Pages

Selasa, September 17, 2013

Kobangdikal Luluskan 15 Pilot TNI AL

SURABAYA-(IDB) : Setelah menjalani Pendidikan selama 18 bulan, 15 Perwira Pertama (Pama) TNI AL berhasil menyelesaikan Pendidikan Perwira Penerbang (Dikpabang) TNI AL Angkatan ke -20 di Sekolah Penerbang TNI AL (Senerbang) Pusat Pendidikan Khusus, Komando Pendidikan Operasi Laut, Kobangdikal, Senin, (16/9).
 

Penutupan pendidikan sekaligus pelantikan penerbang TNI AL tersebut, dipimpin langsung Komandan Komando Pengembangan dan Pendidikan Angkatan Laut (Dankobangdikal) Laksamana Muda  TNI Widodo, SE di Base OpsPangkalan Udara TNI AL,  Juanda, Sidoarjo.

 

Selain Dankobangdikal hadir dalam acara tersebut orang pertama di Pusat Penerbangan TNI AL, Komandan Puspenerbal Laksma TNI  I. Nyoman Nesa, Wadan Kobangdikal Brigjen TNI MarinirSturman Panjaitan, Dankodikopsla Laksma TNI Aswad, SE, MM, Kadispsial Laksma TNI FX. Agus Susilo, MM dan pejabat teras Kobangdikal lainnya.

 

Dalam kesempatan tersebut, Komandan Kobangdikal  menyampaikan ucapan selamat kepada  para mantan siswa Dikpabang atas keberhasilan dalam menyelesaikan pendidikan di Senerbal, Pusdiksus, Kodikopsla, Kobangdikal ini.

 

Ia berharap, Ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diproleh selama menempuh pendidikan penerbang, mampu dipahami dan diaplikasikan dengan benar di medan tugas serta dikembangkan sehingga mampu memberi dampak signifikan terhadap organisasi.

 

Selain penyematan Brevet Penerbang, dalam penutupan Dikpabang angkatan ke-20 itu juga dianugerahkan medali lulusan terbaik kepada Lettu Marinir Aditya Tri Widiastama yang sebelumnya berdinas di kesatuan Yonif 8 Brigif 3 Lampung.  

               

Menurutnya Dankobangdikal pelantikan penerbang TNI Angatan Laut yang lebih dikenal dengan  Wing Day ini, memiliki dua makna yaitu, secara pribadi bagi perwira penerbang dan secara intitusi TNI AL. Bagi pribadi, lanjutnya,  moment ini merupakan bagian dari perubahan status profesi seorang perwira menjadi perwira penerbang dengan kosekuensi logis terhadap tugas dan tanggung jawab yang diemban, sehingga dituntut memiliki penampilan, sikap, perilaku dan profesionalitas yang tinggi di bidangnya.

 

Sedangkan makna bagi institusi adalah  akan memberikan harapan ke depan semakin meningkatnya organisasi karena bertambahnya jumlah penerbang yang berkualitas di jajaran TNI AL dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas Operasi Militer untuk Perang (OMP) maupun OMSP (Operasi Militer Selain Perang) di wilayah yuridiksi Nasional Indonesia.

 

Sesuai konsep peperangan laut modern lanjutnya, kekuatan armada laut dituntut mampu berlaga di empat mandala tempur yakni permukaan laut, bawah permukaan laut, udara maupun pantai musuh. Oleh sebab itu unsur penerbangan menjadi salah satu Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT) yang senantiasa terlibat secara Intens baik sebagai kekuatan pemukul, sarana angkut Logistik dan personil maupun sebagai pengumpul data intelijen.

 

“Unsur Udara TNI AL akan terus dibina dan dikembangkan. Pesawat sebagai mata dan telinganya KRI, menjadi rujukan awal  terhadap ancaman di laut, oleh karena itu profesionalitas para penerbang TNI AL menjadi  kebutuhan mendasar dalam mewujudkan pengamanan yuridiksi laut Indonesia,” jelasnya.




Sumber : Kobangdikal

TNI AD Dan AD Filipina Lakukan Latihan Bersama

MALANG-(IDB) : Kepala Staf Divisi Infanteri (Kasdivif) 2 Kostrad Brigjen TNI Tatang Sulaiman, membuka Latihan bersama TNI Angkatan Darat (AD) dengan AD Filipina (Dolphine Training Activity), Selasa (17/9/2013).

