IF-X

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan bahwa Indonesia dengan Korsel akan segera memproduksi pesawat tempur KF-X/IF-X yang merupakan pesawat tempur generasi 4,5 dengan kemampuan di atas F-16 dan Sukhoi.

"Sebelumnya kita sudah lakukan 'technology development phase' (TDP) yang di dalamnya ada transfer teknologi dan pembuatan prototipe, maka sekarang kita masuki 'engineering and manufacturing development phase' (EMD phase)," katanya di Surabaya, Senin.

Di sela penandatanganan "EMD Phase" yang disaksikan Dubes Korea untuk Indonesia, Cho Tae Young, itu ia menjelaskan tahap TDP sudah menghasilkan enam prototipe pesawat itu dengan satu prototipe di antaranya diserahkan Indonesia untuk dirancang di dalam negeri.

"Kita mau bekerja sama dengan Korsel, karena Korsel mau 'transfer technology' untuk pesawat KF-X/IF-X setara F-22 itu. Kalau negara maju mungkin sudah F-35, meski masih dalam tahap rencana, tapi negara maju tidak mau 'transfer technology'," ucapnya.

Namun, katanya, pesawat tempur KF-X/IF-X sudah cukup bagi Indonesia. "Bagi kita, pesawat tempur sekelas F-22 itu sudah cukup untuk menegakkan kedaulatan negara kita dan mengawasi teritorial kita. Lebih penting dari itu adalah kita bisa mandiri dalam alutsista," tukasnya.

Apalagi, katanya, Indonesia sudah membuktikan bahwa pihak Korsel mau melakukan alih teknologi itu, seperti saat kedua negara bekerja sama membuat empat kapal selam yakni dua kapal selam diproduksi di Korea dan dua kapal selam lagi di Indonesia.

Untuk EMD Phase, kedua pihak menyepakati "Project Agreement" (PA) yang ditandatangani oleh Dirjen Pothan Kemhan Dr Drs Timbul Siahaan MM dan Dirjen Aircraft Program DAPA (Defense Acquisition Program Administration) Brigadier General (Air Force) Jung, Kwan Sun. Penandatanganan PA disaksikan Menhan dan Dubes Korea serta Wamenhan RI Sjafrie Sjamsoeddin.

"PA itu berisi penunjukan industri di Korea yang menjadi kontraktor utama untuk bekerja sama dengan industri Indonesia (PT DI), lalu pembentukan Joint Program Management Office (JPMO) antara pemerintah Indonesia dan Korea Selatan yang akan membahas anggaran, pengawasan, dan pembagian tugas masing-masing," tuturnya.



Sumber : Antara

Pindad Gandeng FNSS Produksi Tank Sekelas Marder

JAKARTA-(IDB) : Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen senjata dan kendaraan tempur RI, PT Pindad (Persero) menggandeng FNSS Turki untuk mengebangkan medium tank sekelas Marder hingga Kobra.

Program ini merupakan salah rencana strategis pemerintah di dalam memproduksi alat utama sistem senjata (alutsista) di dalam negeri. Tahap awal, Pindad dan FNSS akan melakukan penandatanganan project agreement.

"Minggu depan ada perjanjian dengan FNSS. Ini project agreement," kata Direktur Produk Manufaktur Pindad Tri Hardjono di Subang Jawa Barat, Jumat (10/10/2014).

Kerjasama ini nantinya akan melahirkan purwarupa atau prototype medium tank. Nantinya kedua negara akan membuat purwarupa yakni 1 unit di Indonesia dan 1 unit di Turki. Setelah lahir purwarupa, proses selanjutnya adalah melakukan tahap pengujian dan sertifikasi.

Proses untuk menghasilkan purwarupa, pengujian hingga sertifikasi memakan waktu selama 3 tahun. Artinya produksi massal medium tank lokal baru dilakukan pada tahun 2017.

"Uangnya dari Kemenhan RI dan Turki," jelasnya.

Medium tank sendiri nantinya memiliki bobot antara 25 ton hingga 40 ton. Medium tank ini dilengkapi persenjataan model canon. Varian tank dengan persenjataan canon merupakan model tersulit di dalam produk tank.

"Medium tank tipe canon merupakan varian paling sulit. Secara SDM kaitan dengan ini maka kita kerjasama dengan pihak asing. Kita develop SDM dan kompetensi kita," sebutnya.

Selain menggandeng Turki, sebetulnya Pindad telah melahirkan prototype medium tank asli karya para insinyur dalam negeri. Ke depan hasil prototype tersebut akan disinergikan dengan program pengembangan medium tank bersama FNSS Turki.

"Nanti kita gabungkan," ujarnya



Sumber : Detik

Marder 1A3, Angkut Pasukan Lapis Baja TNI AD

SURABAYA-(IDB) : Sebanyak 28 unit Tank Marder sudah diterima TNI sejak awal September 2014.  Alat utama sistem persenjataan (alutsista) jenis tersebut digunakan Infanteri Mekanis TNI Angkatan Darat (AD).

Kendaraan tempur buatan Jerman ini dilengkapi senjata utama meriam kaliber kecil Rhein Metal MK20 RH 202 berkaliber 30 mm yang merupakan senjata otomatis dan bisa menggunakan berbagai jenis amunisi konfensional, termasuk penembus baja serta HE.

Sebagai tambahan peranti beladiri, Marder dilengkapi dengan tujuh pelontar granat kaliber 76 mm untuk melontarkan granat asap.

Tank Marder menggunakan mesin diesel MTU MB Ea-500 enam silinder berpendingin cair yang mampu menghasilkan 600 hp (tenaga kuda).

Pada varian awal Marder, mesin ini mampu memacu kendaraan hingga 75 km/jam di jalan mulus. Namun pada varian berikutnya, di mana sudah tedapat sejumlah modifikasi yang membuat berat kendaraan bertambah secara signifikan hingga mencapai sekitar 33,5 ton, sehingga kecepatan di jalan jalan raya menurun menjadi 65 km/jam.

Pada jarak tempuh 500 km, kendaraan tempur lapis baja ini hanya memerlukan sekali pengisisan bahan bakar. Kapasitas awak Tank Marder ini adalah 10 orang.



Sumber : Sindo

Eskalasi Ancaman Meningkat, TNI AL Harus Diperkuat

JAKARTA-(IDB) : Melihat realitas pembangunan pertahanan wilayah laut yang cenderung lambat ketimbang daratan menjadi sorotan tajam beberapa pengamat. Tidak ketinggalan pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas NH Kertopati, saat dihubungi JMOL beberapa waktu lalu.

