ARC-(IDB) : Di penghujung tahun 2012 lalu, kita disuguhi dua event besar berupa
Pameran Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) yang digelar oleh TNI AD
pada Oktober lalu dan Indo Defence oleh Kementrian Pertahanan pada
tanggal 7 sampai 10 Nopember baru-baru ini. Pada pameran alutsista yang
disambut antusias oleh masyarakat itu, TNI AD menampilkan berbagai
peralatan tempur dari generasi ke generasi, di antaranya adalah
kendaraan tempur Tank dan Panser milik Korps Kavaleri.
Di sela-sela pameran tersebut muncul pertanyaan dari masyarakat; mengapa
Tank (MBT = Main Battle Tank) Leopard tidak ditampilkan? Dan pertanyaan
ini terjawab pada saat pagelaran Indo Defence di JIExpo Kemayoran
Jakarta. Tank yang sangat di tunggu-tunggu itu muncul dengan varian
Leopard 2 Revolution didampingi Marder APC.
Tetapi sayang, rencana pembelian kendaraan tempur Tank Leopard menuai
polemik, perundingan dalam negeri berjalan alot, salah satu pihak
memvonis bahwa Tank Leopard tidak cocok dengan kondisi geografis
Indonesia, Tank Leopard terlalu besar dan berat, Tank Leopard akan
amblas, katanya lagi yang cocok di kita adalah tank kelas ringan dan
maksimal medium, pendapat ini mungkin cukup menghibur bagi tetangga kita
yang suka menggeser-geser patok perbatasan atau suka
“selanang-selonong” melewati batas wilayah perairan negara kita, yang
saat ini sudah memiliki Tank MBT buatan Polandia.
Sementara di lain pihak TNI sebagai user sangat membutuhkan Tank MBT
Leopard yang secara fakta menduduki urutan pertama sebagai market leader
sehingga Tank ini tampil sebagai Tank kelas dunia yang “populasi”nya
mengalahkan Abrams M1A2, Tank kenamaan buatan Amerika dan Challenger
Inggris, karena dari berbagai sisi Tank ini memiliki keunggulan.
Saat ini rasanya kita sudah tidak perlu lagi berdebat tentang kemungkinan Tank Leopard akan amblas atau tidak, sebab perdebatan itu nampak kekanak-kanakan, mau tidak kekanak-kanakan bagaimana? Teori Tank sebesar Leopard amblas dapat di patahkan dengan perhitungan fisika dasar tingkat SMP, tidak perlu kehadiran ahli geologi atau sarjana teknik, dan bila anda mau meluangkan waktu berjalan-jalan ke Lembaga Pendidikan Korps Kavaleri dan berdiskusi dengan seorang Bintara Instruktur kendaraan tempur di sana, diskusi tentang “amblas” akan rampung dalam 15 menit.
Main Battle Tank (MBT) selalu diupayakan dilengkapi dengan empat sistem utama kelas wahid, yaitu sistem otomotif, sistem senjata, sistem komunikasi dan sistem proteksi. Bila sekarang kita bayangkan tank MBT melakukan dog fight versus tank kelas ringan atau medium, hal ini bisa diibaratkan dengan pertarungan tinju antara Lennox Lewis dengan Manny Pacquiao. The Pac Man (Manny Pacquiao) memang pukulannya keras tapi tidak sampai karena jangkauan pukulannya hanya 170 cm sementara Lewis 213 cm. Pun seandainya pukulan The Pac Man kena, itu akan membuat badan Lennox Lewis goyang, akan tetapi bila upper cut atau hook Lewis yang mengantam The Pac Man, kita semua khawatir pahlawan tinju Asia itu akan terbang ke luar ring.
Daya gempur mengerikan yang dimiliki Tank adalah senjata kaliber
besarnya (Kanon) yang bisa di tembakan ke segala arah dan dibawa ke
mana-mana. Tetapi kanon yang saat ini digunakan pada semua tank termasuk
tank MBT memiliki perjalan perkembangan yang menarik seiring
perkembangan sistem kekebalan (armoured protection system) dari tank
lawan yang akan dihadapi.