Kegiatan ini melibatkan 50 personel, diantaranya 15 personel dari AD Filipina dan 30 personel TNI AD. Kegiatan ini berlangsung di gedung AGNI Belanusantara (Depo Pendidikan Bela Negara), Malang Jawa Timur.

Kasdivif 2 Kostrad Tatang menyampaikan, latihan ini dapat meningkatkan persahabatan dan kerja sama, serta meningkatkan profesionalitas keprajuritan. Sehingga tujuan latihan dapat tercapai secara optimal.

Kasdivif 2 Kostrad  juga berharap, seluruh kegiatan latihan bersama dapat berjalan sesuai dengan sasaran yang dikehendaki, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh para prajurit, satuan dan angkatan darat kedua negara.

"Kedua pasukan ini akan dapat bertukar pikiran, antara TNI AD degan Angkatan Darat  Filipina," kata Tatang.





Sumber : Sindo

Pengamat : Idealnya Indonesia Punya 24 Kapal Selam

JAKARTA-(IDB) : TNI AL idealnya memiliki 24 kapal selam untuk mengawal dan menjaga teritorial laut Indonesia yang cukup luas. Penguatan pertahanan dan militer akan memberi dampak luas di dunia internasional.



"Jika ditilik dari geografis negara, Indonesia sebagai negara maritim membutuhkan pengawalan ekstra ketat untuk mengantisipasi invansi dari negara asing melalui laut," ujar pengamat militer Kusnanto Anggoro dalam sarasehan memperingati HUT ke-54 Kapal Selam di Jakarta, Minggu (15/9).



Namun, lanjut dia, kekuatan alutsista TNI AL masih pada kebutuhan mendasar. Sekarang ini, TNI hanya memiliki dua kapal selam yang sudah sangat tua. Sedangkan, 3 unit yang dibeli dari Korea Selatan baru akan masuk memenuhi kekuatan Alutsista TNI AL hingga awal tahun 2017. "Sebelum sampai memiliki 18 unit kapal selam, saya kira semua orang harus kritis," kata dia.



Sementara itu, delegasi Indonesia diberangkatkan ke Moskow untuk menyurvei langsung 10 kapal selam yang akan dihibahkan Rusia. Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Marsetio memimpin delegasi yang beranggotakan dari Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara.



"Kita (tim-Red) akan memastikan langsung spesifikasi teknis kapal, kondisi, dan mekanisme kerja sama," ujar Marsetio. Tim berangkat Minggu (15/9) malam.



Marsetio mengungkapkan hibah kapal selam ditawarkan pemerintah Rusia kepada Indonesia melalui Kementerian Pertahanan. TNI AL sendiri sebagai rencana pengguna, belum mengetahui detail atau spesifikasi kapal selam yang ditawarkan tersebut.



"Karena itu kita ke Rusia untuk memastikan kapal selam yang akan didatangkan cocok dengan kondisi perairan Indonesia atau tidak," kata Marsetio, taruna peraih predikat Adhi Makayasa Akademi Angkatan Laut 1981.



Doktor lulusan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (UGM) ini memastikan kapal selam yang dibutuhkan TNI AL harus lolos kualifikasi, di antaranya meliputi kesesuaiannya dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.



Kapal selam ideal untuk Indonesia adalah yang memiliki kekhususan dan kekhasan dengan melihat kedalaman dan kontur laut. "Kita akan lihat apakah itu kapal selam samudra atau archipelago. Indonesia ini archipelago di mana kondisi perairan kita kedalamannya berbeda-beda," jelas Marsetio.



Fokus ToT



Asisten Perencanaan (Asrena) KSAL, Laksda TNI Ade Supandi memastikan hibah 10 kapal selam dari Rusia tidak mengintervensi rencana pengadaan alutsista TNI AL dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang sesuai dengan kekuatan pokok minimum (minimum essential force/MEF) hingga tahun 2024.



"Selain dua kapal selam KRI Cakra dan KRI Nanggala yang sudah ada, TNI AL sudah memesan 3 kapal selam dari Korea Selatan. Ditargetkan akhir tahun 2016 atau paling lambat awal tahun 2017 sudah selesai dan masuk ke dalam kekuatan tempur TNI AL," kata dia.