“Seharusnya dari dulu sudah dilaksanakan pembangunan matra laut, tapi selama ini penguatan teritorial wilayah darat lebih cepat, seharusnya berjalan simultan dan linier,” ujar mantan anggota DPR RI Komisi I Fraksi Hanura itu.


Terakhir kali besarnya pembangunan matra laut pada era Bung Karno tahun 1960-an. Pasca itu, pembangunan matra laut tidak menjadi prioritas. Lebih lanjut, wanita yang akrab disapa Nuning tersebut menjelaskan, itu semua kembali lagi pada visi pertahanan dari kepala negara.


“Ya itu kan terkait dengan visi pertahanan negara kita, kan? Memang meski darat dan udara juga harus diperkuat sistem pertahanannya, tapi kita memerlukan suatu penguatan khusus di matra laut,” tutur Nuning.


Menurutnya, alasan itu diperkuat dengan kondisi geografis Indonesia yang memiliki 17.499 pulau. Terdapat 92 pulau terluar dan 12 pulau di antaranya merupakan pulau-pulau strategis yang tersebar di sepanjang perbatasan dengan negara tetangga, serta digunakan sebagai titik-titik batas terluar (base point) pengukuran batas wilayah NKRI dengan negara tetangga.


“Terkait dengan fungsi pertahanan dan keamanan negara, kedudukan pulau terluar merupakan beranda Nusantara yang harus terus dipantau dan diawasi,” ucapnya.


Harapan Pemerintahan Baru


Konsentrasi pembangunan matra laut pada pemerintahan Jokowi sangat terbuka lebar, mengingat pemerintahan ini memiliki konsep Poros Maritim Dunia.


“Ke depan, Pak Jokowi akan serius menangani masalah maritim, tentu hal-hal yang penting untuk mendukung programnya perlu kedepankan dan laksanakan,” tambahnya.


Menurut dosen Universitas Pertahanan ini, perlu ada konsentrasi khusus kepada TNI AL untuk pemerintahan ke depan mengingat eskalasi ancaman melalui zona jalur laut di prediksi meningkat.


“Eskalasi ancaman ke depan akan semakin meningkat, sehingga butuh penjagaan ketat terhadap keutuhan NKRI dengan cara memperkuat TNI AL,” pungkasnya.


Penguatan TNI AL agar menjadi berkelas dunia memiliki unsur-unsur, yaitu penguatan organisasi, SDM, teknologi, dan operasi, sehingga dalam pencapaian Renstra II tahun 2015-2019 nanti, pembangunan itu harus menjadi prioritas, sebagaimana sejalan dengan visi maritim pemerintah.



Sumber : JurnalMaritim

Menanti Alutsista Baru Produksi Dalam Negeri

JAKARTA-(IDB) : Presiden terpilih Joko-Widodo sedari awal selalu mengaku akan membangun industri pertahanan dalam negeri. Jokowi yakin industri pertahanan Indonesia mampu menciptakan alat utama persenjataan yang tak kalah dari negara lain. Tapi memang semuanya butuh proses, sekarang adalah saat tepat memulai proses tersebut.

Menurut Jokowi pembangunan industri pertahanan sudah digagas oleh Jusuf Kalla (JK) yakni dengan pembangunan panser Anoa.

"Soal Panser Anoa, tidak hanya Panser Anoa saja ke depan mungkin nanti ada Panser Banteng dan sebagainya, sehingga kita bisa buat pertahanan produksi sendiri," kata Jokowi beberapa waktu lalu.

Pengamat militer Lembaga Studi Pertahanan Indonesia, Rizal Darma Putra meminta Jokowi memilih menteri pertahanan yang punya komitmen kuat mengembangkan industri pertahanan dalam negeri.

"Ide besar itu harus dapat diimplementasikan pada industri pertahanan. Masalahnya Jokowi tidak mungkin memberi arahan secara mendetail, itu tergantung menteri pertahanannya dan direksi Pindad dan PT Pal sejauh mana memberi kontribusi," kata Rizal saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (3/10).

Rizal menyambut gagasan Jokowi terkait Indonesia menjadi poros maritim dunia bukan hanya fokus perbaikan angkatan laut. Namun, perbaikan itu menyeluruh dan sinergi dengan pembangunan kekuatan darat dan laut.

Menurut Rizal, Indonesia saat ini punya modal yang cukup kuat untuk membangun alat perangnya sendiri. Dia mengambil contoh PT Pindad yang sudah bisa memenuhi kebutuhan TNI soal senapan, pistol dan munisi.

Untuk level senapan serbu atau pun laras pendek cukup bagus. Kapasitas produksinya sudah sekala besar," kata Rizal.

Rizal menyatakan, alutsista Pindad pun telah go internasional. Alutsista dalam negeri tersebut mampu bersaing dengan hasil produksi negara maju.

"Ada beberapa (alutsista Pindad) dipakai untuk pasukan perdamaian internasional. Ada juga yang diekspor, ada beberapa, tidak kalah," terang dia.

Masih menurutnya, untuk menghasilkan alutsista berteknologi tinggi masih membutuhkan waktu lama. Hal itu disebabkan minimnya dukungan untuk peneliti dari pemerintah.

"Kita bisa prosuksi senapan serbu, laras pendek dan kendaraan angkut, untuk hight teknologi perlu waktu. Ini sebabnya periset dukungannya lemah, seperti kapal selam, belajar ke China tapi kembali ke sini fasilitas pengembangannya lemah seperti kehilangan posnya, pungkas dia.



Sumber : Merdeka

TNI AU Perkuat Alutsista dan Perang Informasi

JAKARTA-(IDB) : Selain memperkuat alutsista untuk meningkatkan kemampuan tempurnya, TNI AU melakukan penekanan pada penguasaan informasi yang jadi ujung tombak sebelum terjadi peperangan.

Penguasaan informasi menjadi penekanan pertama sebelum melaksanakan operasi militer perang (OMP). Bagaimana kita akan melakukan suatu penyerangan terhadap kekuatan musuh kalau tidak menguasai informasi mengenai seberapa besar kekuatan musuh dan apa yang akan dilakukan musuh terhadap kita. Asisten Operasi KSAU Marsda TNI Sudipo Handoyo menjabarkan hal tersebut kepada Angkasa di kantornya bulan lalu. Menurut Sudipo, upaya penguasaan berbagai macam informasi tengah dan harus dilakukan TNI AU. Untuk mencapai taraf ini, TNI AU harus melengkapi beragam perangkat perang informasi yang dibutuhkan.

