Pages

Rabu, April 09, 2014

Indonesia Cina Kerja Sama Sistem Satelit Kelautan

BEIJING-(IDB) : Dua peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dari Pusat Penelitian Oseanografi mengikuti seminar Indonesia Maritime Satellite System pada 21 Februari – 1 Maret 2014 lalu di Academic of International Business Officer (AIBO) Beijing Cina. Kedua peneliti tersebut adalah Indarto Happy Supriyadi dan Rr Sekar Mira Cahyopeni.

Kegiatan seminar “Indonesian Maritime Satellite System” merupakan program kerja sama antara Indonesia dan China. Program kerja sama ini telah ditandatangani oleh kedua negara, yang salah satunya berkaitan dengan sistem satelit kelautan Indonesia.
Seminar itu sendiri diprakarsai oleh Badan Koordinasi Keamanan laut (Bakorkamla) dan perwakilan dari beberapa pemangku kepentingan seperti Kementerian Pertahanan, TNI-AL, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Riset dan Teknologi, LIPI, BPPT, LAPAN, dan Basarnas. Sedangkan, pihak China diwakili oleh China Academy Science and Technology (CAST).
Indarto mengatakan, kesimpulan atau hasil seminar tersebut terutama fokus pada spesifikasi teknis sistem satelit kelautan. Spesifikasi teknis yang paling penting yakni pemilihan orbit near equator. Sistem orbit ini sangat efisien untuk melakukan surveillance pada daerah equator karena revisit time yang jauh lebih singkat bila dibandingkan dengan sistem orbit Polar.
Disamping itu, lanjutnya, pengendalian (TT&C) terhadap Satelit orbit near equatorial efektif bila dilakukan oleh stasiun bumi yang berlokasi di daerah equator, sehingga pengendalian Satelit nantinya 100 persen akan dikelola di Indonesia. “Saat ini belum banyak Satelit yang berorbit equatorial, diharapkan dengan suksesnya operasional Satelit Kamlasat akan mengawali satelit-satelit Indonesia untuk keperluan lain (komunikasi, remote sensing, dll) yang berorbit equatorial,” terangnya.

Dikatakan Indarto, selain seminar, kegiatan lainnya adalah kunjungan di berbagai tempat seperti Ground station-CAST




Sumber : LIPI

Ekspor Senjata Jerman Lebih Transparan

Pemerintah Jerman ingin berikan informasi lebih cepat kepada masyarakat tentang bisnis persenjataan yang dilakukan Jerman. Di masa depan, akan diadakan pengumuman dua kali setahun. Selama ini hanya sekali setahun.

BERLIN-(IDB) : Langkah ini berdasarkan kesepakatan partai-partai yang berkoalisi, yaitu Partai Kristen Demokrat dan Sosialis CDU/CSU serta Partai Sosial Demokrat SPD. Kebijakan dari koalisi hitam-merah ini nantinya akan mengarah pada tranparansi dalam bisnis persenjataan Jerman.


Sesuai kesepakatan, nantinya sebuah bisnis senjata yang sudah disetujui secara rahasia oleh majelis keamanan Jerman (Bundessicherheitsrat) akan dilaporkan kepada dewan ekonomi pada parlemen Bundestag dalam waktu dua pekan. Dalam laporan akan disebut secara kongkret jenis dan jumlah senjata yang akan dikirim, serta negara yang menerimanya.


Sedangkan nama perusahaan dan harganya tidak akan disebut, karena menjadi rahasia bisnis perusahaan terkait. Di samping itu, permintaan ekspor yang ditolak juga tidak akan diinformasikan. Badan dalam majelis keamanan, yang menangani pemesanan senjata dari luar negeri menentukan sebagian besar ekspor persenjataan yang pelik. Termasuk dalam badan itu antara lain Kanselir Angela Merkel serta sejumlah wakil kementerian.



Akhir Penjagaan Rahasia Yang Berlebihan


Di samping itu, partai-partai yang berkoalisi dalam pemerintahan sepakat, laporan ekspor senjata yang selama ini hanya dikeluarkan sekali setahun dan sangat lambat, akan dipublikasikan lebih cepat. Selain itu akan ada laporan pertengahan tahun, yang memuat ekspor senjata pada enam bulan pertama.


"Dengan demikian tidak ada lagi penjagaan rahasia yang berlebihan", kata wakil kepala fraksi SPD, Hubertus Heil. Sekarang ada minat lebih besar untuk menciptakan keterbukaan, kata Heil sambil menambahkan, "Dengan cara itu tekanan juga diperbesar, agar Jerman melancarkan politik ekspor senjata yang restriktif." Wakil kepala fraksi CDU Michael Fuchs menyatakan, transparansi akan lebih ditingkatkan dengan jelas.


Dasar kesepakatan baru ini akan dilaksanakan di parlemen Bundestag Mei mendatang. Langkah itu sesuai dengan kesepakatan koalisi CDU/CSU dan SPD.


Jerman termasuk negara pengekspor senjata terbesar di dunia. Menurut pengumpulan data terakhir, dari tahun 2012, pemerintah Jerman menyetujui penjualan senjata seharga 4,7 milyar Euro.


Terutama penjualan senjata ke negara-negara yang pemerintahnya otoriter, seperti Arab Saudi dan Qatar yang berkali-kali mendapat kritik. Perusahaan terbesar yang memproduksi senjata di Jerman antara lain: Rheinmetall, Krauss-Maffei Wegmann (KMW) dan Airbus.




