WASHINGTON DC-(IDB) : Departemen Pertahanan AS memperkirakan biaya total untuk pengembangan, pembelian, dan operasi pesawat tempur F-35 Lightning II akan mencapai 1,45 triliun dollar AS (Rp 13,26 kuadriliun) pada periode hingga 50 tahun ke depan. Ini adalah perkiraan biaya terbaru dari proyek pengembangan senjata termahal dalam sejarah Pentagon tersebut.
Dokumen perkiraan biaya terbaru, yang dikeluarkan kantor Evaluasi Program Penaksiran Biaya (CAPE) Pentagon, ini, diperoleh kantor berita Reuters, Rabu (28/3/2012) waktu Washington DC. Dokumen tersebut menurut rencana akan diserahkan ke Kongres AS hari Kamis (29/3/2012) ini.
Menurut dokumen CAPE tersebut, rincian biaya tersebut meliputi biaya operasional dan perawatan sebesar 1,11 triliun dollar AS dan biaya pengembangan dan pembelian yang mencapai 332 miliar dollar AS. Semuanya dihitung dengan memasukkan proyeksi laju inflasi di AS untuk 50 tahun ke depan.
Komponen inflasi tersebut mencapai sepertiga dari jumlah total biaya. Namun, para pejabat militer dan eksekutif industri pertahanan menyatakan, hampir tidak mungkin memprediksi laju inflasi hingga lebih dari setengah abad ke depan.
Perkiraan biaya terbaru F-35 tersebut menggambarkan kerumitan program Joint Strike Figter (JSF) untuk pengembangan pesawat tempur generasi kelima tersebut. Selama ini, program JSF sudah dihadapkan pada berbagai masalah teknis dan pembengkakan biaya, yang berujung pada penundaan produksi dan ancaman pembatalan pesanan, bahkan dari negara-negara mitra program tersebut.
Pekan lalu, Kantor Akuntabilitas Pemerintah AS sudah memperkirakan biaya pengembangan dan pembelian pesawat tersebut untuk memenuhi kebutuhan Angkatan Bersenjata AS mencapai 397 miliar dollar AS, atau naik 15 miliar dollar AS dari perkiraan sebelumnya sebesar 382 miliar dollar AS.
Bisa lebih tinggi
Pentagon berencana membeli 2.443 unit F-35 dalam tiga varian untuk memenuhi kebutuhan Angkatan Udara (menggantikan armada F-16 Fighting Falcon dan A-10 Thunderbolt II), Angkatan Laut (menggantikan armada F/A-18A, B, C, dan D), dan Korps Marinir (menggantikan armada AV8-B Harrier II).
Namun, Dephan AS tersebut sudah menyatakan akan menunda pemesanan 179 unit pesawat berkemampuan stealth itu untuk lima tahun ke depan, guna menghemat anggaran pertahanan AS sebesar 15,1 miliar dollar AS.
Penundaan pembelian itu juga untuk menghindari biaya perbaikan yang lebih besar apabila hasil uji coba pesawat tersebut tidak memenuhi harapan. Saat ini, uji coba F-35 baru selesai sekitar 20 persen.
Dengan perkiraan biaya terbaru ini, harga per unit F-35 menjadi 135 juta dollar AS (Rp 1,24 triliun) ditambah harga mesin buatan Pratt & Whitney sebesar 26 juta dollar AS (Rp238,3 miliar) untuk satu unit pesawat.
Pengamat militer Winslow Wheeler memprediksi, biaya sesungguhnya untuk mengembangkan, mengoperasikan, dan perawatan F-35 bisa lebih tinggi dari perkiraan terbaru Pentagon ini, mengingat kerumitan program pengembangan pesawat tersebut. F-35 dirancang untuk menggantikan fungsi dan peran sedikitnya tujuh pesawat tempur dengan berbagai spesifikasi dan misi berbeda yang sebelumnya diandalkan militer AS dan sekutu-sekutunya.
Sebaliknya, pihak Lockheed Martin, sebagai kontraktor utama JSF, masih optimistis bahwa pada akhirnya, biaya perawatan dan operasional F-35 bisa setara atau malah lebih kecil daripada biaya tujuh pesawat yang akan digantikannya.
Selain AS, ada delapan negara mitra JSF yang sudah berkomitmen membeli dan mengoperasikan F-35, yakni Kanada, Inggris, Belanda, Denmark, Norwegia, Turki, Italia, dan Australia. Namun, jumlah pesanan mereka sudah turun, dari awalnya 730 unit menjadi 697 unit.
Tiga negara lain yang juga berniat membeli pesawat ini adalah Israel, Singapura dan Jepang.
Sumber : Kompas
0 komentar:
Posting Komentar