Pages

Sabtu, Februari 16, 2013

Kunjungan Athan Singapura

JAKARTA-(IDB) : Kasau Marsdya TNI Ida Bagus Putu Dunia didampangi Waaspam Kasau Marsma TNI Yan Mangesa dan Sesdispenau Kolonel Sus M. Akbar Linggaprana, Jum’at (15/2) menerima kunjungan sekaligus perkenalan Atase Pertahanan (Athan) Singapura Kolonel Lawrence Teh Yew Kiat di Mabesau, Jakarta.

Kerjasama militer Indonesia dan Singapura telah berlangsung lebih dari 26 tahun, dan khususnya latihan bersama antara Angkatan Udara dengan sandi Elang Indopura yang dilakukan terakhir kali di selatan dan utara Sumbawa pada November 2012 melibatkan sekitar 200 prajurit baik dari TNI AU maupun Singapura, termasuk pesawat tempur F-5 dan Hawk 100/200.
Kedua belah pihak bersepakat untuk terus melakukan dan meningkatkan latihan bersama yang bersifat strategis tersebut untuk menjaga kepentingan ekonomi, keamanan, dan politik kedua negara dengan prinsip saling menguntungkan sebagai satu kesatuan kekuatan di Asean.

Pada kesempatan pertemuan tersebut, Kolonel Ten Yew Kiat yang pernah menjadi perwira siswa Seskoad dan lulusan Lemhanas 2012 ini menyatakan keinginannya untuk tetap dapat mendukung kepentingan TNI AU seperti halnya kerjasama penyiapan simulator F-5 untuk skadron udara sesuai rencana yang telah diprogramkan.

Pada hari yang sama Kasau juga menerima kunjungan Athan Kamboja, Brigjen Yourath Mathseth. Kedua belah pihak bersepakat untuk meningkatkan hubungan kerjasama dan komunikasi antara kedua Angkatan Udara. Pada kesempatan tersebut, Kasau didampingi oleh Aspam Kasau Marsda TNI Kuswantoro, Sesdispenau Kolonel Sus M. Akbar Linggaprana, dan Koorsmin Kasau Kolonel Pnb Imran Baidirus.

  




Sumber : Okezone


TNI AU Laksanakan Latihan Operasi Tameng Petir Dan Latihan Cakra

TARAKAN-(IDB) : Prajurit TNI AU melaksanakan rangkaian kegiatan latihan dalam Operasi Tameng Petir dan Latihan Cakra di Pangkalan Udara Tarakan, Jumat (15/2).

Dalam latihan diskenariokan pelaksanaan force Down oleh satu flight Hawk 109/209 terhadap pesawat asing yang melintas di wilayah udara NKRI yang disimulasikan pesawat Boeing 737 dari Skadron 5 Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar.Radar 225 Mamburungan mendeteksi adanya pesawat asing melintas tanpa ijin masuk wilayah Indonesia.

Pesawat asing itu kemudian dilaporkan kepada Komando atas. Tidak berselang lama Komando atas memerintahkan untuk mengidentifikasi jenis pesawat dan tujuan memasuki wilayah Indonesia.Dengan sigap pilot pesawat tempur Hawk melaksanakan take off menuju sasaran. Sempat melakukan komunikasi dengan crew pesawat asing agar segera keluar (pengusiran) meninggalkan wilayah Indonesia.

Namun crew pesawat tanpa ijin ini tidak mengindahkan peringatan yang di berikan. Dengan terpaksa pesawat asing diminta untuk mendarat di Pangkalan TNI AU Tarakan. Setelah mendarat, pasukan yang telah bersiap di appron langsung melakukan pemeriksaan dan pengamanan terhadap crew untuk diinterogasi.

“Latihan simulasi force down ini untuk menjaga kesiapan TNI AU khususnya Lanud Tarakan dalam menghadapi force down yang sesunggunhnya. Pelaksanaan force down seperti ini tidak mustahil terjadi di Tarakan. Semoga dengan latihan seperti dapat meminimalisir pelanggaran wilayah udara khususnya di daerah perbatasan,” kata Komandan Lanud Tarakan, Letkol Pnb Bambang Juniar D di sela-sela latihan seperti dilansir dalam siaran pers Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Dispenau) yang diterima Jurnal Nasional, Jumat (15/2).