Sumber : DW

TNI AD Kejar Kelompok Radikal Bersenjata Di Papua

PAPUA-(IDB) : Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Andika Perkasa, menuturkan, pihaknya masih terus melakukan pengejaran kepada kelompok radikal bersenjata di Papua. Pengejaran dilakukan pascainsiden kontak senjata antara Batalyon 751 Raider dengan kelompok bersenjata di Puncak Senyum, Distrik Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Papua, Rabu (9/4).

"Kami terus melakukan pengejaran terhadap enam orang yang melarikan diri saat kontak senjata terjadi. Mereka melarikan diri namun dipastikan beberapa diantara mereka luka-luka," kata Andika.


Menurutnya, anggota Kodam 17 Cenderawasih sebelumnya sudah mencium pergerakan Kelompok Radikal Bersenjata di wilayah Kabupaten Puncak Papua. Semua berdasarkan pengolahan intelijen yang dilakukan Kodam 17 Cendrawasih sejak sepekan terakhir.


Kemudian, Kodam 17 Cendrawasih menindaklanjuti informasi intelijen itu dengan menugaskan satu tim Patroli sebanyak 7 orang Tim dipimpin Kapten Suchori dari Satgas Pengamanan Daerah Rawan, Batalyon 751 Raider.


"Ternyata, apa yang diinformasikan intelijen benar. Pada Rabu pagi sekitar pukul 8.05 WIT, tim dari Batalyon 751 Raider berhasil kontak tembak dengan Kelompok Radikal Bersenjata yang terdiri dari tujuh orang di Kabupaten Puncak Jaya," kata Andika.


Akibat bentrokan, satu orang kelompok radikal bersenjata yang bernama Waniyo Enumbi, asal Kelompok Philia yang dipimpin oleh Rambo/ Engkaranggo Wonda, tewas. Namun, enam orang diantaranya melarikan diri.




Sumber : BeritaSatu

Indonesia Announces Offset Programme

JAKARTA-(IDB) : Indonesia has launched a formal defence offset and countertrade programme to boost the country's economy and spur the development of its defence industrial base.


The economic compensation policy was announced on 5 April by the Indonesian Ministry of Defence's (MoD's) Defence Industrial Policy Committee (KKIP), although the document is awaiting clearance from President Susilo Bambang Yudhoyono before publication.


Silmy Karim, the KKIP's special staff for co-operation and institutional relations, told IHS Jane's that president approval could take "about two weeks". Once approved, the policy is expected to be published on the Indonesian MoD website.

Requirements


Key tenets of the policy are framed by the Defence Industry Law 2012 (known in Indonesia as UU No.16 2012).




Source : Jane's

Australia In Talks To Buy Japanese Submarines To Upgrade Fleet

TOKYO-(IDB) : Almost 72 years after Japanese midget submarines attacked Sydney Harbour killing 21 sailors, Australia could buy Japanese subs for its $30 billion replacement program.

Possible access to Japanese technology and even a so-called “military off-the-shelf” deal to buy the boats is on the agenda during high-level defence talks in Tokyo between Prime Minister Tony Abbott and senior Japanese officials.

Mr Abbott’s talks follow a top-secret mission to Japan in February by the nation’s defence purchasing guru and head of the Defence Materiel Organisation Warren King to open negotiations with Japan’s defence agency for possible access to its Soryu Class submarines.

Defence Minister David Johnston has also met Japanese officials to discuss submarines and senior navy officers have been on board the Japanese boats to examine technologies such as the Swedish-designed air independent propulsion (AIP) system.

The AIP system allows the diesel-electric vessels to remain submerged for long periods of time without the need for fresh air for diesel power-plants.

When asked yesterday what aspects of the Japanese boats might be included in an Australian design, a senior government source replied: “Everything.”

When pressed on whether that included buying the boats off-the-shelf from the Japanese the answer was an emphatic “yes”.

At a submarine conference in Canberra tomorrow Senator Johnston will tell Defence and industry that “all bets are off” when it comes to options for the future Australian submarine fleet.

He will also debunk the myth that Australia needs 12 submarines and will make it plain that the government is not a job-creation agency for local shipbuilders.

That means shipbuilder ASC would need to prove its credentials as a competitive and skilled shipyard.

Japanese officials have visited the ASC shipyard at Port Adelaide, where the navy’s six Collins Class boats were built.

The Japanese vessels cost about $600 million each, or less than half the price of an Australian-made alternative.

The 4200-tonne (submerged) Soryu submarines would be an ideal fit to replace the ageing 3400-tonne Collins boats.

It is understood the Japanese technology could also be used to extend the life of the Collins boats beyond the late 2020s.

Senator Johnston will also urge Defence to get moving quickly so a decision can be taken by March 2015.

He will point out that it took Singapore just 10 months to move from concept to decision for its new submarine.




 Sourece :  News

RAI Gandeng Dassault Systemes

JAKARTA-(IDB) : PT Regio Aviasi Industri (RAI), perusahaan dirgantara swasta yang saat ini tengah mengembangkan pesawat R80 resmi menggandeng Dassault Systemes dalam proses rancang bangun pesawat unggulannya itu. Penandatanganan nota kesepahaman ini dilakukan siang tadi (8/4/2014) di Jakarta.

"Kami akan memanfaatkan platform 3DExperience dari Dassault Systemes. Dengan platform ini kami bisa mengetahui secara real time perkembangan program pesawat kami mulai dari desain,simulasi produksi,sampai integrasi pesawat itu sendiri," ujar Agung Nugroho, Presdir PT RAI.