Satu dari tiga kapal selam yang dipesan akan dikerjakan di PT PAL, Surabaya. Indonesia akan memaksimal transfer teknologi dari pengerjaan di industri pertahanan dalam negeri.



"Sesuai dengan kesepakatan kerja sama akan ada ToT (Transfer of Technology-red). Kapal ke-3 akan dibangun di PAL degan memaksimalkan ToT," ujar Ade. Anggaran yang dikeluarkan Indonesia untuk pembelian tiga kapal selam menggunakan pinjaman luar negeri (kredit ekspor) senilai 1,07 miliar dolar AS.



Idealnya sampai tahun 2016, menurut Marsetio, Indonesia memiliki 10 kapal selam untuk memperkuat armada tempur TNI AL dalam menjaga kedaulatan laut RI. "Idealnya punya 10 (kapal selam) hingga akhir tahun 2016," kata Marsetio.



Mantan Kepala Staf TNI AL, Laksamana (Purn) Sumardjono mengingatkan pengadaan alutsista tetap harus fokus pada transfer teknologi. Industri pertahanan yang dimiliki Indonesia diberdayakan maksimal untuk menciptakan alutsista yang dibutuhkan TNI dan Polri.



"Deterence effect itu sebenarnya jika kita mampu membangun alutsista canggih yang kita butuhkan, bukan mengadakan alutsista yang diimport dari negara lain," ujar dia.






Sumber : SuaraKarya

Indonesia Serius Bangun Armada Kapal Selam

JAKARTA-(IDB) : Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia seyogyanya membangun armada kapal selam guna mewujudkan TNI Angkatan Laut yang handal dan disegani menuju world class navy. Pembangunan kapal selam ini dipandang perlu untuk mendukung pertahanan negara yang efektif dan berdaya tanggal tinggi. Saat ini, TNI AL sedang merancang untuk mmbangun pangkalan kapal selam di Palu, Sulawesi Tengah.

Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Marsetio mengatakan pembangunan kekuatan pertahanan harus sejalan dengan strategi pertahanan negara yang tepat dan mampu memaksimalkan pendayagunaan seluruh sumber daya nasional dalam penyelenggaraan pertahanan negara.

Menurut Marsetio, sejarah membuktikan bahwa kapal selam merupakan senjata penghancur lawan yang sangat sukses. Terbukti dalam keterlibatan kapal selam selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II, perang India-Pakistan, perang Malvinas dan perang dingin.

“Kapal selam merupakan salah satu kekuatan Angkatan Laut yang memiliki kemampuan handal sebagai salah satu striking force paling ditakuti dalam perang laut, sulit dideteksi lawan dan dapat menyusup ke jantung pertahanan daerah lawan tanpa diketahui,” kata KSAL Laksamana TNI Marsetio saat membuka Sarasehan Kapal Selam di Wisma Elang Laut, Jakarta, Minggu (15/9).

Sarasehan ini mengangkat tema ‘Kapal Selam Ke Depan’ yang diselenggarakan tepat pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-54 Satuan Kapal Selam, TNI AL. Dalam acara ini hadir Warga Korps Hiu Kencana sebutan untuk Satuan Kapal Selam.

Sarasehan ini juga menampilkan pembicara yakni Pengamat Militer, Kusnanto Anggoro dengan topik Peran Kapal Selam dalam sistem pertahanan negara maritim; Asisten Perencanaan KSAL, Laksda TNI Ade Supande tentang Rencana Strategis TNI AL dalam Membangun Kapal Selam ke depan; mantan KSAL, Laksamana TNI (Purn) Sumardjono tentang kebijakan industri pertahanan dan Pangarmatim Laksda TNI Agung Pramono tentang Pembangunan Submarine Training dan persiapan personel pengawak kapal selam dalam rangka menyongsong kebangkitan kekuatan kapal selam.

Menurut Marsetio, kapal selama yang dibangun saat ini memiliki tingkat kesenyapan dengan Radiated Noise Level yang rendah, tingkat penghindaran deteksi ((silent and stealthy), memiliki persenjataan yang mematikan (deadly), dapat beroperasi secara individu, tidak membutuhkan escort atau perlindungan baik oleh kapal permukaan oleh pesawat udara.