Selama kurang lebih seminggu ini, langit kota Tarakan diwarnai dengan atraksi pesawat tempur Hawk 109/209 dari Skadron 1 Pontianak dalam rangka Operasi Tameng Petir dan Latihan Cakra. Pemandangan ini menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat Kota Tarakan.




Sumber : Jurnas

Indonesia Australia Jajaki Kerja Sama Pendidikan Geosmery

JAKARTA-(IDB) : Indonesia dan Australia melalui masing - masing angkatan udaranya sedang menjajaki kemungkinan kerja sama pendidikan bidang geospasial dan imagery (Geosmery). "Adanya rencana ini yang secara rinci akan dibicarakan lebih lanjut pada kesempatan Airman To Airman Talk tahun 2013," ujar Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Marsdya TNI Ida Bagus Putu Dunia di Mabesau, Jakarta, Kamis (14/2).
Penjajakan kerja sama Geosmery terungkap saat KSAU menerima kunjungan kehormatan Atase Pertahanan Udara (Athanud) Australia Group, Captain Sean Unwind dan asistennya Markus Bangley di Mabesau Jakarta.

Dalam pertemuan itu, KSAU didampingi Aspam KSAU Marsda TNI Kuswantoro, Sekretaris Dinas Penerangan TNI AU (Sesdispenau) Kolonel (Sus) M. Akbar Linggaprana dan Korsmin KSAU Kolonel (Pnb) Imran Baidirus.

Rencana kerjasama pendidikan bidang Geosmery diharapkan kedua angkatan udara bisa terwujud. Selama ini, kerjasama TNI AU dengan Angkatan Udara Australia (Royal Australian Air Force/RAAF) sudah terjalin lama dan harmonis dalam bidang pendidikan dan latihan.

Latihan bersama yang pernah digelar TNI AU dan RAAF, diantaranya latihan Albatros Ausindo, Latma Pitch Black dan Latma Rajawali Ausindo yang dilaksanakan setiap tahun dengan melibatkan pesawat - pesawat tempur dari skadron masing - masing angkatan udara.

Sedangkan, Latma Elang Ausindo dilaksanakan setiap dua tahun sekali. "Meski dilakukan dua tahun sekali kita berharap subtansi dan kualitas latihan tersebut tetap terjaga," harap KSAU.

Dalam aspek pertahanan, Unwin yang pernah menjadi perwira siswa Seskoau tahun 2006 tersebut, mengakui pengaruh Indonesia di Asia Tenggara cukup besar. Ia mengharapkan menjalin kerja sama pertahanan dengan Indonesia, maka stabilitas disekitar Australia tetap terpelihara.

Kedua negara menyadari akan adanya manfaat hubungan dan kerjasama TNI AU dan RAAF sehingga sepakat untuk senantiasa meningkatkan kerjasama, baik secara kedinasan maupun personel.

Dalam kesempatan itu, Sean Unwin juga meminta ijin untuk rencana mengunjungi pangkalan udara di Indonesia, khususnya ke skadron udara terkait dengan adanya rencana penyelenggaraan seminar tentang operasi udara, operasi gabungan serta geospasial dan imagery khususnya bagi para penerbang di skadron udara. Sedangkan waktu dan tempat akan ditentukan kemudian.

Terkait rencana hibah dan transfarmasi pesawat jenis angkut Hercules C-130 yang akan dihibahkan pemerintah Australia kepada Indonesia, Sean Unwin menyatakan, kesiapannya untuk memperkuat armada udara TNI AU yang rencananya akan masuk pada akhir Mei 2013.

Secara terpisah, Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) dan Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) sepakat melakukan kerjasama pertukaran informasi dan pemanfaatan data operasi penerbangan sipil.

Penandatanganan MoU itu ditandatangani oleh Panglima Kohanudnas, Marsda TNI FHB. Soelistyo dengan Dirut LPPNPI di ruang pertemuan Mulawarman Ditjen Hubud, Jakarta, baru-baru ini.




Sumber : SuaraKarya

Akankah Helikopter Apache Diganti Battlehawk...???