Dari presentasi yang ditampilkan, piranti lunak bernama Catia ini digunakan untuk membuat desain tiga dimensi dari R80. Tak hanya berhenti di desain, Catia juga mampu mensimulasikan tahap-tahap produksi hingga membuat simulasi jika terjadi kecelakaan. Harapannya, dengan rangkaian simulasi ini R80 mampu selesai diproduksi tepat waktu.

Soal sistem avionik, landing gear, mesin, dan sistem-sistem lainnya yang akan digunakan di R80,  Agung masih enggan menjelaskan secara rinci. Pasalnya,saat ini pihaknya masih memfokuskan diri untuk merampungkan desain R80.

"Sudah ada beberapa produsen yang kita lirik tapi belum bisa bilang sekarang. Mudah-mudahan akhir tahun ini kami sudah bisa tentukan semuanya," jelasnya.




Sumber : Angkasa

Upaya Pemenuhan Program MEF

Ilustrasi. Alutsista Proram MEF. Image: internet
JKGR-(IDB) : Sedikit berkomentar tentang diskusi rekan-rekan sebelumnya mengenai pembelian alutsista pesawat tempur TNI. Hingga saat ini Kementerian Pertahanan dan TNI masih memfokuskan kepada pengadaan SU 35 dan pesawat tempur SU 34 Platypus/Fullback, sebagai pilihan pertama pesawat tempur generasi terbaru RI, terutama untuk menggantikan F-5 Tiger yang sudah uzur. 

Memang ada beberapa opsi lain seperti Rafael, Typhoon, & Gripen sebagai pilihan lainnya, tapi itu menjadi pilihan terakhir jika pilihan pertama gagal. Kenapa TNI tetap menginginkan SU family? Ada beberapa kondisi yang tidak bisa diungkapkan disini. Jadi belum ada yang benar-benar “deal” sampai sekarang terkait pengadaan pesawat tempur, selain yang sudah datang saat ini.

Sebelumnya banyak artikel yang ditampilkan di blog ini tentang pembelian berbagai macam pesawat tempur, dengan menampilkan foto yang “diakui” sebagai proposal pembelian alutsista? Padahal tidak pernah dalam sejarahnya ketika TNI membeli alutsista, apalagi alutsista yang masuk kategori “teknologi tinggi dan mematikan” ditampilkan seperti “list menu pecel lele” dipinggir jalan. Biasanya untuk menjaga kerahasiaan spesifikasi alutsista, menggunakan kode-kode tertentu yang hanya dipahami oleh tim teknis RI & negara pihak penjual. Bahkan di Kemenhan maupun Mabes TNI sendiri tidak semua orang bisa mengetahuinya.

Biasanya kalau TNI & Kemenhan berencana mengadakan pembelian suatu alutsista, baik untuk matra darat, laut & udara, sebelum mengusulkannya kepada komisi 1 DPR RI, dibentuk tim-tim teknis yang terdiri dari beberapa lembaga pertahanan RI baik yang bergerak dalam R&D, maupun yang berfungsi sebagai Think-thank, dengan melibatkan ketiga matra, dalam kelompok-kelompok kecil untuk meneliti alutsista manakah yang sesuai dengan kondisi Indonesia serta dibutuhkan Indonesia?

Biasanya ada jangka waktu tertentu yang diberikan untuk meneliti hal tersebut, akan lebih lama biasanya kalau pembahasan berkaitan dengan persenjataan teknologi tingkat tinggi, seperti pesawat tempur atau peluru kendali. Setelah penelitian diadakan, dan sesuai jangka waktu yang diberikan, setelahnya akan ada presentasi dari beberapa tim peneliti tersebut di depan Kemenhan & pembesar TNI. Hasil dari presentasi beberapa tim itulah yang akan dijadikan pertimbangan bagi Kemenhan & TNI dalam memberikan laporan pengadaan alutsista kepada Komisi I DPR RI. Bisa jadi foto-foto yang ditampilkan oleh rekan-rekan dalam beberapa artikel sebelumnya di blog ini adalah ceceran dokumen penelitian tersebut. Itu juga kalau benar ya? Tapi sekali lagi semua hasil penelitian tersebut tidak semuanya akan terealisasi.

Saat ini teknologi informasi sudah sangat maju, begitupun dalam teknologi intelijen. Tidak ada satu negara pun yang membeli peralatan militer tanpa diketahui oleh negara lain. Karena tidak ada satu negara pun yang ketika memproduksi peralatan militer bisa 100% hasil dari produksi sendiri. Bahkan negara seperti Rusia sekalipun tetap ada beberapa komponen alutsistanya berasal dari Jerman, Prancis atau berkongsi dengan China maupun India. Begitupun dengan Amerika Serikat, berbagi kongsi dengan Inggris atau NATO. Karena hal inilah maka pengadaan alutsista negara manapun sebagian besar tetap bisa diketahui. Ditambah lagi dengan adanya kode etik dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengharuskan transparansi dalam pengadaan alutsista negara anggota maupun peningkatan anggaran militer negara-negara dunia.

Tetapi diluar itu, tetap ada yang tidak bisa diketahui oleh negara lain. Misalnya dalam pengadaan pesawat tempur, kita ilustrasikan seperti pembuatan sebilah pedang, walaupun bentuknya bisa sama, tetapi komponen jenis besi baja yang digunakan bisa berbeda, lamanya waktu tempah, tingkat ketajaman, akan berbeda. 