Dalam melaksanakan kampanye perang udara, seperti telah dilakukan dalam format latihan gabungan, TNI AU telah mengedepankan faktor perang informasi. Informasi kekuatan musuh dikumpulkan sebanyak-banyaknya dan kemudian digunakan sebagai dasar melaksanakan strategi penyerangan. “Jangan sampai kita berniat mau melakukan pengeboman terhadap kekuatan musuh di suatu pangkalan, ternyata musuh telah memindahkan alutsista dan kekuatan tempurnya lebih dulu,” ujarnya mencontohkan.

Menghancurkan musuh di basis kekuatannya sendiri, seringkali dianggap sebagai suatu tindakan agresi. “Pemahaman kita yang salah, yang akhirnya melahirkan opini bahwa kalau kita menyerang musuh di luar wilayah NKRI maka kita dianggap menjadi negara agresor. Padahal itu bukan agresi, sejatinya ini merupakan bagian dari suatu operasi perang udara,” tandas mantan Komandan Seskoau ini.

TNI AU lanjut Sudipo, memiliki doktrin operasi udara strategis, yaitu menghancurkan musuh di negaranya. “Kalaupun musuh masih lolos juga masuk ke wilayah udara kita, maka kita lawan dengan operasi lawan udara ofensif. Di situ para penerbang tempur kita berjibaku menghadang mereka,” paparnya. Kekuatan musuh yang berhasil masuk, akan memungkinkan terjadinya peperangan di laut dan daratan. Hal ini yang sering diskenariokan dalam latihan gabungan, dimana musuh dari suatu negara berhasil masuk menguasai beberapa wilayah NKRI, dan baru setelah itu dihancurkan melalui suatu operasi gabungan.

Jet Tanker

Mengenai penambahan alutsista, Asops KSAU menjelaskan. Sesuai rencana strategis yang dituangkan dalam Minimum Essential Force (MEF) tahap I (2009-2014), TNI AU saat ini tengah menunggu beberapa pesawat yang sudah dibeli namun belum datang semua. Di antaranya F-16C/D 52ID yang akan lengkap datang 24 unit tahun depan. Pesawat ini akan mengisi Skadron Udara 16 di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru dan sebagian lagi mengisi Skadron Udara 3, Lanud Iswahjudi, Magetan. Fasilitas Skadron Udara 16 saat ini sudah lengkap, mulai dari shelter, hanggar, perkantoran hingga perumahan dinas. (Pada saat artikel ini diturunkan, Skadron Udara 16 rencananya akan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhir September 2014).

Selain Skadron Udara 16, TNI AU akan membangun Skadron Udara 33 di Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar. Skadron ini akan diisi pesawat C-130H yang merupakan hibah dan beli dengan harga murah dari Australia. TNI AU juga akan membentuk Skadron Udara 27 di Lanud Halim Perdanakusuma untuk pesawat CN295 yang menggantikan Fokker 27. Saat ini tujuh CN295 dari PT DI sudah diserahkan kepada TNI AU dan akan terus ditambah hingga menjadi 16 unit. Sementara Skadron Udara 2 yang saat ini menaungi CN295, tetap akan mengoperasikan CN235.



Berikut tambahan dari edisi cetak Angkasa

1. Skadron 9 di Kalijati : EC 725 Cougar
2. Skadron 18 di Manado : pesawat intai taktis (CN-235/CN-295)
3. Pesawat Grob tambah 6 unit lagi dari 18 menjadi 24 pesawat
4. Target radar ada 32, sekarang baru terpenuhi 23 unit

Pembentukan Lanud baru : Sambas/Kalbar, Sorong/Manokwari

Rencana pembelian jet tanker : opsi 1= KC-767 dari AS, opsi 2= Il-78 dari Rusia

 Renstra TNI-AU 2009-2024 :

★ 11 skadron tempur
★ 6 skadron angkut
★ 2 skadron VIP/VVIP
★ 2 skadron intai
★ 4 skadron helikopter
★ 2 skadron latih
★ 2 skadron UAV

Di rubrik Fokus disebutkan bahwa Apache akan menggantikan BO-105 yang akan dipensiunkan bertahap. Penerbad nantinya punya 8 Apache, 28 Bell-412EP, 12 Mi-17V, 5 Mi-35P, 14 BO-105, 8 Bell 205, 12 Fennec, 7 Hughes-300 dan 5 NC-212.

Sedang dikaji pembelian Chinook, Blackhawk, dan CN-295.

Penerbad akan bentuk skadron baru di Timika, Papua dan Tanjungredep, Kaltim.



Sumber : Angkasa

Kunjungan Ke KRI Bung Tomo 357

Trio MLRF with Sigma (photo: Ari / Jakartagreater.com) SURABAYA-(IDB) : Pertama kali menginjakan kaki di geladak KRI TOM-357, kami disambut oleh petugas jaga piket yang ramah dan mempersilahkan JKGR untuk melihat lihat isi KRI TOM didampingi seorang Prajurit Laut yang menemani JKGR.

Sore itu suasana udara Surabaya masih terasa panas dan kami sempat melirik papan pengumuman di pos jaga yang menyatakan Komandan Kapal sedang tidak berada di dalam kapal alias keluar.


JKGR tak menyia-nyiakan waktu untuk bisa memfoto kelengkapan KRI TOM dan Arsenalnya. Beberapa senjata memang dalam kondisi ditutupi dengan terpal (casing), sehingga kami tidak jadi mengabadikannya karena akan terasa kurang menarik. Sebagai gantinya kami abadikan senjata 3 matra KRI TOM yang multirole yaitu anti permukaan, anti udara dan anti bawah permukaan (kapal selam), dan juga radar radarnya, beserta hal unik yang ada di KRI TOM.


Kami sempat berpikir kenapa launcher Exocet blok 2 cuma terpasang dua dari 4 bracket penyangga yang tersedia, sedangkan kami juga tidak mendapatkan keterangan tentang type Launcher dan Torpedo yang terpasang di geladak KRI TOM.



imagePuas berphoto ria terdengar Oemroep yang mengatakan bahwa Komandan Kapal sedang memasuki Kapal dan ada harapan untuk bertemu Kolonel Laut Yayan Sofyan, ST. Setelah sempat menunggu, kami sapa Pak Yayan saat keluar dari Anjungan, ngobrol sebentar dan foto bersama. Kami dipersilahkan memasuki anjungan yang ternyata udaranya dingin karena ber-AC dan kami ngobrol lepas.