Apache AH 64D Longbow
Apache AH 64D Longbow
JKGR-(IDB) : Pernyataan KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo bahwa  TNI AD akan membeli 20 helikopter  UH-60 Black Hawk, menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat. Apakah rencana pembelian  8  helikopter serang  AH 64 (AH= Attack Helicopter) Apache ditukar dengan 20  Helikopter UH-60 (UH= Utility Helicopter) Back Hawk  ?

Jika  mendengarkan penjelasan KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo di Mabesad beberapa waktu lalu, penggantian Apache dengan Black Hawk agaknya jauh dari kenyataan, walau bukan mustahil.  Menurut KSAD, jika dana tidak  mencukupi maka pembelian Apache AH 64 dialihkan ke Super Cobra AH-1W atau Black Hawk UH-60 yang dipersenjatai.

Namun KSAD memberikan catatan, pada intinya TNI AD menginginkan Apache dan akan memperjuangkannya di Komisi 1 DPR. Alasannya adalah military balance di kawasan. Lebih dari itu KSAD juga memegang prinsip, lebih baik memiliki sedikit senjata tapi mematikan daripada banyak namun loyo.  TNI AD menginginkan persenjataan terbaik di kelasnya.  Hal ini baru rencana di Angkatan Darat. Namun gayung bersambut, Menteri Luar Negeri AS kala itu Hilary Clinton menyampaikan rencana pembelian 8 Apache AH-64D Longbow blok 3 oleh Indonesia ke Kongres AS dan disetujui.

Tiba-tiba Selasa 12 Februari 2013 Juru Bicara Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal Bambang Hartawan mengatakan, rencana pembelian helikopter Black Hawk menjadi alternatif jika negosiasi harga heli Apache menemui jalan buntu. Yang membingungkan adalah mengapa jika heli serang Apache gagal didapat, alternatifnya jatuh ke heli angkut Black Hawk UH-60 ?.

Kendala Helikopter Serang
 
ah-64-apache-indonesia1.jpg
Banyak militer di dunia memang menginginkan helikopter serang seperti Apache AH 64, namun harga dan pemeliharaan yang  mahal membuat mereka menjadi berpikir ulang.  

Sementara medan pertempuran tidak selalu masif yang harus menghancurkan ratusan tank dalam waktu bersamaan.  Teknologi juga terus berkembang. 

Akibatnya munculah pertanyaan, apakah helikopter serang ringan atau multirole tidak bisa menangani situasi seperti itu, karena helikopter serbu ringan  atau multi role memiliki harga dan biaya operasional yang lebih murah.

Ditambah lagi, semua helikopter membutuhkan biaya pemeliharaan yang mahal karena terkait dengan rebuild engine dan rotor secara berkala, maka akan efektif  bila membeli  satu tipe helikopter. Biasanya, pilihan jatuh ke helikopter serbu ringan atau multi-role.

Metamorfosa Heli Serang Ringan

AH-1Z viper
AH-1Z Viper
Selain Apache AH 64, Amerika Serikat juga memiliki heli serang AH-1Z Viper, namun cikal bakalnya berasal dari helikopter angkut pasukan UH-1 Huey.  Pada tahun 1967 Angkatan Darat AS mengembangkan helikopter serang ringan dengan mengadopsi turboshaft engine, transmisi dan sistem rotor dari UH-1 Huey.  Helikopter serang ringan  single engine yang diberinama AH 1G dan banyak terlibat dalam operasi militer di Vietnam.

Bell UH-1 Iroquois (Huey)
Bell UH-1 Iroquois (Huey)
Marinir AS tertarik dengan AH-1G namun meminta performanya ditingkatkan karena helikopter single engine dianggap berbahaya untuk operasi di laut. 

Tahun 1968 munculah varian baru dengan twin engine yang diberinama AH 1J Sea Cobra. Senjatanya pun dimodernisasi dengan senjata mesin gatling 3 dan 6 laras (M-61 Vulcan).

Helikopter ini terus dikembangkan hingga pada tahun 1980 muncul AH 1T dilengkapi sistem kontrol penembakan rudal AIM-9 Sidewinder dan  AGM-114 Hellfire. 

Heli ini terus dimodifikasi dengan membuat baling baling komposit dengan sistem rotor yang baru dan diberinama AH 1W Super Cobra.  Helikopter dengan 4 baling baling komposit ini mampu menekan kebisingan dan tidak cepat rusak.