Artinya, saat ini banyak negara-negara didunia memakai armada pesawat tempur yang sama, seperti China & India sama-sama memakai pespur Sukhoi Family, tetapi bukan berarti dari segi kekuatan gempur akan sama. Begitu juga Indonesia & Malaysia, sama-sama membeli pespur sukhoi Family, tetapi bisa dijamin kekuatan keduanya tidak akan sama. Pengadaan kapal selam, Ilustrasi lainya, seperti membeli perangkat tikus, walau sama-sama membeli di toko yang sama, model/jenis yang sama, tetapi perbedaannya adalah penempatan perangkat tersebut, hanya si pembeli yang benar-benar bisa mengetahuinya.

Dari sisi kerahasiaan inilah Kemenhan & TNI banyak bermain. Hasilnya bisa dilihat, Indonesia adalah salah satu negara didunia yang paling sulit diukur kekuatan tempurnya. Meminjam istilah orang Medan, “ngeri-ngeri sedap” nya terletak pada kecerdasan TNI dalam memainkan sisi kerahasiaan yang sebenarnya bisa juga dianggap tidak rahasia.

Banyak negara-negara sekeliling NKRI yang “kecele” dengan langkah TNI, misalnya Malaysia yang tergopoh-gopoh membeli KS Scorpone, tanpa penelitian lebih lanjut, ketika secara tak sengaja memergoki KS tipe “Bajak laut” milik RI yang lagi “nangkring” di perairan atas kepala pulau Kalimantan. Hasilnya sekarang Scorpone Malaysia tak ubahnya seperti “gerobak tua” karena bermasalah dengan komponen & pengoperasian. Atau Australia dengan membeli KS Collin Classnya, ketika memergoki KS RI dari “Armada Nyi Roro Kidul” yang lagi jalan-jalan santai & nyerempet dikit di dekat perairan Perth. Australia langsung ngeborong Collin Clas, karena berasumsi RI memiliki banyak KS tipe penjelajah tersebut, padahal……???, hasilnya sekarang KS Collin Class yang dibeli mahal-mahal hanya menjadi pajangan saja, karena tak tahu akan digunakan untuk apa.

Apakah benar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang maha luas ini hanya memiliki 2 Kapal selam, KS Cakra & Nanggala? Saran dari wangsit mbah Marijan, mengatakan “sebaiknya jangan percaya”.

Sekarang mari kita telaah sedikit apa yang terjadi saat ini terkait pengadaan alutsista RI terutama dalam upaya pemenuhan program MEF I, II & III, terutama berhubungan dengan negara sahabat:
R&D
Kemenhan & Mabes TNI saat ini berada dalam posisi yang dilematis, terkait pengadaan alutsista versus riset. Kemenhan & TNI bertekad akan tetap mewujudkan MEF bisa tercapai hingga akhir, tetapi saat ini setelah melalui penelitian & pertimbangan yang panjang, ada beberapa alutsista yang wajib untuk diadakan, diluar apa yang telah diprogramkan sebelumnya. 

Disisi lain, Riset yang semakin kencang digalakkan di Beberapa BUMN pertahanan strategis juga membutuhkan penambahan anggaran. Saat ini sudah banyak ilmuwan-ilmuwan Indonesia yang tersebar diberbagai negara di dunia, ditarik kembali pulang untuk diperbantukan dalam pengembangan riset pertahanan. Saat ini hanya dalam waktu singkat sudah bisa dilihat hasil dari riset tersebut dalam pengembangan alutsista, baik yang sudah diketahui umum, maupun yang masih kategori rahasia. 

Tetapi karena keterbatasan anggaran pertahanan & Riset, jika tidak ada penambahan anggaran pertahanan dari Pemerintah, maka harus ada yang terpaksa dikorbankan. Yakni, kalau Kemenhan & TNI tetap memaksakan pembelian alutsista sesuai dengan yang sudah diprogramkan sebelumnya, terpaksa R&D diperlambat sedikit. Akan tetapi jika R&D mau dipercepat, konsekuensinya pembelian alutsista harus ada yang dikurangi. Kemenhan & TNI sudah mengajukan permasalahan ini ke komisi I DPR RI, tetapi pergantian keanggotaan komisi I DPR RI nanti, dikhawatirkan akan mendapatkan penolakan kembali.
Rusia
Pinjaman fasilitas kredit sebesar US$1 miliar kepada Indonesia, sudah terealisasi dengan datangnya sejumlah alutsista seperti helikopter Mi-35 dan Mi-17, puluhan BMP-3F, BTR-80A, senapan serbu AK-102, dan lain-lain. Walaupun masih banyak sisanya, Presiden Vladimir Putin sudah bersedia & menawarkan pinjaman State credit 2 miliar dolar AS lagi, jika Jakarta berkenan. 

Dengan Syarat, pinjaman tersebut harus digunakan sepenuh untuk membeli Pesawat tempur Sukhoi berbagai varian, kapal Selam Kilo Class, KS tipe Oxxxx, sistem pertahanan S300, Sejumlah destroyer, Fregat, & beberapa alutsista lainnya. Nahh, disinilah masalah terjadi, Indonesia juga mengajukan syarat kepada Rusia, bahwa RI bersedia memenuhi persyaratan Rusia, jika ada pembagian ToT minimal 60% dalam setiap kategori alutsista, selain itu Rusia juga tidak boleh menjual peralatan perang yang sama kepada negara-negara yang berpotensi menjadi musuh NKRI. 