Perkembangan laras senjata api : Smoothbore-Rifling-Smoothbore.
Perkembangan laras senjata api : Smoothbore-Rifling-Smoothbore.
Pada awalnya, laras senjata api dibuat licin (smoothbore) dan proyektil yang ditembakan melesat tanpa berputar (spin) yang signifikan, sehingga proyektinya harus memiliki bentuk yang stabil seperti panah besirip atau bola untuk meminimalkan kemunkinan terguling atau jatuh ke tanah selama terbang. Namun peluru berbentuk bola cenderung berotasi secara acak selama terlontar di udara, hal ini disebabkan terjadinya ”efek Magnus” yaitu; lintasan peluru berbentuk bola akan membentuk kurva parabola yang relatif mulus tetapi rotasinya terjadi beberapa poros sehingga menjadi tidak sejajar dengan arah lintasan.
Untuk menghidari hal tersebut, maka dibuatlah laras senjata yang memiliki alur yang berputar atau alur spiral (polygonal rifling) sehingga pada saat peluru ditembakan, alur rifling tersebut akan memaksa proyektil untuk melintir (spin), melesat dengan stabil dan mencegah jatuh ke tanah. Ada dua kelebihan dari laras yang alurnya berputar (rifling), pertama: meningkatkan akurasi tembakan dengan menghilangkan rotasi acak akibat efek magnus, dan kedua : memungkinkan peluru dibuat lebih panjang, lebih berat sehingga meningkatkan jarak capai dan tenaga, walaupun ditembakan pada senjata dengan kaliber yang sama. Pada abad 18, senjata dengan laras smoothbore menjadi standar pasukan infanteri, kemudian pada abad 19 smoothbore digudangkan dan digantikan dengan laras yang rifling. Karena laras yang rifling inilah maka orang umum di barat menyebut senjata api dengan kata rifle.
Perkembangan senjata kanon pada Kendaraan tempur Tank terjadi
transisi yang aneh, awalnya laras senjata dibuat smoothbore, kemudian
smoothbore digantikan dengan kanon yang alurnya rifling (berputar) dan
akhir- akhir ini kembali lagi ke smoothbore. Data terakhir mencatat,
dari sekian jenis tank tempur utama (MBT=Main Battle Tank) generasi
terbaru, sebut saja Leopard (Jerman), Abrams (AS), Le Crec (Perancis),
T-90 (Rusia), Ariete (Italy), Merkava (Israel), semuanya menggunakan
Kanon smoothbore kecuali Chalenger (Inggris) dan Arjun (India) yang
masih bertahan menggunakan kanon rifling.
PERKEMBANGAN MUNISI DAN ARMOR PROTECTION
Perkembangan laras kanon dari smoothbore ke rifling dan kembali lagi
ke smoothbore, tidak lepas dari perkembangan penggunaan jenis munisi dan
“ sistem kekebalan tubuh “ yang diberikan oleh “ lindung lapis baja
“-nya badan kendaraan tempur tank.
Secara umum ada empat jenis minisi kanon standar, walaupun dari keempat jenis munisi ini dipecah lagi menjadi beberapa sub-varian. Keempat jenis munisi tersebut adalah HE, HESH, HEAT dan APFSDS.
HE
Munisi kanon yang paling umum adalah munisi yang mempunyai daya ledak
tinggi, yang secara sederhana biasa disebut peluru HE (High
Explosive). Proyektil munisi ini terbuat dari baja yang kuat, diisi
bahan peledak berkekuatan tinggi, dan sebuah fuse. Ketika fuse memicu
bahan peledak, maka bahan peledak bereaksi sehingga menghasilkan
ledakan, memancarkan panas dan akibatnya menghancurkan casing proyektil
menjadi berkeping-keping (fragments) yang berterbangan dengan kecepatan
yang sangat tinggi. Efek perusakan yang diakibatkan peluru ini lebih
banyak disebabkan oleh pecahan kepingan proyektil (fragments) dari pada
gelombang kejut secara langsung.