Perwira Menengah lulusan AAL angkatan 39 thn 1993 ini adalah Perwira yang mudah bergaul, tegas dan juga ramah. Beliau mempersilahkan kami wawancara walaupun tidak ada janji sebelumnya.


Kolonel Yayan sempat bingung Jakarta Greater itu media apa dan di mana. Setelah kami jelaskan dan dibantu oleh staffnya, beliau mengerti dan terus melanjutkan wawancara. Saya sempat tersenyum dalam hati mengingat warjager sempat mengasumsikan bahwa Kolonel Yayan Sofyan adalah salah satu sesepuh Warjag yaitu Bung Yayan Supriatna. Realitanya beliau tidak tahu Jakarta Greater.


Kami sampaikan ke Kolonel Yayan bahwa dia begitu terkenal di media kami dan kami adalah salah satu media yang tahu duluan mengenai kepastian mengakuisisi MLRF ini dari Sumber Kemenhan.


Kolonel Yayan menceritahkan pengalamananyya membawa KRI ini dari Inggris sampai ke tanah air dan yang saya tanyakan apa yang paling berkesan saat berlayar mengawaki KRI TOM. Beliau menjawab semuanya berkesan. Mantan Komandan Satkor Koarmatim dan juga Mantan Komandan Kapal jenis SIGMA KRI Frans Kaisepo 368 ini meneruskan wawancara.


 Kolonel Laut Yayan Sofyan, ST (photo: Ari / Jakartagreater.com)Routee Pelayaram KRI TOM dimulai dengan Kapal meninggalkan pelabuhan dermaga Portland (Inggris) setelah menjalani Sea Demonstrations di area Royal Navy Exercise Perairan Glasgow, Inggris dan membuat pemberhentian dan berkunjung di Malaga (Spanyol). Dari Malaga, KRI Bung Tomo melanjutkan perjalanan ke Civitavecchia (Italia), Port Said (Mesir), Jeddah (Saudi Arabia), Salalah (Oman), Cochin (India), dan Jakarta untuk mengakhiri perjalanan mereka di Surabaya.


Saat kunjungan Ke Malaga diadakan acara ramah tamah di geladak KRI Bung Tomo 357 yang juga dihadiri Komandan Angkatan Laut Kerajaan Spanyol di Malaga, Kol (L), José Luis García Velo termasuk menjalankan Misi Diplomatik. Saat di Spanyol, Kolonel Sofyan menyampaikan pidatinya dengan berbahasa Spanyol.


JKGR sempat bertanya, lebih canggih mana KRI TOM dan KRI jenis Sigma ?. Kolonel Yayan memberikan jawaban klise tidak mau membandingkan karena beliau juga mantan Komandan Kapal Sigma.


Beliau hanya menjelaskan bahwa MRLF ini canggih karena semua sistem pengoperasiannya sudah computerized dan juga bisa dioperasikan secara manual.


Pak bagaimana bila sebagai satuan pemukul Tiga MLRF kelas bung Tomo bersanding dengan empat Sigma class di gugusan terdepan ?. Beliau menjawab kekuatannya akan sangat dahsyat dikarenakan terintegrasinya CMS ke tujuh KRI tersebut, apalagi bila nanti PKR 10514 sudah jadi.


Kolonel ijinkan kami bertanya lagi, tentang senjata yang masih dibingungkan oleh teman teman di Warjag. Sebenarnya yang digendong ini masih Exocet Blok 2 atau blok 3 ? dan VLS nya masih memakai Seawolf atau sudah diganti dengan MICA ?. Kolonel Yayan tersenyum dengan berondongan pertanyaan kami yang menggebu dan terkesan penasaran banget. Beliau berkata untuk saat ini KRI TOM memang membawa semua yang ada dari Inggris berupa Exocet blok 2 dan VLS nya masih memakai Sea Wolf. Kami kejar terus, kapan Seawolf mau diganti, dikerjakan dimana dan oleh siapa ?. Lagi lagi Kolonel yang ramah ini tersenyum dan memberikan jawaban, dia sebagai user tidak tahu kapan akan diganti dan akan diganti dengan apa.


Vertical Launcher System KRI Bung TOM “Kami serahkan keputusan pada pimpinan dan Kemenhan. Bagi kami Prajurit adalah selalu siap menjalankan tugas dan bersyukur sudah diberi alutsista yang mumpuni dan diberi kepercayaaan oleh bapak Pimpinan untuk Mengawaki MRLF ini”, ujar Kolonel Yayan.


Beliau berterimakasih kepada KSAL Laksamana Marsetio yang sudah memberikan kepercayaan dan mandat untuk Mengawaki KRI TOM dan juga kepercayaan bagi rekan seangkatan Kolonel lulusan AAL Angkatan 39 thn 1993 yang juga mengawaki KRI Usman harun dan KRI John Lie. Penerima Adi Makayasa Lulusan Akabri Laut/AAL atau Lulusan Terbaik AAL thn 1993 adalah Komandan Kapal KRI Usman Harun.


JKGR melirik jam tangan dan melihat waktu kunjungan yang sudah mepet karena sudah dipesan petugas, jam 5 Sore harus sudah meninggalkan Zona terlarang ini. Sebenarnya masih belum tuntas apa yang ingin kami ketahui tentang KRI TOM yang sangat membanggakan kami sebagai rakyat.



KRI Bung Tomo - 357 bersandar di Koarmatim, Demaga Ujung, Surabaya, Jawa Timur 9/10/2014 (photo: Ari / JakartaGreater.com)Kami berpamitan kepada Kolonel Yayan Sofyan dan beliau berjanji akan membaca JKGR. Stafnya juga diperintahkan untuk mengecek media ini. Kami sebenarnya masih ingin mewancarai beliau dan juga Komandan KRI John Lie, KRI Usman Harun dan Komandan KRI lainnya. mungkin nanti dikesempatan yang lain.

Terimakasih Kolonel Laut Yayan Sofyan ST yang mau menerima kami dan meluangkan waktu untuk wawancara. Terimakasih KSAL dan Pangarmatim untuk Open Ship 8 Oktober 2014. Terimakasih Pak Satrio yang mengoreksi dan membimbing reportase ini.

 
Kita sudah sering melihat KRI Bung Tomo 357 buatan Inggris ini, namun belum tahu seperti apa isi KRI ini dan juga persenjataannya. Ari, biro JKGR Surabaya, akan mengajak warjags untuk melihat lihat isi dari kapal perang TNI AL yang baru ini.
 2 x triple BAE Systems 324mm torpedo tubes untuk menghancurkan sasaran di atas maupun di bawah air. (Ari Jkgr Biro Surabaya)

16 VLS untuk meluncurkan MBDA (BAE Systems) Sea Wolf surface-to-air missile. (Ari Jkgr Biro Surabaya).

2 x 4 Quad untuk meluncurkan 8 misil MBDA (Aerospatiale) Exocet MM40 Block II. (Photo: Ari Jkgr Biro Surabaya).