AH 1W Super Cobra
AH 1W Super Cobra
Angkatan Darat AS juga meningkatkan performa heli angkut pasukan UH 1 Huey tersebut dengan membangun UH 60 Black Hawk  Sikorsky dengan spesifikasi:  empat baling-baling, twine engine, daya angkut lebih besar dan menjadi helikopter serbaguna.

Sementara di jajaran helikopter Serang, Angkatan Darat AS mengembangkan Apache AH 64.
Pada pertengahan tahun 1990-an, keinginan Marinir untuk mendapatkan helikopter Apache  versi marine ditolak oleh pemerintah AS karena disain AH 64 versi Marinir akan sangat mahal dan penggunanya pun hanya Marinir AS. Akibatnya pada tahun 1996 korps Marinir AS memutuskan untuk meningkatkan performa  AH-1W Super Cobra menjadi AH-1Z Viper. 

 Helikopter AH-1Z Viper memiliki dua wing stub yang di-redisign menjadi lebih panjang agar dapat mengangkut senjata lebih banyak yakni:  rudal   AIM-9 Sidewinder.  2 unit Hydra rocket pods 70 mm atau  AGM-114 Hellfire quad missile launcher.  Radar Longbow pun bisa dipasang di wing tip station.

AH IZ Viper
AH IZ Viper
Angkatan Darat AS juga terus memodernisasi UH 60 Black Hawk sehingga bisa mengangkut roket hydra 70 atau 16 Hellfire II Anti tank serta dilengkapi dengan senjata mesin M240G 7,62. Sistem avionik dan elektroniknya juga ditingkatkan, namun AS tetap saja memberlakukan UH 60 sebagai helikopter taktis pengangkut pasukan. Persenjataan yang dibawa lebih untuk pertahanan diri.

UH 60 Black Hawk
UH 60 Black Hawk
Dari sejarahnya itu maka tidak heran bentuk dasar AH-1Z  memiliki kesamaan dengan UH-60 Black Hawk. 

Lain halnya dengan helikopter Serbu AH 64 Longbow yang lahir merujuk kepada teknologi helikopter Comanche  RAH 66 yang sudah digitalisasi tahun 1990-an, sehingga bentuknya pun mengalami perubahan radikal.

Melihat sejarahnya tersebut, AH 1Z Viper dengan segala model upgrade-nya masih di bawah generasi  Apache AH 64 D. Apache memiliki airframe yang telah matang (sempurna). Sementara AH 1Z Viper  kemungkinan menjadi varian terakhir dari keluarga helikopter Huey setelah 40 tahun mengudara dan masa produksinya akan berakhir tahun 2030. Sementara AH 64 Apache yang muncul di tahun 1990-an masih memiliki masa hidup yang panjang, begitu pula dengan perkembangan sistem elektronik dan senjatanya.

Untuk urusan persenjataan, Super Cobra AH 1Z  Viper mampu mengangkat seluruh persenjataan yang dimiliki oleh Apache,  namun tetap saja lemah di bidang proteksi. Apache mampu menahan tembakan beruntun dari anti-aircraft guns  kaliber 23 mm, sementara AH-1Z Viper tidak bisa. AH 1 Z yang terus dikembangkan juga masih memiliki banyak bugs antara lain terkait: getaran dan handeling karena basic air framenya teknologi tua.

Dari  kondisi tersebut tergambar teknologi Apache AH 64 lebih unggul dari AH-1Z Viper.  Helikopter AH 1Z Viper atau AH 1 W Super Cobra menjadi alternatif karena biaya operasinya lebih murah. Perawatannya pun tidak sesulit Apache dan bisa ditangani oleh negera pembeli.

Misi Helikopter 

Apache biasanya digunakan Amerika Serikat untuk operasi khusus, operasi pembuka serangan serta deep attack. Sementara AH-1Z Viper  atau AH 1W Super Cobra untuk operasi pertempuran reguler maupun kawal pasukan di darat.  Namun persoalannya helikopter ini akan berhenti berproduksi 17 tahun lagi.