Munisi HE terdiri dari beberapa fungsi tergantung jenis fuse yang
digunakan. Ada peluru HE yang diset untuk meledak pada permukaan tanah/
sasaran, ada yang di set untuk meledak diatas permukaan tanah / sasaran,
dan ada pula yang diset untuk meledak setelah melakukan penetrasi pada
tanah dengan kedalaman yang pendek (dengan maksud untuk menyalurkan dan
menambah goncangan tanah atau mengurangi penyebaran fragmentasi dari
proyektil ).
Munisi ini tegolong pada munisi yang menghasilkan efek perusakan
berdasarkan energi kimia (Chemical Energy) yang saat ini cocok
digunakan untuk menghancurkan sasaran non armour seperti gedung, bunker,
jembatan dan perkubuan. Untuk akurasi (ketepatan) peluru ini
mengandalkan senjata dengan alur dan galangan yang berputar (rifling)
HESH
Munisi HESH (High Explosive Squash Head) atau di Amerika disebut HEP
(High Explosive Plastic) adalah munisi yang cukup efektif terhadap
bangunan beton dan juga digunakan untuk melawan kendaraan tempur. Munisi
HESH pertama kali digelar oleh Angkatan Darat Inggris pada masa perang
dingin, kemudian diikuti oleh Angkatan bersenjata negara lain pasca
perang dingin.
Proyektil munisi HESH adalah logam tipis yang diisi bahan peledak
plastis berdaya ledak tinggi yang dirangkaikan dengan fuse yang
memberikan jeda waktu aksi (delayed-action base fuse). Pada saat
proyektil HESH membentur sasaran, proyektil berubah bentuk menjadi pipih
/ squashed (seperti labu yang dibenturkan ke dinding, munkin ini
penyebabnya munisi ini menggunakan kata “squash” yang berarti labu)
atau berubah bentuk menjadi cakram mirip adonan kue yang dibantingkan ke
meja.
Sepersekian detik kemudian fuse bereaksi memicu bahan peledak,
maka terjadi ledakan yang menciptakan gelombang kejut, pada permukaan
yang lebar dan kontak langsung dengan target. Pada kasus munisi HESH
yang menghantam badan kendaraan tempur, terjadi tekanan gelombang kejut
yang menghentak badan kendaraan tempur yang terbuat dari logam dan
menjalar dengan cepat ke bagian dalam kendaraan tempur sampai mencapai
titik antara permukaan logam interior dengan udara ruangan awak,
sebagian energi direfleksikan sebagai gelombang tegangan.
Pada saat itu tekanan dan gelombang tegang berpotongan, maka
terciptalah zona stress tinggi (high stress zone) pada logam badan
kendaraan tempur yang menyebabkan terjadinya pecahan-pecahan baja yang
memancar dari dinding interior. Fragmentasi akibat gelombang ledakan ini
disebut spalling, sementara pecahan logam (fragmen) itu sendiri disebut
spall. Pecahan logam tersebut berterbangan pada kecepatan yang sangat
tinggi melalui bagian dalam kendaraan untuk melukai atau membunuh para
awak, kerusakan peralatan, dan / atau menyulut munisi dan bahan bakar.
Peluru
HESH memiliki kegunaan yang luas sebab dapat bekerja efektif pada
hampir semua jenis target, tetapi umumnya munisi ini memiliki kecepatan
(v) yang relatif rendah karena kecepatan tinggi akan mengakibatkan
benturan proyetil yang berubah bentuk menjadi pipih pada sasaran akan
terlalu menyebar sehingga mengurangi dampak gelombang kejut. HESH tidak
dirancang untuk benar-benar melubangi badan kendaraan tempur terutama
tank MBT, sebab hanya mengandalkan konduksi gelombang kejut yang terjadi
pada plat baja kendaraan tempur padat (solid steel armour). Munisi HESH
memerlukan akurasi tinggi, maka hanya efektif bila ditembakan dari
kanon yang alurnya berputar ( rifling )
Untuk menghadapi efek kerusakan akibat tembakan peluru HESH, maka desain badan kendaraan tempur dikembangkan menjadi berlapis-lapis mengarah kepada logam komposit yang keras dan bahan-bahan tahan panas. Struktur logam seperti ini adalah konduktor yang buruk bagi gelombang kejut, dan lebih jauh lagi "lapisan pencegah fragmentasi / spalling", terbuat dari bahan-bahan seperti Kevlar, biasanya dipasang di bagian permukaan baja, di mana ia bertindak untuk mempertahankan setiap pecahan yang mungkin terjadi.