 Oto Melara 76mm gun.

 BAE Systems Insyte AWS-9 3D E- and F-band air and surface radar.

image
 BAE Systems Insyte AWS-9 3D E- and F-band air and surface radar.

 2 x MSI Defence DS 30B REMSIG 30mm guns

 Pintu masuk anjungan

Meja Piket jaga

 Ultra Electronics/Radamec Series 2500 electro-optic weapons director.

Ari JKGR Surabaya bersama Kolonel Yayan

image




















Sumber : JKGR

KSAL : Indonesia Mampu Jadi Poros Maritim Dunia

JAKARTA-(IDB) : VISI maritim presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) dapat diwujudkan jika memiliki Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang kuat, dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Pemahaman kemaritiman menjadi kebutuhan mutlak bagi bangsa Indonesia dalam rangka mendukung pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. 

Sebab, masih banyak potensi sumberdaya alam di laut yang belum dikelola. "Wilayah negara yang disebut NKRI adalah sebuah negara yang berciri nusantara, perlu segera memiliki paradigma baru Indonesia yang berorientasi kemaritiman. "Sebagai tentara kita patuh dan tunduk terhadap arah kebijakan negara. Apapun arah kebijakan negara secara geopolitik dan geostrategi kita dukung penuh," ujar Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksmana TNI Marsetio saat membuka Seminar Maritim Nasional bertemakan Menerjemahkan Gagasan Poros Maritim di Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Kamis (9/10).

Menurut Marsetio, peran TNI, terutama Angkatan Laut (AL) sangat penting dalam menjaga kawasan laut Indonesia, terutama dalam menjaga pulau-pulau strategis yang berbatasan laut dengan 10 negara tetangga. Diantaranya, India, Thailand, Malaysia, Brunai Darussalam, Vietnam, Singapura, Timor Leste, Piliphina, dan Australia. Bahkan, Indonesia dapat menjadi poros maritim dunia dengan satu syarat yakni mewujudkan laut sebagai pemersatu bangsa, bukan sebagai pemisah. "Untuk mewujudkan semua itu dibutuhkan political will, action plan, dan budget policy yang didukung oleh semua komponen bangsa. Baik di legislatif, eksekutif, dan yudikatif," ucapnya.

Supaya hal itu tercapai, kata Marsetio, pemerintah harus mampu mewujudkan arus distribusi komoditas ekonomi ke seluruh pelosok tanah air sebagai upaya pemerataan pembangunan dengan menerapkan azas cabotage. Hal itu juga untuk melindungi kedaulatan negara dan perwujudan wawasan nusantara serta memberikan kesempatan berusaha seluas-luasnya bagi perusahaan angkutan laut nasional dalam memperoleh pangsa muatan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia, dan diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia. "Disamping itu pemerintah juga harus mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan pertambangan serta energi terbarukan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat," ujarnya.

Dia menambahkan, pembenahan pelabuhan laut berstandar internasional utamanya di ALKI agar alur kedatangan dan keberangkatan kapal berjalan lancar, menjadi kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi pemerintah. Artinya, alur, fasilitas labuh, gudang, bekal ulang, transportasi, keamanan di pelabuhan, kecepatan pengurusan dokumen eksport - import sudah dilakukan dengan cepat. "Disamping kita harus mewujudkan injasmar/shipyard dengan memberdayakan industri perkapalan dalam negeri yang modern," kata Marsetio.

Semua itu belum dapat terwujud secara sempurna, tutur Marsetio, jika Indonesia belum memiliki kekuatan AL handal dan disegani di kawasan. Antara lain membangun alutsista yang memiliki keunggulan dari pada negara tetangga untuk menjaga kewibawaan atau deterence effect, mewujudkan AL yang menjadi inisiator dalam berbagai kegiatan negara-negara maritim kawasan, antara lain pertemuan para Kepala Staf Angkatan Laut atau Asian Navy Chief Metting, International Maritime Security Symposium, Multilateral Exercise Komodo serta Jakarta International Defence Dialogue. "Sebagai negara yang cinta damai, kita juga harus selalu siap untuk berperang," katanya.

Sementara itu, Praktisi Kemaritiman, Capten Radial Huda menegaskan, untuk mewujudkan negara maritim kuat dibutuhkan kapal-kapal berbendera Indonesia yang menguasai lautan Indonesia. Ia mengingatkan bahwa laut tidak ada pemiliknya. Pemilik laut adalah pemilik kapal. "Kalau tidak memiliki kapal berbendera Indonesia, negara ini hanya memiliki laut di atas peta imajiner," katanya.

Menurut Radial, negara belum hadir di laut Indonesia karena tiga golongan kapal yang diperbolehkan berada di laut tidak terpenuhi. Pertama, golongan kapal perang. Kedua, golongan kapal dagang dan nelayan. Ketiga, golongan kapal keselamatan. "Kenyataanya kapal dagang dan nelayan di Indonesia sangat sedikit. Sedangkan kapal keselamatan sama sekali tidak ada. Yang ada hanya kapal milik KKP, Polair, Dishub," kata dia. 


Untuk Wujudkan Poros Maritim, PDIP Janji Tingkatkan Anggaran TNI  

Untuk Wujudkan Poros Maritim, PDIP Janji Tingkatkan Anggaran TNI Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Aryo Bimo janjikan peningkatan anggaran bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebesar 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) guna memperkuat pertahanan negara. Pernyataan itu diutarakannya dalam Seminar Maritim Nasional bertemakan Menerjemahkan Gagasan Poros Maritim di Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Kamis (9/10). - Foto : Iskandar Hadji/Jurnal Nasional

ANGGOTA Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Aryo Bimo menegaskan untuk mewujudkan Poros Maritim pihaknya akan mendorong pemerintahan Jokowi-JK meningkatkan anggaran bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebesar 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) guna memperkuat pertahanan negara. Selain itu ia juga berjanji Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK) bakal meningkatkan kesejahteraan prajurit, meningkatkan alutsista, dan diverifikasi sumber sistem senjata. "Semua itu dilakukan untuk memperkuat pertahanan negara dari gangguan pihak asing dan negara tetangga. Jokowi-JK ingin benar-benar melindungi masyarakat Indonesia," katanya dalam Seminar Maritim Nasional bertemakan Menerjemahkan Gagasan Poros Maritim di Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Kamis (9/10).