Persyaratan pertama bersedia dipenuhi oleh Rusia, tetapi persyaratan kedua langsung ditolak, karena dianggap mengintervensi kebijakan luar negeri Rusia. Tarik ulur terjadi, sudah bolak-balik kedua belah pihak saling mengunjungi untuk menyelesaikan masalah ini. RI & Rusia sampai saat ini benar-benar terlibat diplomasi “yoyo”, karena tidak ada yang mau mengalah.

Belakangan Rusia mulai sedikit melunak, dengan menawarkan kepada RI, bahwa jika berkenan, RI boleh memakai alutsista yang sama dengan yang dipakai oleh Rusia saat ini disemua matra, untuk menepis kekhawatiran Indonesia. Artinya RI mendapatkan akses langsung ke sistem pertahanan tingkat tinggi seperti S400, S500, maupun teknologi ICBM. Tapi Indonesia tetap “keukeuh” dengan pendiriannya. 

Hasilnya, beberapa pembelian “molor” hingga saat ini. Kemarin waktu dikirim kembali tim peninjau dari Kemenhan & TNI ke pabrik galangan kapal selam Rusia, hasilnya tetap debat kusir, karena kedua belah pihak “keras kepala” (walau diberitakan kepada umum, bahwa batalnya disebabkan karena KS yang ditawarkan tidak sesuai spesifikasi, dll). Rusia juga malah meminta jaminan politik kepada RI terkait hubungan kedua belah pihak. Rusia merasa was-was kepada kebijakan luar negeri RI setiap pergantian kepemimpinan. Rusia mengambil satu contoh, yakni rencana pembangunan stasiun Antariksa di Biak-Papua, yang hingga kini “mandek”, karena pergantian kepemimpinan.

Garis besarnya Rusia khawatir RI akan “berselingkuh” dengan yang lain ketika sudah diberikan semua kepercayaan, bukan tanpa sebab, karena menurut beberapa tim peninjau, ditengah perdebatan diplomasi, sejumlah petinggi militer Rusia sempat menyinggung tragedi “Habrink Operation”, kejadian yang paling menyakitkan dirasa oleh Rusia (Walaupun saat itu masih Uni Soviet) dalam hubungan Jakarta-Moskow. Karena keras kepala Indonesia ini juga, Rusia sempat mengancam untuk menutup kerjasama pengoperasian & perbaikan sejumlah KS penjelajah samudera tipe Sxxxxx yang dipakai Indonesia saat ini. Karena KS tersebut dalam waktu dekat secara bergantian akan kembali “masuk bengkel” untuk berbaikan lanjutan.

Tapi Indonesia juga tidak kalah gertak & mengancam, berani Rusia meninggalkan Indonesia, maka Indonesia akan benar-benar “selingkuh” dengan musuh bebuyutan* Rusia. Di tengah diskusi kami, ada seorang Komandan TNI yang nyeletuk, “Vladimir Putin dilihat dari kebijakannya ke Indonesia seperti titisan Presiden Nikita Khuzchev, tapi sayangnya kita belum punya titisan Presiden Soekarno”.

Saat ini dibawah kepemimpinan panglima TNI Moeldoko, Indonesia bertekad untuk semakin berpartisipasi di kancah internasional, dengan mengirimkan pasukan perdamaian ke berbagai negara yang terlibat konflik, seperti Afrika & Timur Tengah. Dibuktikan juga dengan semakin berseliwerannya kapal-kapal perang RI di lautan internasional, apakah itu dalam misi perdamaian, latihan antar negara, ataupun misi lainnya. Tentu saja setiap misi apapun kapal perang RI yang beroperasi di lautan internasional selalu mendapat kawalan dari Armada bawah laut RI, seperti yang selama ini sudah dilakukan. Masalahnya dengan semakin canggihnya teknologi kapal selam negara lainnya, untuk mengoptimalkan operasi, memaksa Indonesia kembali “membedah” KS penjelajah samudera miliknya.

Seminggu sebelum PM Vanuatu Moana Carcasses Kalosil “mengoceh” tentang pelanggaran HAM di Papua, di Sidang Tahunan Dewan HAM PBB di Jenewa Swiss pada 4 Maret 2014 lalu, Armada bawah laut RI berangkat dari teluk Palu melewati Arafuru-PNG hingga perairan Vanuatu, untuk mengetahui kenapa negeri liliput tersebut begitu berani mengusik ketenangan NKRI? Pasti ada yang “membekenginya”. Setelah berputar-putar sekitar perairan Oceania, & negara-negara seperti Fiji, Samoa & Tuvalu selama lebih dari satu minggu dikedalaman laut tertentu, pada hari ke sembilan diketahui ada pergerakan 2 kapal selam asing dari arah New Zealand berpatroli mendekati, kemudian dari arah Australia terdeteksi kapal selam lainnya.

Dilihat dari kemampuannya, diyakini bahwa kedua Armada KS sebelumnya adalah kapal selam milik Amerika Serikat, sedangkan satu KS lainnya milik Australia. Untuk menghindari terdeteksi, KS tipe Sxxxxx RI terpaksa menyelam lebih dalam dengan bersembunyi diantara palung-palung laut. Jalur balik pun di ubah dengan melewati Kep. Solomon-Nauru-berputar ke Manus Island-Palau- dan masuk kembali ke perairan Indonesia. Perjalanan ini membutuhkan waktu hampir 2 minggu. Tidak diketahui apakah tindakan KS RI ini diketahui saat itu, tetapi ke 3 KS sebelumnya sempat mengekor mengikuti Armada RI sampai masuk ke perairan Solomon, sebelum benar-benar terlepas ketika sudah mencapai Manus Island.