HEAT
Dengan tampilnya logam komposit yang digunakan pada badan kendaraan
tempur maka kedigdayaan peluru HESH menjadi berkurang. Kendaraan tempur
modern saat ini terutama tank/panser kelas medium dan Tank MBT (Medium
& Heavy Armor) menjadi lebih kebal, sehingga peluru HESH
penggunaannya hanya efektif terhadap sasaran kendaraan tempur kelas
ringan (Light Armored Vehicle) yang struktur logamnya non komposit
generasi lama, juga sasaran gedung, jembatan atau bunker.
Untuk menghadapi kendaraan tempur yang badannya sudah kebal oleh
peluru HESH maka perlu munisi yang yang lebih efektif yaitu munisi HEAT
(High Explosive Anti Tank). Munisi HEAT dibuat berdasarkan teori efek
Neumann (yang merupakan pengembangan efek Munroe) yaitu pancaran (jet)
berkecepatan sangat tinggi (very-high velocity) dari logam dalam keadaan
cair (superplasticity) dapat menembus logam padat (solid armor).
Peluru HEAT betul-betul dirancang untuk menembus baja kendaraan
tempur, dimana bahan peledak bereaksi pada saat proyektil membentur
sasaran, dan ledakan ini megubah logam padat (biasanya tembaga atau
timah) menjadi cair (molten metal/superplasticity) yang dipancarkan
melalui celah sempit ruang hampa yang berbentuk corong yang berada
dibagian depan proyektil.
Pancaran logam cair yang kemudian desebut Jet
ini bergerak dengan kecepatan hipersonik (diatas 25 kali kecepatan
suara) sehingga menghasilkan energi kinetik yang bisa mengikis baja
kendaraan tempur secara ekslusif. Secara teori peluru HEAT pada awalnya
mampu menembus baja dengan diameter lubang 1,5 sampai 2,5 kali diameter
proyektil, kemudian peluru HEAT modern diklaim bisa menembus baja sampai
7 kali diameter proyektil dan ini terus meningkat seiring peningkatan
kualitas material yang digunakan dan performa kinerja Jet.
Akan
tetapi peluru HEAT akan kurang efektif bila berputar (ditembakan dari
laras yang alurnya berputar/rifling ; sebuah metode normal untuk
menghasilkan akurasi), sebab perputaran tersebut akan menghasilkan gaya
sentrifugal (gaya kearah luar pada benda yang berputar) yang akhirnya
Jet akan menyebar sehingga daya tembus menjadi berkurang. Atas dasar ini
peluru HEAT perlu ditembakan dari senjata berlaras Smoothbore.
Ada kesalah pahaman yang tersebar luas, HEAT diartikan sebagai kata
yang berarti PANAS (Inggris), sehingga banyak orang mengira peluru HEAT
melakukan penetrasi pada target baja berdasarkan konsep panas, padahal
peluru jenis ini tidak tergantung dengan fenomena thermal apapun.
Kesimpang siuran ini muncul dari akronim HEAT yang diartikan sebagai
kata “PANAS”.
APFSDS
Efek penetrasi peluru HEAT bekerja dengan waktu yang sangat singkat
dan berkurang sangat cepat, itu sebabnya saat ini Jerman memelopori
penggunaan Skirts (tabir logam) yang dipasang pada bagian samping
Kendaraan tempurnya seperti pada MBT Leopard, sehingga daya tembus
peluru HEAT akan bekerja pada Skirts dan sudah kehilangan efek penetrasi
sebelum mengenai bagian utama badan tank. Atau penggunaan keramik
(cobham) yang digunakan pada tank Chalenger ( Inggris) yang terbukti
dapat meredam efek Jet peluru HEAT, atau penggunaan reactive armour
(baja reaktif) yang mendahului meledakan peluru HEAT kearah luar sebelum
peluru HEAT melakukan penetrasi.