Selain itu, menurut Aryo, perwujudan keamanan nasional dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai nasionalisme. Sebab, penjajahan tidak lagi dilakukan melalui aneksasi atau dengan senjata. Melainkan masuk lewat ekonomi dan kebudayaan. Bahkan, penjajahan telah menembus ruang Senayan melalui pasal-pasal yang tertuang di Undang-undang (UU) dan peraturan lainnya. "Kita harus dapat menjaga itu semua melalui peningkatan nasionalisme kita. Jangan sampai nilai-nilai kita tergadai oleh kepentingan VOC," kata dia.

Aryo mengaku pernah mengalami pengalaman buruk saat kunjungan kerja ke Malaysia. Dimana, kata dia, masyarakat Malaysia seolah-olah melihat anggota parlemen dari Indonesia dengan sebelah mata. Bahkan, disamakan dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di negara mereka. "Itu bisa terjadi karena kekuatan negara tidak hadir saat TKI dianiaya, dilecehkan, dan jadi korban pemerkosaan. Makanya kita dianggap rendah oleh mereka. Makanya, kita harus memperkuat pertahanan kita agar wibawa kita kembali meningkat," kata dia.

Direktur Berdingkari Institut itu menambahkan, Jokowi-JK akan terus berupaya membangun perekonomian dan peningkatan kualitas manusia Indonesia melalui pelbagai macam program pro rakyat melalui sembilan poin perjuangan, yakni nawacita. "Di bahwa kepemimpinan Jokowi-JK Indonesia akan kembali merajai kawasan," kata Aryo.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas, Dedy Irawan, menyambut baik kosa kata maritim kembali dipergunakan. Hal itu menunjukan bagaimana bangsa Indonesia menghargai laut. Namun, ia tidak setuju jika Jokowi-JK membentuk Badan Maritim karena akan membuat anggaran menggelembung. "Tidak perlu Badan Maritim, cukup Kementerian Maritim yang memiliki kewenangan lebih besar," ucapnya.



Sumber : Jurnas

Jokowi : Poros Maritim Dunia, Tol Laut, Dan "Si Vis Pacem Para Bellum"

JAKARTA-(IDB) : Prinsip Si Vis Pacem Para Bellum yang diadopsi dari Bahasa Latin memiliki pemahaman bahwa ‘Jika menginginkan perdamaian, maka harus siap perang’. Prinsip yang ditelurkan oleh Flavius Vegetius Renatus ini sepertinya harus benar-benar dipahami oleh pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla mendatang, jika ingin menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia.

Namun, sebelum melangkah lebih jauh bagaimana cara untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritime dunia, sejumlah pihak mengingatkan untuk mengenal konstelasi geopolitik Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara, negara kepulauan dengan jumlah 17.499 pulau.

Dua samudera dua benua mengapit Indonesia yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia serta Benua Asia dan Benua Australia. Adapun, luas perairan Indonesia mencapai 5,9 juta kilometer persegi dengan panjang garis pantai 81 ribu kilometer. Luas perairan itu meliputi perairan kepulauan, laut territorial dan zona economic eksklusive (ZEE).

Lalu, bagaimana korelasi antara poros maritim dunia ala Jokowi dengan prinsip tersebut? Apakah Indonesia harus siap berperang dengan negara lain? Sementara kunci utama dari sebuah peperangan adalah kekuatan ekonomi sebuah negara untuk membangun alutsista pertahanan mereka.

Kondisi Geopolitik

Pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundini Bakrie mengatakan, kawasan perairan Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan penting dalam poros maritim dunia. Hal itu dilihat dari kompetensi jalur laut yang dimiliki negara-negara di kawasan tersebut.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki 39 selat yang memiliki keterkaitan dengan selat lain di kawasan Asia. Dari jumlah tersebut, kata dia, ada sejumlah selat yang dianggap sebagai lokasi strategis jalur pelayaran.

“Dengan kepemilikan selat yang banyak, dan beberapa sangat startegi maka kita jadi barometer kawasan dan kunci stabilitas kawasan, kunci stabilitator kawasan,” kata Connie saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk ‘Mewujudkan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia: Dari Negara Kepulauan Menuju Negara Maritim’, di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Kamis (8/10/2014) kemarin.

Secara terpisah, Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana TNI Marsetio mengatakan, Indonesia memiliki empat dari sembilan choke point yang ada di dunia. Choke point merupakan istilah di dunia militer yang mengacu pada kondisi geografis suatu wilayah yang harus dilalui dengan cara mengurangi kekuatan. Empat choke point yang dimaksud di sini adalah Selat Malaka, Selat Makassar, Selat Sunda dan Selat Lombok. Keempat selat itu sering dijadikan sebagai jalur pelayaran internasional.

Dalam Piagam Hukum Laut PBB (United Nation Convention on the Law of the Sea-UNCLOS), harus dipahami bahwa prinsip negara kepulauan yang dianut Indonesia, memiliki konsekuensi besar terhadap sistem pertahanan yang harus dibangun.

Penetrasi Tiongkok Dan Pembangunan Pangkalan Militer AS

Dalam seminar bertajuk "Menerjemahkan Gagasan Poros Maritim" di Universitas Nasional, Jakarta, Kamis (9/10/2014), Marsetio menekankan, TNI berperan penting dalam bertugas menjaga wilayah perbatasan Indonesia. Pasalnya, di wilayah itu kerap terjadi konflik antar negara.

Indonesia memiliki persoalan tapal batas dengan sepuluh negara yang berada di sekitarnya, yaitu Malaysia, Timor-Timur, Singapura, Thailand, Papua Nugini, Australia, Filipina, Brunei Darussalam, Kamboja, dan Tiongkok. Dari sepuluh negara itu, baru dengan Singapura persoalan tapal batas itu selesai.

“Indonesia memiliki kondisi geopolitik, geostrategi dan demografi yang cukup dan juga SDA. Kenapa potensi konflik kita terletak pada masalah perbatasan, karena disana terletak SDA kita yang belum dikelola secara utuh,” kata Marsetio.

Persoalannya adalah selain berada di kawasan Asia Tenggara, Indonesia juga berada di tengah-tengah US Pacific Development. Amerika Serikat kini memiliki sejumlah pangkalan militer yang terletak di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, seperti di Jepang, Korea Selatan dan Singapura.