Bagaimana dengan Helikopter Serba Guna UH-60 Black Hawk (S-70 versi eksport) ?. Tentu helikopter ini tidak bisa dibandingkan dengan Apache maupun AH 1Z Viper, karena peruntukanya memang berbeda.  Namun teknologi terus berkembang dan para produsen helikopter tidak pernah kehilangan akal. Kini Sirkorsky telah melengkapi UH 60 Black Hawk  dengan kemampuan reconnaissance maupun serbu dan diberinama S-70 Battlehawk.

S-70 Battlehawk
S-70 Battlehawk

S-70 Battlehawk
S-70 Battlehawk
S-70 Battlehawk muncul menjembatani keinginan user untuk memiliki helikopter serang namun biaya dan perawatan yang murah dan bisa digunakan untuk berbagai misi.

S-70 Battlehawk
S-70 Battlehawk
Persenjataan  S-70 Battlehawk:

50 caliber machine guns , 7.62 caliber machine guns , 7/12/ 19 pod 70 mm rocket launchers, Air-to-ground laser missile system provisions,  Helmet-mounted sight, Internal Auxiliary Fuel (200/400 gallon capacity),  External Gun Mounting System, External Stores Weapon System.

Rencana pembelian Apache AH-64 digantikan dengan S-70 Battlehawk  akan sempurna jika gap antara Apache dan Battlehawk, ditutupi dengan pembelian unmanned combat air vehicle (UCAV) di kemudian hari. 





Sumber : JKGR

Analisis : Mengurai Java Centris

ANALISIS-(IDB) : Kunjungan KSAD ke markas Kodam I Bukit Barisan di Medan tanggal  13 Februari 2013 untuk melihat kesiapan operasional tentara dan alutsistanya disana tentu memberikan spirit bagi prajurit TNI AD.  Spirit itu akan semakin bertambah lagi jika melihat rencana menempatkan sejumlah  alutsista baru di wilayah itu, misalnya helikopter serang, rudal arhanud jarak pendek dan sedang termasuk panser Anoa.  Kita tentu menyanbut gembira karena Sumatera meski tidak berbatasan darat langsung dengan jiran sebelah namun perkuatan alutsista TNI AD perlu disetarakan dan berkemampuan sengat lebah.

Penempatan 100  MBT Leopard di dua batalyon pada dua divisi Kostrad di Jawa bisa diterima sebagai perkuatan jantung Indonesia.  Namun pengadaan MBT tahap berikutnya pada MEF tahap II periode 2015-2019 diharapkan tidak lagi ditumpuk di jantung Indonesia itu.  Sangat pantas distribusi prioritasnya  ada di bumi Kalimantan karena wilayah ini berbatasan darat langsung dengan Malaysia.  Kehadiran MBT di Kalimantan diyakini akan memberikan efek gentar bagi negara sebelah kulon dan lor yang selama ini meremehkan kekuatan militer Indonesia.
Menuju negara maju, militer pun harus setara dengan nilai NKRI dimata dunia
Sebenarnya TNI AU sudah duluan menyebar skuadron tempurnya di luar Jawa.  2 skuadron Hawk 100/200 sudah mengambil tempat di Pekanbaru dan Pontianak lebih dari 1 dekade yang lalu.  Demikian juga dengan skuadron Sukhoi, justru tidak di Jawa melainkan diletakkan pas banget di tengah-tengah Indonesia, Makassar.  TNI AU juga sudah memastikan jika 24 jet tempur F16 setara blok 52 datang, 16 biji ditempatkan di Pekanbaru dan sisanya memperkuat skuadron Madiun yang sudah dihuni 10 F16 lawas.  Jet blok 15 yang dimiliki TNI AU sejak tahun 1989 ini akan di upgrade juga untuk menyeimbangkan teknologi avioniknya dengan adik kelasnya yang mau datang.

Pemekaran armada tempur TNI AL menjadi 3 armada tempur adalah bagian dari upaya mengurai alutsista java centris.  Selama ini pangkalan armada di Surabaya adalah segala-galanya. Dua pertiga KRI dimarkaskan disini termasuk pangkalan kapal selam, pusat perbaikan dan pemeliharaan. Dengan menyerahkan sejumlah KRI untuk dijelajahkan di ruang lautan NKRI sebelah timur yang luas, dipangkalkan di Sorong sebagai pusat armada Timur, akan memberikan ruang kendali keamanan laut yang efektif dengan jarak logistik tidak terlalu panjang di wilayah itu.