Karena kenyataan ini, kejayaan peluru HEAT menjadi melemah, maka
perlu diciptakan lagi peluru yang dapat melumpuhkan kendaraan tempur
yang sudah dilengkapi dengan skirts,keramik/cobham, atau reactive armour
tersebut, maka munculah peluru jenis APFSDS (Armour Piercing Fin
Stabilized Discarding Sabot).
Munisi APFSDS dirancang untuk menembus target apapun bukan
berdasarkan hasil kerja dari ledakan yang dihasilkan oleh energi kimia
(chemical energy penetrator seperti peluru HE,HESH dan HEAT) melainkan
berdasarkan konsep yang memaksimalkan efek dari energi kinetik pada
peluru yang dirancang sedemikian rupa, sehingga terkadang munisi APFSDS
ini disebut Kinetic Energy Penetrator. Prinsip maksimalisasi energi
kinetik didapat dari massa dan kecepatan dengan area benturan peluru
pada sasaran, sehingga peluru dapat dengan mulus menembus target. Hal
ini diperoleh dengan syarat - syarat sebagai berikut :
- Ditembakan dengan kecepatan (v) yang sangat tinggi.
- Gaya dikonsentrasikan pada daerah benturan (impact area) yang sangat kecil namun tetap menyimpan massa yang relatif besar .
- Memaksimalkan massa peluru dengan menggunakan logam terpadat.
- Ditembakan dengan kecepatan (v) yang sangat tinggi.
- Gaya dikonsentrasikan pada daerah benturan (impact area) yang sangat kecil namun tetap menyimpan massa yang relatif besar .
- Memaksimalkan massa peluru dengan menggunakan logam terpadat.
Agar gaya dikonsentrasikan pada daerah benturan yang kecil (small
impact area) maka proyektil peluru APFSDS dibuat dengan diameter 2-3 cm
dan panjang 50-60 cm sehingga bentuknya mirip sebatang linggis, karena
hal itu terkadang peluru jenis ini disebut Long Rod Penetrator (LRP),
namun masalah lain timbul: bukankah peluru ini ditembakan dari senjata
Kanon yang berkaliber mulai 90 mm, 105 mm sampai 120 mm? Berarti ada
celah yang lebar antara diameter proyektil dengan diameter laras
senjata? Sementara syarat lain mengharuskan peluru ini ditembakan dengan
kecepatan yang sangat tinggi? Untuk mengatasi hal ini maka dipasanglah
Sabot (bahasa Perancis yang berarti sepatu kayu). Sabot inilah yang
menutup celah antara proyektil/penetrator dengan diameter laras sehingga
kompresi ledakan isian dorong secara maksimal melontarkan peluru dengan
kecepatan luar biasa yaitu sekitar 1400 sampai 1900 meter/detik.
Setelah proyektil/penetrator keluar dari mulut laras, Sabot sudah
tidak diperlukan lagi, maka dengan sendirinya akan dilepaskan
(discarding), akan tetapi karena peluru beroperasi dengan kecepatan
tinggi, Sabot masih terlontar sampai beberapa ratus meter dengan
kecepatan yang masih mematikan bagi pasukan musuh atau menyebabkan
kerusakan ringan pada kendaraan.
Untuk memaksimalkan Energi Kinetik pada saat penetrator (proyektil tembus baja) membentur sasaran, selain penetrator dibuat dengan diameter yang kecil dan ukuran yang panjang, massa penetrator juga harus dimaksimalkan dengan menggunakan logam padat, maka dipilih material dari Tungsten carbide, atau Depleted Uranium (DU) alloy (Staballoy) .