Connie mengatakan, melihat upaya pembangunan itu, Tiongkok tak akan tinggal diam. Sejak tahun 2010, Tiongkok telah memulai pembangunan ekonomi dan militer berbasis maritim. Connie memprediksi, penguasaan Tiongkok atas wilayah laut akan semakin meningkat pada tahun 2050 yang akan datang.

“Pertanyaaanya mau dibawa kemana itu semua, sebab semua akan lewat perairan indonesia. Kita tidak bisa melarang tapi batasan-batasan itu bisa dilindungi,” kata Connie.

Sebagai negara regulator, Indonesia memiliki hak untuk mengatur lalu lintas pelayaran yang ada di wilayahnya. Hal itu sesuai dengan peraturan yang terdapat di dalam UNCLOS tersebut. Selain itu, Indonesia juga berhak melakukan pencegahan, pengaturan, pengendalian pencemaran, minyak dan bahan beracun.

Connie pun mengingatkan, bahwa Indonesia termasuk dalam negara yang wilayah lautannya masih sehat jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki luas lautan yang sama. Sehingga, Indonesia memerlukan Angkatan Laut dan Angkatan Udara yang kuat untuk menjaga keutuhan kedaulatan wilayah negaranya.

Poros Maritim Dunia Dan Tol Laut

Politisi PDI Perjuangan Aria Bima mengingatkan, pasangan Jokowi-JK memiliki sembilan agenda prioritas atau yang lebih dikenal dengan sebutan Nawa Cita. Adapun poin pertama di dalam Nawa Cita itu adalah Jokowi-JK ingin menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara.

“Perlindungan itu melalui politik luar negeri bebas aktif, kemananan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim,” kata dia saat diskusi di Universitas Nasional, Jakarta, Kamis.

Poin pertama Nawa Cita itu sepertinya menjadi trigger konsep poros maritim dunia yang ingin dibangun Jokowi-JK mendatang. Di samping, penekanan terhadap Tri Matra yang mengacu pada pembangunan ketiga angkatan yang terdapat di dalam TNI, yaitu Angkatan Laut, Angkatan Darat dan Angkatan Udara.

Dalam beberapa kesempatan, Jokowi menyatakan bahwa untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, salah satu upaya yang dapat dilakukan yakni dengan membangun kebijakan Tol Laut.

Pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwana mengatakan, bukan perkara mudah mengalihkan paradigma masyarakat Indonesia dari darat dan udara sentris ke laut.

Ia mengatakan, pemerintahan yang akan datang perlu menyiapkan sebuah road map panjang untuk mengubah paradigma masyarakat. Di samping itu, diperlukan juga sebuah kementerian koordiantor yang bertugas untuk mengeksekusi road map serta merencanakan anggaran sesuai dengan target yang hendak dicapai.

“Menjadikan Indonesia sebagai poros maritime dunia memerlukan anggaran yang besar. Sebetulnya ada banyak yang harus dibenahi dan disiapkan. Tidak cukup pembangunan poros maritime dunia dalam waktu singkat,” kata dia, dalam seminar di Lemhanas.

Hikmahanto menenkankan, pentingnya pembangunan infrastruktur serta pondasi keamanan Tol Laut. Pemerintah, kata dia, juga perlu memperhatikan pembangunan armada perang laut terutama untuk melindungi jalur pelayaran Tol Laut itu serta nelayan Indonesia.

Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Eddy K. Logam mengungkapkan, untuk membangun negara maritim yang kuat, maka diperlukan industri pelayaran dan galangan kapal yang kuat pula. Namun, ia melihat, bahwa industri galangan kapal dalam negeri masih menghadapi problem klasik yang cukup rumit.

Ia mengatakan, pertumbuhan kapal yang dibeli oleh perusahaan pelayaran Indonesia mencapai delapan ribu unit. Dari jumlah tersebut, hanya 10 persen saja yang dibeli dari industri galangan kapal dalam negeri. Para pemilik industri pelayaran kerap mengeluhkan besarnya biaya yang harus mereka keluarkan jika ingin membeli kapal produk dalam negeri, meski secara mutu dan kualitas sama dengan produk luar negeri.

"Padahal galangan dalam negeri bisa bangun galangan berkualitas jika semua itu ditiadakan. Kami minta Menkeu membebaskan pajak. Jika itu diwujudkan berapa devisa yang diselamatkan, sebab kita impor kapal hingga triliunan rupiah," kata dia.

Sementara itu, Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto meminta agar Jokowi membahas secara mendalam konsep Tol Laut itu. Ia mengingatkan, jangan sampai program andalan Jokowi itu justru akan tumpang tindih dengan program yang sudah ada.

"Tol Laut yang dimaksud apa? Pemerintah sebelumnya juga sudah melakukan short sea shipping," ujarnya.,

Selain itu, ia meminta agar Jokowi konsisten dengan apa yang dijanjikan. Menurut dia, beberapa waktu lalu Jokowi pernah menyatakan ingin membangun industri galangan kapal yang mampu membuat kapal berkapasitas 3.000 twenty-foot equivalent unit (TEUs). Belakangan, Jokowi justru menganulir pernyataannya dan berencana membangun perusahaan galangan kapal berkapasitas 1.500 TEUs.

“Padahal di dalam negeri sudah ada industri yang bisa membuat kapal berkapasitas 1.700 TEUs,” kata Carmelita.



Sumber : Kompas

Wamenhan : Tidak Ada Wacana Timor Leste Kembali Gabung

SURABAYA-(IDB) : Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sjafrie Sjamsoeddin membantah pemberitaan terkait pernyataan Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao yang ingin kembali bergabung dengan NKRI. Sjafrie mengatakan, Xanana tidak pernah menyatakan ingin kembali bergabung. Selain itu, Indonesia menghormati kedaulatan Timor Leste sebagai negara.


Karena itu, Ia berharap isu tak berdasar itu tidak dibesar-besarkan karena bisa menggangu hubungan baik kedua negara. "Saya ingin mengarisbawahi bahwa wacana yang disebutkan dalam tagline itu, tidak ada," kata Sjafrie kepada wartawan Kamis (9/10).


Sjafrie yang mengaku selalu berada bersama Xanana ini saat di Indonesia, tak sekalipun mendengar pernyataan Xanana tersebut. Bahkan ketika Xanana diwawancarai sejumlah wartawan. Xanana berada di Indonesia dalam rangka memenuhi undangan TNI dalam peringatan HUT TNI di Surabaya, Senin (6/10) lalu.


Sjafrie merasa sangat perlu membantah pemberitaan yang dimuat sejumlah media online tersebut. Pasalnya, selama ini Indonesia telah mengakui kedaulatan Timor Leste. Soal kunjungan Xanana ke Indonesia, ia mengakui banyak diskusi intensif yang dilakukan. Namun hanya seputar peningkatan kerjasama di bidang pertahanan dan militer.