Dalam MEF kedua nanti, diharapkan kekuatan armada KRI bisa mencapai minimal 180-190 KRI termasuk 5-7 kapal selam.  Nah, alokasi untuk armada Timur yang berpusat di Sorong bisa dibagi dan mendapat jatah KRI di kisaran 40-50 kapal perang berbagai jenis. Fasilitas perbaikan kapal perang juga bisa dilimpahkan ke Sorong atau Manokwari yang berdekatan.  Manokwari sudah punya Fasharkan TNI AL, tinggal dikembangkan saja.  Area pantau kawasan timur semakin tergenggam dengan kehadiran armada Timur yang kesiapan lantamalnya sudah ready for use seperti Kupang, Merauke, Ambon, Jayapura.

Untuk armada Barat pusat pangkalan belum bisa ditentukan.  Tanjung Pinang yang secara de facto sudah penjadi pangkalan utama armada Barat sangat berdekatan dengan Singapura.  Dari aspek hankam ini tidak ideal.  Jika nantinya sudah ada lokasi yang sesuai dengan analisis strategis TNI AL maka alokasi KRI untuk perairan dangkal ini tinggal menambah sejumlah KRI.  Saat ini armada barat sudah diperkuat dengan 30-40 KRI berbagai jenis termasuk satuan kapal cepat rudal (KCR). Idealnya dibutuhkan 30 KCR untuk mengawal perairan Natuna dan selat Malaka, sementara yang baru bisa dipenuhi saat ini 9 KCR.

Dalam waktu dekat diniscayakan  teknologi rudal surface to surface dan surface to air sudah dikuasai dan dimiliki oleh ilmuwan militer Indonesia.  Maka sudah tentu sebagian besar gelar peluncur rudal, radar dan operatornya ada di wilayah perbatasan yang nota bene di luar Jawa.  KSAD sudah mengisyaratkan akan ada penempatan batalyon roket / rudal di Kodam I Bukit Barisan termasuk gelar Helikpter serang di wilayah itu. Tentu ke depannya wilayah Kalimantan, Natuna, Riau, Sumut akan menjadi basis penempatan sejumlah rudal buatan anak negeri ini.  Dan ini pasti akan memberi kesan gahar.  Dengan kesan ini tentu negara-negara jahil tidak lagi meremehkan Indonesia.  Kekuatan militer itu diyakini menjadi kekuatan “iron dome” atau “tembok Cina” payung pelindung NKRI.  Dengan itu negara yang merasa “bermuka tembok” mulai tahu diri dan berkaca diri sehingga makin terlihat berwibawalah, bermartabatlah, berharkatlah wilayah teritori RI yang luas ini.  Bukan mau ngajak perang, tetapi sebagai benteng penguat teritori dari segala ancaman luar. 

Dengan militer yang kuat negara lain akan berhitung jika hendak mengganggu atau mengancam negara kita.  Dengan kata lain kekuatan persenjataan militer itu diyakini menjadi “sekat penghalang” untuk terjadinya perang.  Makanya alutsista militer kita minimal harus setara dengan negara tetangga, dan itu hukumnya wajib. Jika masih ada orang yang menganggap tidak perlu memperkuat alutsista TNI maka orang tersebut perlu diajak jalan-jalan melintasi perairan luas di tanah air ini lalu diinapkan seminggu saja di pulau terluar Indonesia.  Dijamin begitu pulang langsung sadar diri alias insyaf.

Penempatan alutsista TNI di seluruh Indonesia secara proporsional adalah bagian dari upaya menghapus jargon masuk dulu baru gebuk.  Secara bertahap kita akan mampu mengumandangkan slogan : mau coba masuk saya gebuk duluan.  Maka pembentukan Kogabwilhan merupakan upaya strategis yang harus didukung dalam rangka mengamankan seluruh teritori NKRI.  Kogabwilhan juga merupakan strategi pemerataan alutsista alias mengurai java centris. Kogabwilhan merupakan komando gabungan darat laut dan udara dari wilayah pertahanan Indonesia untuk merespons cepat setiap ancaman yang tak bisa diprediksi.  
 