Tidak pernah sebelumnya operasi Armada RI disinyalir diketahui sejauh itu, dengan resiko dihancur totalkan & RI maupun dunia tidak akan bisa mengakui atau menyalahkan siapapun kalau itu benar-benar terjadi. Karena hal tersebut, RI meminta Rusia untuk meninjau kembali teknologi AIP KS, & komponen teknologi lainnya di KS yang digunakan dengan kembali memasukkanya ke bengkel dixxxxxxxxx sana. Operasi ini sendiri memakan waktu hingga 39 hari sampai Armada KS kembali masuk markas. (Silahkan ditebak KS Made in Rusia tipe apa yang bisa nyelam lebih dari satu bulan dibawah laut).
Uni Eropa
Uni Eropa disini maksudnya “minus” Jerman. Kemenhan & TNI tetap memprioritaskan pemenuhan alutsista dari blok Eropa barat. Sebagai sebuah antisipasi perimbangan kekuatan menghadapi negara-negara sekitar kawasan, seperti China & India. Walaupun saat ini titik beratnya pengadaan alutsista dari blok barat lebih didasarkan pada pergesekan di kawasan Laut China Selatan. Sejumlah negara Uni Eropa seperti Inggris, Perancis, Swedia, sangat antusias menawarkan produk alutsista mereka, selain karena memang didorong oleh krisis keuangan Eropa yang hingga saat ini masih “melempem”. Sudah terjadi beberapa kali kunjungan atase pertahanan dari beberapa negara Uni Eropa ke Indonesia, maupun sebaliknya untuk menegosiasikan renstra ini.

Oleh karena itu dalam rencana jangka panjang MEF, tetap dimasukkan beberapa komponen sistem pertahanan dari negara-negara Uni Eropa sebagai pilihan lainnya, seperti pesawat tempur Rafale, Typhoon, atau Saab-Gripen, serta sejumlah alutsista lainnya untuk ketiga matra. Tapi yang menjadi kendala adalah blok Uni Eropa dirasa sangat pelit dalam pembagian ToT. Walaupun dalam beberapa proposal yang diajukan oleh Perancis & Inggris sudah dicantumkan persyaratan pembagian ToT, tetapi dilihat dari besarnya persentase, Indonesia masih menganggap hanya sekadar “ToT basa-basi”. 

Ditambah lagi dengan alotnya kasus pengadaan kapal perang PKR Sigma 10514 dari Belanda, walaupun saat ini terealisasi, tetap ada “poin-poin pengkhianatan” dari Belanda dalam pengadaannya, karena tidak sesuai dengan perjanjian awal. Selain itu ditubuh TNI sendiri secara tidak langsung terbentuk dua kubu antara yang mendukung pembelian alutsista dari blok barat dengan yang menolak.

Pihak yang menolak menganggap sudah cukup dengan kejadian memalukan saat embargo suku cadang alutsista dijatuhkan oleh blok barat kepada Indonesia kemarin, yang mengakibatkan sebagian peralatan tempur TNI menjadi “onggokan besi tua” di gudang, bukan tidak mungkin blok barat dimasa depan akan melakukan hal yang sama kembali. Saat ini Kemenhan & TNI lebih bersikap menunggu dalam menghadapi blok barat. Istilahnya “kalo loe jual, gue siap beli, dengan persyaratan bla bla bla, tapi kalau tidak mau, ya monggo, pintu ada disebelah sono”.
Korea
Kita patut ucapkan tahniah, dalam hubungan Indonesia – Korea Selatan. Saat ini pembangunan KS Changbogo lancar, proyek KFX/IFX juga sedang dikebut, dan rencananya akan ada beberapa kerjasama lainnya dalam pengembangan riset alutsista antara kedua belah pihak. Tetapi proyek ini juga banyak gangguan & godaan yang bisa membuyarkan semua rencana.

Misalnya, Korsel sangat rentan sekali diintervensi oleh Amerika Serikat dalam pembangunan alutsista mereka maupun dalam pengembangan R&D. Bukan tidak mungkin AS akan kembali berusaha membuyarkan kerjasama strategis ini jika dianggap mengancam mereka, atau setidaknya diarahkan agar sesuai dengan keinginan mereka. Selain itu Korsel juga sering terganggu oleh “saudara nakalnya” Korea Utara setiap ada provokasi. Ditambah lagi dengan masalah perbatasan dengan Jepang maupun China.

Melihat dari beberapa kejadian sebelumnya, terlihat Korea Selatan suka membuat kebijakan dadakan, seperti penundaan proyek KFX/IFX yang tiba-tiba, pembelian F35, dll. Indonesia bisa mengambil peran sebenarnya disini sebagai pihak pendamai & menenangkan Korsel, karena Indonesia juga bersahabat erat dengan Korea Utara, Jepang & China, demi keberlangsungan kerjasama kedua belah pihak. Saat ini Indonesia benar-benar memberikan perhatian penuh dalam kerjasama pengembangan alutsista antara Korea Selatan-Indonesia. Semoga selalu berjalan lancar.
Jerman
Negara Uni Eropa satu-satunya yang paling susah diatur, & selalu dicurigai oleh negara-negara anggota NATO sendiri. Tapi kebijakan Jerman ini disisi lain memberikan berkah bagi Indonesia. Selain pembelian MBT Leopard & tank medium Marder, Indonesia memiliki kerjasama strategis pertahanan lainnya dengan Jerman yang tak bisa diungkapkan ke publik. Terkait pengadaan Leopard, RI tetap “ngotot” agar sisa MBT Leopard yang akan terkirim ke Indonesia nanti, sudah memenuhi spesifikasi yang diminta Indonesia, yakni harus bisa berfungsi dengan baik diiklim tropis maupun ditanah gembur & tanah rawa.

