JAKARTA-(IDB) : Pelaku industri pertahanan berharap pemerintah memberi kemudahan akses kredit menyusul disahkannya UU Industri Pertahanan.
Direktur
Utama PT Sari Bahari, Ricky Hendrik Egam, menilai kemudahan kredit
perbankan penting untuk meningkatkan kapasitas produksi. Selama ini
belum ada skema kredit khusus bagi industri pertahanan. “Skema khusus
misalnya keringanan untuk modal,” jelasnya, Rabu (30/1/2013).
Sari
Bahari merupakan satu-satunya perusahaan di Indonesia yang telah
memasarkan bom ke luar negeri. Februari tahun ini, sebanyak 3.000 hulu
ledak roket karya perusahaan yang berbasis di Malang itu diekspor ke
Republik Chile. Capaian itu didapati setelah memenangi tender yang
diikuti 43 negara.
Ricky mengaku untuk memproduksi bom itu
pihaknya baru bisa mengakses kredit perbankan senilai Rp2 miliar dari
BNI. Idealnya nilai untuk pengembangan pembuatan bom perlu lebih dari
Rp20 miliar. “Kami mengajukan kredit itupun harus menyertakan jaminan
seperti umumnya. Seharusnya ada skema khusus,” tegas pria yang sudah 10
tahun lebih menjadi rekanan PT Pindad.
Hulu ledak roket berukuran
70 mm yang diekspor ke Chile itu berjenis bom smoke warhead. Bom itu
biasa digunakan untuk latihan dan mampu meledak serta mengeluarkan asap
saat mengenai sasaran. Sari Bahari saat ini juga memproduksi bom latih
asap P100 untuk pesawat sukhoi. Bom jenis ini dibuat bekerja sama dengan
PT Dahana (persero) yang bergerak di bidang bahan peledak. P100 sejak
2007 sudah digunakan oleh TNI AU.
Ricky mengaku Malaysia dan
Vietnam tertarik dengan P100. Meski hanya bom latih, spesifikasi dan
bobot bom sesuai dengan bom guna keperluan tempur. Bom latih untuk
pesawat Sukhoi sebenarnya juga diproduksi PT Pindad. Hanya bedanya
perusahaan pelat merah itu memproduksi bom latih asap (BLA) 50 atau
seberat 50 kg.
Bambang Susetya, staf penelitian dan pengembangan
Pindad mengatakan satu bom latih biasanya diproduksi dengan biaya Rp20
juta sampai Rp50 juta. Selain BLA 50, Pindad juga mengembangkan BLA 250,
bom tajam 250 dan 125. Bom-bom tersebut belum dijual ke luar negeri
tetapi sudah digunakan sebagian matra TNI.
Sebagai informasi
tambahan, UU Pertahanan yang disahkan akhir 2012 lalu mengamanatkan
belanja alat utama sistem persenjataan sebisa mungkin menggunakan produk
dalam negeri. Kalaupun terpaksa membeli keluar negeri diharapkan ada
alih teknologi.
Seiring kebijakan itu, industri pertahanan yang
sudah mengakses kredit perbankan cukup besar yakni PT Palindo Marine.
Perusahaan berbasis di Batam yang pekan lalu selesai membuat Kapal Perang Republik Indonesia Beladau 643
itu mendapat kredit dari Bank Mandiri Rp42,14 miliar. Pinjaman itu
terdiri dari kredit modal kerja (KMK) sebesar Rp22,67 miliar dan bank
garansi sejumlah Rp19,47 miliar.
Bank Mandiri sebelumnya telah memberikan dua pinjaman serupa dengan nilai total Rp65,97 miliar untuk pembangunan KRI Clurit dan KRI Kujang di galangan yang sama.
Mukti
Syarif Rivai, Manajer Teknik Palindo mengaku memilih Batam sebagai
basis produksi karena sejumlah kemudahan, di antaranya bebas pajak dan
pasokan bahan baku di sana lebih terjamin.
Sumber : Solopos
DVD Bokep Paling Murah cuma di
BalasHapusdvdbokepmurah.blogspot.com
@dvd bokep.. setan... disaat membicarakan prestasi anak bangsa dengan segala keterbatasan... anda malah menghancurkan moral bangsa ini...
BalasHapus