Apalagi selama ini, Kementerian Pertahanan dan TNI telah punya rencana melakukan program kerjasama peningkatan kapasitas organisasi dari mulai perwira, bintara hinga tamtama tentara Timor Leste.


Sjafrie berharap isu tersebut tidak dibesar-besarkan lagi dan lebih baik semua berfikir ke depan. Terlebih dalam waktu dekat Xanana akan menerima penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia.


Ia khawatir, isu ini akan dimanfaatkan pihak yang tak bertanggungjawab sehingga bisa mengganggu hubungan baik Indonesia dengan Timur Leste. Padahal rekonsiliasi kedua negara pasca konflik, menjadi acuan global mengenai perdamaian dunia. "Jangan sampai hubungan yang kita bangun ini terganggu dengan wacana yang tidak ada landasannya,” ujar Sjafrie.


Berita dimuat oleh beberapa laman berita online yang mewawancarai Xanana. Dalam berita tersebut dinyatakan bahwa Xanana mengatakan ingin kembali bergabung dengan NKRI.


Ada dugaan, kekeliruan terdapat pada kesalahan penulis saat menerjemahkan bahasa inggris yang diucapkan Xanana. Penulis berita mengartikan kata “We Won't” (kami tidak akan) dan mengira Xanana mengucapkan kata “We Want” (kami ingin).



Sumber : Jurnas

Berita Foto : Kontingen Garuda Juara Menembak Unifil

LEBANON-(IDB) : Kontingen Garuda TNI berhasil menyapu bersih semua nomor yang dipertandingkan dalam kejuaraan menembak UNIFIL.

Kontingen Garuda TNI berfoto bersama dengan medali dan piala usai hasil menjuarai seluruh materi lomba menembak antar Kontingen Negara peserta UNIFIL (United Nation Interim Force In Lebanon) di lapangan tembak Ebel El Saqi Sektor Timur Lebanon, Rabu (8/10). Dalam lomba yang diselenggarakan oleh India Batt (India Battalion) beberapa waktu lalu ini diikuti oleh berbagai negara peserta TCC (Troops Contribution Country). 

Kontingen Garuda TNI menurunkan tiga tim terbaiknya yang masing-masing diwakili oleh Satgas FHQSU (Force Head Quarter Support Unit), Satgas Indo FPC (Indonesia Force Protection Commpany) dan Satgas Indobatt (Indonesia Battalion). 

Kontingen Garuda TNI berpose sambil memperlihatkan medali kejuaraan menembak antar Kontingen Negara peserta UNIFIL yang berhasil diraih. 

Kontingen Garuda TNI saat pemberian medali di atas podium. 

Kontingen Garuda TNI berdiri di podium nomor satu saat menerima piala kejuaraan menembak UNIFIL. 

Dari seluruh kategori yang dilombakan, Kontingen Garuda TNI berhasil menyapu bersih semua nomor yang dipertandingkan yaitu The Best Shot Rifle diraih oleh Praka Wardono (Indo FPC) dan The Best Shot Pistol diraih oleh Sertu Setiawan (Indo FPC). 



Sumber : Merdeka

Cerita Di Balik Pertemuan Terakhir SBY Dengan TNI

SURABAYA-(IDB) : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menghadiri perayaan HUT TNI ke-69 di Surabaya, Selasa (7/10). SBY ditemani Ibu Negara Ani Yudhoyono.

Di hadapan pasukan dan para jenderal, SBY menyampaikan pidato rasa bangganya dengan berbagai kemajuan yang diraih TNI.

Di satu sisi, kehadiran SBY sebagai kepala negara di HUT TNI ini adalah kali terakhir. Sebab, akhir Oktober nanti masa jabatan presiden berakhir, dan digantikan Joko Widodo (Jokowi) sebagai pemenang pilpres.

Banyak cerita di balik pertemuan terakhir SBY dengan TNI di Surabaya kemarin. 


Berikut lengkapnya :

Makan Di Markas Raider 

Di sela peringatan HUT TNI ke 69 yang digelar di Surabaya, SBY ditemani Ibu Negara Ani Yudhoyono menyempatkan diri meninjau perumahan dan perkantoran prajurit TNI di Batalyon Infanteri 500/Raider, Surabaya.

Usai meninjau, Presiden SBY dan rombongan makan siang di kantin batalyon bersama para prajurit.

"Saya sama Ibu makan nasi lodeh, lauk pauknya tahu tempe ya," kata SBY sembari mengenang masa mudanya berbakti untuk TNI, Surabaya, Selasa (7/10).


Beri Semangat Prajurit TNI 

Presiden juga mengucapkan terima kasih kepada prajurit TNI seperti para prajurit penjaga perbatasan dan pulau-pulau kecil, para anggota keluarga yang mendukung, dan juga penjaga perdamaian TNI yang sedang bertugas di luar negeri.

"Sebagai panglima tertinggi TNI, saya mohon maaf apabila ada kebijakan yang belum bisa memuaskan para prajurit sekalian," 


Kerja Keras Untuk TNI

SBY mengutarakan harapannya agar TNI dapat terus meningkatkan kemampuan profesionalitas dan kesiapsiagaan di mana pun dan kapan pun, serta selalu menjaga kekompakan dan keutuhan serta kemanunggalan tni dengan rakyat demi kehormatan. bangsa dan negara.

"Sebagai panglima tertinggi TNI, saya mohon maaf apabila ada kebijakan yang belum bisa memuaskan para prajurit sekalian," katanya.

Presiden menegaskan bahwa pemerintah telah bekerja keras selama ini agar TNI bisa ditakuti lawan dan disegani kawan.


Banggakan Kekuatan TNI Saat Ini 

SBY mengatakan selama 5 tahun terakhir perkembangan TNI telah berjalan dengan baik, dan cukup membanggakan.

"Postur pertahanan kita makin kokoh. Kemampuan dan profesional makin meningkat. Kita wajib bersyukur pembangunan dan modernisasi berjalan dengan baik. 5 tahun kita fokuskan pada penggantian alutsista dan meningkatkan kekuatan baik, darat, laut, udara," ujar SBY di hadapan ribuan prajurit TNI, Selasa (7/10).

SBY mengaku, selama 10 tahun pemerintahannya kemampuan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) telah diperbaharui. Dia berharap, dengan adanya sistem persenjataan canggih tersebut, kekuatan TNI semakin disegani di dunia.



Sumber : Merdeka