Awalnya pihak Jerman merasa keberatan, karena kalau itu dilakukan akan merubah 50% lebih spesifikasi MBT Leopard dari kemampuan aslinya, tetapi entah kenapa akhirnya Jerman menyetujui. Saat ini diketahui ternyata Jerman menjadikan perombakan Leopard Indonesia sebagai bahan rujukan untuk pembangunan MBT baru dimasa depan yang mungkin dikhususkan untuk negara-negara tropis. Selain itu Jerman juga menantang Indonesia, jika hasil yang diminta Indonesia sesuai dengan yang diharapkan, Jerman menawarkan 250 MBT Leopard lainnya, melalui pinjaman lunak, nah lhoo, sanggup gak? Mengenai tank Marder, ahh, anggap saja itu hadiah dari Jerman untuk Indonesia, karena blue print alutsista ini sudah dicopy.

Yang lucunya Jerman terkadang “sembunyi-sembunyi” dalam membuat kesepakatan dengan Indonesia, untuk menghindari “usilan” gerombolan negara Uni Eropa lainnya, selain itu yang memberikan dukungan penuh terhadap kerjasama ini bukan datang dari PM Angela Merkel, tetapi justru datang dari petinggi militer Jerman sendiri yang mendesak pemerintahnya?
China
Indonesia – China sedang hangat-hangatnya menjalin hubungan saat ini, terlepas dari kepentingan kedua belah pihak. Pengembangan teknologi peroketan-peluru kendali ataupun antariksa menjadi poin utama dalam kerjasama RI-RRC. Hasilnya sudah banyak yang terealisasi, walau sebagian besar masih masuk kategori “sangat dirahasiakan”, selain itu China juga menghibahkan beberapa radar militer untuk Indonesia yang ditempatkan di Sumatera & Nusa tenggara, yah tentunya pasti ada apa-apanya kan??

Yang menjadi kendala tentunya tetap masalah sengketa laut China Selatan, walau China mengatakan tidak akan menyentuh Kepulauan Natuna, tapi “sembilan titik” yang menyentuh ZEE Kep.Natuna di Peta terbaru RRC tetap dianggap serius oleh Indonesia. Dan pada saat kunjungan Panglima TNI Moeldoko ke China kemarin, walau berhasil menyepakati beberapa poin kerjasama strategis, tapi pada saat menyentuh LCS, China memberikan jawaban “ambigu” yang dianggap oleh panglima sebagai sebuah ancaman dimasa depan. Setelah kunjungan tersebut dalam sebuah wawancara dengan Reuters, panglima Moeldoko mengkhawatirkan adanya perlombaan senjata di Asia Tenggara. Tentunya pihak internasional menyadari kalau statemen itu sebenarnya ditujukan untuk Indonesia sendiri, yang artinya Indonesia bersiap untuk memperkuat persenjataannya.

Tapi ketegasan Panglima TNI didepan petinggi militer China di “kandang”nya sendiri, yang mengatakan siap perang & siap damai terkait kedaulatan NKRI di Kep. Natuna sudah cukup menjawab semua itu. Dimasa Kerajaan Sriwijaya & Kerajaan Majapahit nenek moyang kita sudah sering “bacok-bacokan” dengan kekaisaran China, mungkinkah dimasa depan sejarah akan kembali terulang?
Amerika Serikat
Tentu saja AS tetap menjadi pihak yang selalu “jantungan” melihat tingkah laku Indonesia, & akan tetap mencampuri urusan dalam negeri RI. Pada saat renstra MEF dibentuk, AS terkaget-kaget begitu mengetahui bahwa sebagian besar perencanaan pembelian alutsista RI bukan dibeli dari mereka. Yah, usaha pembujukan pun dilakukan, tentu saja berhasil, dengan sogokan hibah puluhan pesawat tempur F-16 “karatan”, kurang yakin juga, dibujuk lagi dengan penjualan helikopter Apache, yang seumur-umur berdirinya Republik ini, tidak pernah sekalipun “dihalalkan” dimiliki oleh Indonesia.

Masih kurang yakin juga, AS baru-baru ini kembali menawarkan beberapa pesawat tempur kelas berat & alutsista lainnya kepada RI, walaupun belum dijawab, yakinlah AS akan tetap melanjutkan usaha mereka. Terkait hibah F-16 bekas tersebut, sebagian petinggi TNI yang pernah merasakan pahitnya embargo yang dijatuhkan oleh AS kepada RI, dengan geraham bergemeretuk nyeletuk “Kagak ada kapok-kapoknya!!” Ditengah rasa was-was tersebut, tiba-tiba RI menerapkan Undang-Undang Minerba, yang memaksa PT. Freeport di Papua harus merogoh kocek mereka dalam-dalam untuk membangun smelter.