 Meski begitu jangan dilupakan, Jawa merupakan jantung Indonesia.  Jadi memelihara dan merawat jantung juga sangat penting utamanya menjaga “serangan kolesterol” yang bisa mengakibatkan stroke.  Maka Jawa harus diperkuat dengan sejumlah rudal anti serangan udara jarak sedang, sejumlah jet tempur jelajah seperti Sukhoi dan rudal anti kapal berbasis di pantai selatan Jawa dan selat Sunda.  Siapa tahu serangan kolesterol itu berasal dari pantai selatan dan kita pasti sudah tahu siapa sih yang ada di selatan kita.
 
 
 
 
Sumber : Analisis

Indonesia Ambil Bagian Di Cobra Gold Thailand

Title #2BANGKOK-(IDB) : Amerika Serikat dengan negara-negara sahabatnya di Asia kembali menggelar latihan militer tahunan, Cobra Gold. Latihan ini melibatkan Thailand sebagai tuan rumah, Singapura, Jepang, Korea Selatan, Indonesia, dan Malaysia.

Menurut kantor berita Reuters, latihan ini berlangsung selama sebelas hari dengan melibatkan sekitar 13.000 tentara dari tujuh negara. Pembukaan latihan berlangsung pada Kamis kemarin, yang ditandai dengan latihan serangan amfibi di dekat pantai Pattaya, ungkap stasiun berita Channel News Asia.

Penyerangan amfibi itu melibatkan lebih dari 300 personel militer Thailand dan AS. Tugas mereka merebut posisi musuh di pantai. Operasi militer itu juga didukung oleh sejumlah jet tempur F-18, Harrier, pasukan terjung payung serta pendaratan kendaraan amfibi Thailand dan Amerika.

Selama latihan militer bersama dengan sandi "Cobra Gold" tersebut pasukan militer Thailand, AS, Singapura, Jepang Korsel dan Indonesia akan ikut serta dalam latihan simulasi komputer seputar skenario pasukan penjaga perdamaian multinasional.

"Cobra Gold" telah digelar sejak 1981, saat itu sebagai latihan militer bersama tahunan antara Thailand dan AS ketika Thailand dianggap sebagai negara terdepan dalam menghadapi penyebarluasan komunisme di kawasan itu. Belakangan latihan ini juga mengikutsertakan beberapa negara lain, termasuk Indonesia.

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, Cobra Gold kali ini tidak saja latihan operasi militer. Para peserta juga berlatih bersama untuk operasi penyelamatan korban bencana alam dan penyaluran bantuan kemanusiaan. 

Title #1
Title #2
Title #3
Title #4
Title #5

Sekitar 13.000 pasukan militer dari 7 negara termasuk Indonesia ikut berpartisipasi pada latihan militer tahunan "Cobra Gold 2013" di pangkalan militer di Provinsi Chonburi, Bangkok, Thailand, Kamis (14/2). Selama latihan militer bersama dengan sandi "Cobra Gold" tersebut pasukan militer Thailand, AS, Singapura, Jepang dan Indonesia akan ikut serta dalam latihan simulasi komputer seputar skenario pasukan penjaga perdamaian multinasional. "Cobra Gold" telah digelar sejak 1981 sebagai latihan militer bersama tahunan antara Thailand dan AS ketika Thailand dianggap sebagai negara terdepan dalam menghadapi penyebarluasan komunisme di kawasan itu.
 
 
 
 
 
Sumber : Vivanews

Seputar Rencana Pembelian Apache Dan Black Hawk Oleh Mabesad

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro mengatakan Mabes TNI AD mengajukan permintaan untuk membeli helikopter tempur. Ada dua opsi helikopter yang diinginkan TNI AD, yaitu Apache dan Black Hawk. Pembelian tambahan alutsista itu dipilih dri Amerika Serikat (AS) lantaran sesuai dengan spesifikasi.
 
Namun, lantaran harga Apache terlampau mahal pilihan bakal dijatuhkan untuk membeli Black Hawk. Menurut Purnomo, pembelian itu diharapkan selesai tahun ini. Pasalnya, dana yang dianggarkan sebesar 200 juta dolar AS atau setara Rp 1,9 triliun lebih sudah disetujui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Perencanaan Pembagunan Nasional (BPPN).