Namun masalah logis selanjutnya, untuk mendapatkan jangkauan tembakan
yang jauh dengan energi kinetik dikonsentrasikan pada daerah benturan
yang kecil, sementara desain penetrator yang dibuat panjang dan ramping,
secara aerodinamis hal ini tidak stabil, sehingga cenderung jatuh ke
tanah pada saat terbang dan kurang akurat. Secara tradisional,
penetrator diberi kestabilan selama terbang dari laras dengan alur yang
berputar (rifling). Sampai batas tertentu hal ini efektif, akan tapi
untuk proyektil yang panjangnya lebih dari enam atau tujuh kali
diameternya, rifling menjadi kurang efektif. Maka digunakanlah Fin-
Stabilized (sirip ke-stabilan), sehingga kini penetrator dapat terbang
dengan stabil tanpa berputar-putar dengan akurasi tetap terjaga. Selain
itu bila masih menggunakan kanon rifling, hal ini kontra-produktif,
sebab perputaran akibat rifling akan menurunkan penetrasi efektif peluru
ini (rifling mengalihkan sebagian energi kinetik linear menjadi energi
kinetik rotasi, dengan demikian mengurangi kecepatan peluru dan tenaga
benturan). Oleh karena itu peluru APFSDS mutlak, harus ditembakan dari
senjata yang alurnya tidak berputar/ rifling yaitu dari laras senjata
Smoothbore.
Penutup
Demikian perkembangan jenis laras senjata yang berubah-ubah dari
Smoothbore ke Rifling dan kembali lagi ke Smoothbore dengan disertai
perkembangan jenis munisi dari yang efek perusakannya di dapat dari
ledakan (Chemical Energy) seperti pelurui HE, HESH, kombinasi Chemical
& Kinetic Energy seperti HEAT, atau yang mutlak menggunakan Kinetic
Energy seperti peluru APFSDS. Hal ini tercipta dengan perlombaan
kualitas material dan desain badan Kendaraan tempur. Dan untuk saat ini
peluru APFSDS masih jadi “hantu“ menakutkan bagi Kendaraan tempur
dengan kualitas material terbaru sekalipun !
Tank Leopard sebagai salah satu MBT terbaik, menggunakan kanon smoothbore kaliber 120 mm dengan jenis-jenis peluru tersebut di atas yang mampu menghancurkan segala jenis target termasuk peluru APFSDS yang dapat menumbangkan tank lawan jenis apapun.
Sumber : ARC
artikel yg menarik..
BalasHapusjd tambah pengetahuan tentang jenis-jenis munisi..
tks
Setuju bro..tadinya saya mau komen seperti mas bro,eh keduluan... ...
HapusMenarik sekali artikel ARC yg konon memang hidupnya atau napasnya tidak jauh dari masalah Alutsista. Pengetahuannya bak menyamai journal Jane's Weekly sangat akurat dan luas
BalasHapusTidak banyak komunitas begini di dunia, pantas kita acungin dua jempol tangan karena memperkaya khasanah ilmu dan informasi technologi militer tinggal di tambah informasi perkembangan dan pencapaian technology dalam negeri.
Contoh adakah kemampuan industri dlm negeri membuat fuse untuk amunisi besar, brasscap amunisi, amunisi sedang dan besar, slongsong amunisi dan yang terakhir memproduksi phyrotechnik untuk serbuk amunisi dan yg lebih lagi memproduksi propelan.
Syukur kalau kita juga sudah mampu membuat Smart Bomb seperti yg sudah saya lakukan di tahun 1990 yll dg hasil "Bull Eyes".
Diharapkan informasi spt yg saya tulis dpt menggugah semangat ber-Alutsista yg di pelopori oleh ARC.
Bravo ARC !!!
ya secara hukum fisika memang seperti itu
BalasHapuspenggunaan depleted Uranium dikarenakan Uranium memiliki massa yg berat ( 1cm^3 = 239 gr (U alam))
akan lebih efektif jika di mulut APFSDS ditambahkan grafit padat (klo intan kemahalan)untuk membelah baja yg cukup keras
hidup ilmu FISIKA
ralat 238
BalasHapusklo 239 itu Plutonium
Artikel bagusss....
BalasHapusTopmarkotop dah, leopard kita pake apa besokk??
Hehehehe
PT PINDAD tentu sudah membuat amunisi seperti yg sudah di muat artikelnya di blog ini, kalau amunisi begituan PT PINDAD jagonya.
BalasHapusEnceeerrr itu mah, malah sudah mengarah untuk membuat amunisi pintar.