Kapal selam ini juga mampu membawa personel pengawak yang cukup banyak rata-rata 10 prseonel dan tim-tim khusus dengan akomodasi yang memadai. Dengan begitu, dapat digunakan untuk operasi-operasi infiltrasi dan sabotase.

Marsetio berpendapat kapal selam bagi Indonesia merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dipungkuri, karena akan menimbulkan efek daya tangkal sekaligus memberikan pengamanan yang optimal di laut.

Dalam perencanaan strategis TNI AL sesuai dengan kekuatan pokok minimum membutuhkan kekuatan kapal selam sebanyak 5 unit yakni 3 unit pengadaan baru dan 2 unit direvitalisasi. Namun dalam postur ideal, menurut Marsetio, TNI AL membutuhkan kekuatan kapal selam sebanyak 10 unit yang baru.

Ia menjelaskan pengadaan kapal selam Pinjaman Luar Negeri/Kredit Ekspor (PLN/KE) yang saat ini sedang berjalan di Korea Selatan sebanyak 1 unit. Berdasarkan rencana pemenuhan kekuatan pokok minimum TNI AL tahun 2010-2014 akan dibangun kapal selam diesel elektric (DE) yang sudah terkontrak 3 unit dan akan berakhir hingga tahun 2017.

“Pembangunan kapal selam ke-3 akan dibangun di galangan lokal dengan memaksimalkan transfer of technology (TOT),” kata Marsetio.

Sementara Pangarmatim, Laksda TNI Agung Pramono mengatakan kapal selam merupakan alutsista TNI AL memiliki sifat atktis khusus dengan reka bentuk dan tingkat teknologi yang dapat melaksanakan berbagai operasi dengan tingkat kerahasiaan tinggi dan resiko tinggi. Karena itu, dalam pelaksanaannya diperlukan pengawak yang memiliki profesionalitas yang tinggi pula.

Agung membenarkan, sejak berdiri Satuan Kapal Selam pada tahun 1959 hingga saat ini, fasilitas pangkalan khususnya untuk pelatihan awak kapal selam amat sangat kurang. Begitu kurangnya frekuensi operasi unsur-unsur Satuan Kapal Selam dapat berimplikasi pada terjadinya degradasi kemampuan dan profesionalisme pengawak kapal selam.

Mantan KSAL, Laksamana TNI (Purn) Sumardjono mengingatkan bahwa anggaran jangan dijadikan alasan pembenar untuk tidak bisa bangkit memenuhi kebutuhan alutsista dalam memperkuat postur pertahanan. “Indonesia perlu melangkah menuju kemandirian nasional dalam memenuhi kebutuhan peralatan pertahanan,” kata Sumardjono.

Hibah Kapal Selam

Pengamat Militer Kusnanto Anggoro menyarakan kepada pemerintah Indonesia khususnya TNI AL untuk menerima hibah 10 unit kapal selam dari Rusia.

“Kalau pengadaan kapal selam masih kurang dari 18 unit masih bisa diterima karena masih dalam batas kebutuhan sesuai geografis Indonesia sebagai negara maritim,” kata Kusnanto Anggoro.

KSAL Marsetio menyatakan telah mendapat perintah dari Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro untuk meninjau kemungkinan untuk menerima hibah 10 unit kapal selam dari Rusia.





Sumber : Jurnas

DPR Dinilai Gagal Awasi Sektor Pertahanan

Kontrol yang lebih efektif terhadap kebijakan anggaran pemerintah dalam bidang pertahanan, akan ditentukan oleh apakah anggota DPR itu mempunyai dasar-dasar pengetahuan yang cukup untuk bisa memberikan kontrol terhadap pemerintah.

JAKARTA-(IDB) : Pengamat militer menilai kegagalan DPR, khususnya Komisi I, mengawasi korupsi di sektor pertahanan karena kurangnya pengetahuan mereka soal pertahanan. Hal tersebut disampaikan dua pengamat militer, yaitu Letjen (Purn) Agus Widjojo dan Edy Prasetyono.