Berdasarkan pembicaraan awal, kata Purnomo, harga satu unit Apache mencapai 45 juta dolar AS dan Black Hawk sekitar 20 juta dolar AS per unit. “Black Hawk pilihanya karena Apache mahal. Ini masih dalam pembahasan pemerintah dan belum diajukan ke Komisi I DPR,” kata Purnomo di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Jumat (15/2). 

Disampaikan Purnomo, jika pilihan dijatuhkan kepada Apache, maka proses pembelian bisa cepat. Itu lantaran pihaknya sudah mengantongi izin dari Pentagon alias Departemen Pertahanan AS. 

Purnomo menyampaikan karena TNI AD juga setuju dengan Black Hawk, pihaknya berharap rencana pembelian itu bisa lancar. Dengan begitu, satu skuadron helikopter serang bisa terbentuk. 

Alasan lainnya, kata dia, sisa waktu pemerintahan sekarang secara efektif tinggal setahun. Sehingga jika tidak bisa segera diselesaikan maka ditakutkan program yang dirancang tidak bisa berkelanjutan.

Kepala Badan Saranan Pertahanan Kemenhan Mayjen Ediwan Prabowo mengatakan, dana alokasi yang sudah disetujui sebesar 200 juta dolar AS untuk pembelian Black Hawk. Hasil diskusi dengan perwakilan Pentagon, kata dia, dengan alokasi dana sekarang hanya dapat delapan helikopter Apache, sedangkan untuk Black Hawk bisa didapat 20 unit. 

20 Black Hawk Atau 8 Apache ???

Kementerian Pertahanan tengah mengkaji untuk membeli helikopter tempur Black Hawk dari Amerika Serikat guna menambah kekuatan alat utama sistem senjata atau autsista TNI Angkatan Darat.

"Pilihannya adalah kalau gak helikopter serbu Black Hawk, ya helikopter serang Apache. Itu termasuk dalam alutsista tambahan yang kami ajukan untuk dapat melengkapi kekuatan TNI AD," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro seusai sertijab pejabat Eselon I di Kantor Kemhan, Jakarta, Jumat (15/2).

Menurut dia, pembelian helikopter Apache sebenarnya sudah mendapatkan izin dari pemerintah Amerika Serikat. Hanya, Kemhan menginginkan jumlah yang banyak.

"Kalau kita tidak bisa mendapatkan Apache yang cukup banyak, maka kita ingin Black Hawk. Terpenting helikopter tempur kita itu cukup banyak dan bisa untuk membangun kekuatan," kata Purnomo.

Namun begitu, Kemhan belum bisa memutuskan akan memilih helikopter jenis apa. Saat ini Kemhan sedang menghitung dari dana yang sudah disediakan Kementerian Keuangan dan Bappenas. Ditargetkan, pembelian helikopter serang bisa terlaksana tahun ini.

"Kita sedang mengejar waktu karena masa bakti kita kan tinggal tahun depan," ujarnya.

Sebelumnya, TNI Angkatan Darat menginginkan pembelian helikopter Apache. Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo mengatakan bahwa Apache merupakan helikopter serang paling andal di kelasnya.

Menhan juga mengatakan bahwa Apache merupakan helikopter serang tercanggih saat ini, tapi TNI AD juga menyatakan tak masalah jika diganti dengan Black Hawk.

Target TNI AD, tambah dia, adalah membuat satu skuadron helikopter untuk membantu mengamankan wilayah.

Sementara mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan (Kabaranahan) Mayjen TNI Ediwan Prabowo menjelaskan pemerintah mengalokasikan 400 juta dollar AS untuk pembelian helikopter serang.

"Jika dibandingkan, uang sebesar itu mampu untuk membeli 8 unit Apache karena kisaran harganya mencapai 45 juta dollar AS per unit. Jika untuk membeli Black Hawk lebih banyak lagi, mencapai 20 unit," kata Ediwan.

Perbedaan mendasar dari kedua helikopter itu, terang Ediwan, Apache merupakan helikopter serang yang bisa menghancurkan tank, kendaraan lapis baja, hingga bunker, sementara Black Hawk merupakan helikopter serbu yang memiliki kelebihan bisa mengangkut pasukan dan bisa dipersenjatai, meskipun kemampuan daya hancurnya tak sekuat Apache.





Sumber : Republika