"Pada dasarnya tantangan bagi kita adalah bagaimana meningkatkan kualitas dan kompetensi anggota-anggota DPR agar mereka bisa melakukan fungsi DPR, yaitu legislasi, kontrol, dan anggaran secara lebih efektif, sehingga kontrol terhadap pemerintah pun juga bisa lebih efektif," ujar Agus Widjojo dalam acara peluncuran Indeks Pengawasan Parlemen terhadap Sektor Pertahanan oleh Transparency International Inggris yang dipublikasikan bersama Transparency International Indonesia di Jakarta, Senin (16/9).


Menurut dia, kontrol yang lebih efektif terhadap kebijakan anggaran pemerintah dalam bidang pertahanan, akan ditentukan oleh apakah anggota DPR itu mempunyai dasar-dasar pengetahuan yang cukup untuk bisa memberikan kontrol terhadap pemerintah. Kemudian, apakah anggota-anggota DPR itu bisa memfungsikan perangkat-perangkat yang ada di DPR seperti tenaga ahli secara maksimal, sehingga keluaran yang diberikan setiap individu di DPR tidak hanya merupakan cerminan dari seorang individu saja, tapi menjadi keluaran dari sebuah sistem. "Dan di sini, peran dari anggota DPR itu juga tidak bisa terlepas dari peran  partai politiknya," tukasnya.


Karenanya, ia berharap DPR bisa mengadakan perbaikan dan penyempurnaan secara terus-menerus. "Karena memang yang namanya reformasi itu adalah sebuah proses kompleks yang tidak akan bisa kita selesaikan dalam waktu lima tahun, mungkin 10 tahun juga belum," tuturnya.

Edy Prasetyono menambahkan, kegagalan parpol dalam melakukan pendidikan politik adalah karena mereka hanya berorientasi kekuasaan. Selain itu, ia juga melihat masyarakat selama ini juga kurang menunjukkan sikap politik yang baik. "Artinya, kalau ada parpol yang bermasalah dengan korupsi, ya seharusnya jangan dipilih lagi. Jadi harus ada political punishment. Selama itu tidak dilakukan, tidak akan ada perubahan di DPR," tandasnya.

Sebelumnya hasil kajian Transparency Internasional Inggris yang dipublikasikan bersama Transparency International Indonesia pada Senin (16/9) menyebutkan dua pertiga dari 82 negara-negara di dunia dinilai gagal melakukan pengawasan terhadap sektor pertahanan. Parlemen Indonesia menempati posisi berisiko tinggi, gagal melakukan pengawasan dan cenderung membiarkan sektor pertahanan memiliki risiko korupsi yang tinggi.

"Posisi Indonesia mengecewakan. Sektor pertahanan merupakan sektor strategis yang harus diawasi," ujar Dadang Trisasongso, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia.

Menurut dia, lemahnya pengawasan terhadap sektor pertahanan negara sering mengakibatkan memburuknya kondisi alutsista, hilangnya aset-aset militer, maraknya korupsi dan banyaknya dana-dana yang tidak terawasi.

Korupsi di sektor pertahanan sendiri bukanlah barang baru. Setiap tahun, diperkirakan minimal 20 miliar dolar AS anggaran militer global dikorupsi. Potensi korupsi di sektor ini semakin meningkat mengingat 82 negara yang disurvei berporsi 94 persen dari total anggaran global sebesar 1,6 triliun dolar AS. "Karenanya, korupsi di sektor pertahanan bersifat berbahaya bagi operasionalisasi pertahanan, merusak kepercayaan, dan menghamburkan uang negara" tambah Oliver Cover, peniiti pertahanan dan perwakilan Transparency International Inggris.

Oliver memaparkan, posisi parlemen Indonesia berada pada level 33,3-49,9 persen dari skala 0-100 persen (kritis ke paling tidak berisiko tidak melakukan pengawasan).

Secara umum, kata Oliver, kecenderungan pengawasan parlemen terhadap sektor pertahanan yang terjadi di Indonesia mengikuti kecenderungan global. "Namun perlu diperhatikan bahwa lemahnya pengawasan parlemen Indonesia terhadap kebijakan eksploitasi sumber daya alam di kehutanan dan pertambangan yang dilakukan sektor pertahanan melalui yayasan, terhadap penentuan item-item rahasia, dan terhadap pemilihan informasi mana saja yang berguna untuk melindungi keamanan nasional dan intelijen, memperburuk level akhir yang diperoleh Indonesia," terang Oliver.





Sumber : Jurnamen