Saat ini upaya “ngeyel” AS untuk menolak mentaati UU Minerba terus dilakukan. Mereka mengancam akan mem-PHK ribuan karyawan, juga kemarin sempat menghentikan operasional PT. Freeport beberapa saat. Tapi RI kembali “menjitak” AS dengan memaksa pembagian keuntungan PT. Freeport 51% untuk RI & sisanya untuk AS. Sudah tentu langsung ditolak oleh meraka yang hanya mau membagi 30% saja, udah cukup yahh. 

Luar biasa memang dengan keberanian ini, tetapi kenapa baru pada detik-detik terakhir pemerintahannya, Presiden SBY langsung bisa bersikap seberani Wrekudara? Nahh, pemilu 2014 ini tentu saja akan menjadi hidup & mati bagi kepentingan AS di Indonesia. Karena belum tahu apakah yang akan terpilih nanti adalah Presiden berwatak ayam kate & bersedia menjadi boneka mereka, atau benar-benar berwatak burung Garuda, yang bisa mencakar wajah manis mereka?

Sekian saja dulu, besok pemilihan Umum, pertaruhan bagi kita semua. Tak peduli dari partai apapun, suku apapun, tolong bantu negara ini dengan memilih pemimpin yang benar-benar mencintai negerinya melebihi dirinya sendiri. Seperti yang sudah dicontohkan oleh para pendahulu kita. Maaf kalau ada salah disini, karena ini hanya bocoran dari wangsit mbah Marijan tadi malam.




Sumber : JKGR

Berita Foto : Pameran Hasil Riset TNI AD

JAKARTA-(IDB) : Mabes TNI-AD di Jakarta mendadak ramai oleh sejumlah purwarupa peralatan. Di hari senin (07/04) ini, TNI-AD memang punya hajat memamerkan berbagai hasil riset mereka dengan Universitas Surya. Total ada belasan hasil riset yang nantinya diharapkan bisa mengisi peralatan senjata milik TNI-AD.

Salah satu yang menarik perhatian adalah Gyrokopter, hasil riset Korps Penerbangan Angkatan Darat. Selain itu, ada pula berbagai peralatan menarik lainnya. Mulai dari UAV mini, perangkat Optronic, hingga motor berbahan bakar gas. Semoga saja hasil karya ini tidak berhenti hanya pada tahap prototipe.

Berikut liputannya :

Gryrokopter [Motor Terbang]
Alat Komunikasi
http://arc.web.id/images/stories/RISETAD/risetad%202%20copy.jpg
Drone
Alat perangkatt Optronic
UAV
Konversi BBM ke Gas



Sumber : ARC

Mabes TNI Diharapkan Perkuat Alutsista Sebelum Bentuk Kogabwilhan

JAKARTA-(IDB) : Sejumlah pengamat meminta Markas Besar TNI mempersiapkan alat utama sistem senjata (alutsista) dan prajurit yang andal sebelum membentuk Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan).

Anggota Komisi I Susaningtyas Kertopati meminta TNI terlebih dulu mempersiapkan alutsista sesuai dengan kekuatan pokok minimal (minimum essential forces/MEF). "Selain itu, sumber daya manusianya serta pola kerja dalam sistem pertahanan harus benar-benar siap," kata Susan saat di hubungi wartawan (Selasa, 8/4).

Selain itu, TNI juga harus secara integral menyiapkan teknis pembentukan Kogabwilhan, baik dalam konteks kewilayahan maupun politik anggarannya. "Jangan sampai anggarannya tak cukup," katanya.

Susaningtyas berharap pembentukan Kogabwilhan akan meningkatkan soliditas tiga matra TNI. "Karena jujur saja selama ini, hasil latihan gabungan yang sering dilakukan TNI, tak memperlihatkan adanya kordinasi yang baik di tataran implementasi," kata dia.

Pemerhati pertahanan dari Universitas Indonesia Andi Widjajanto menyatakan, butuh suatu penyiapan organisasi, personel, maupun alat utama sistem senjata (alutsista) yang memadai. “Organisasi yang harus disiapkan semestinya bersifat gabungan dan senantiasa memperhatikan kondisi geografis,” katanya.

Dia berharap persoalan alutsista harus segera diselesaikan dulu sebelum Kogabwilhan dibentuk. “Jangan sampai organisasi baru itu dibentuk hanya demi merespon masalah banyaknya perwira tanpa jabatan yang dewasa ini melanda organisasi militer Indonesia,” jelasnya.

Sebab, menurutnya, kalau pembentukan Kogabwilhan hanya mengandalkan pada kuantitas dan kualitas alutsista yang tersedia saat ini, pembentukan itu diprediksi tidak akan banyak menambah dampak penangkalan sebagaimana yang diharapkan.

Lepas dari itu, Andi menyatakan, pembentukan Kogabwilhan penting untuk menjamin adanya integrasi operasional antara tiga angkatan. Intergasi itu diukur dari kemampuan integratif sistem pertahanan, satuan-satuan tempur, fungsi dukungan tempur, dan intelijen tiga angkatan untuk menggelar operasi militer bersama secara efektif.

“Integrasi operasional ini akan sangat ditentukan oleh suatu komando tugas gabungan yang akan mengembangkan kemampuan taktikal gabungan yang akan digelar dalam suatu kampanye militer,” jelasnya.

Penyempurnaan doktrin operasi gabungan tersebut, lanjutnya, diharapkan dapat mempertegas arah pengembangan doktrin pertahanan Indonesia.

Pemerhati militer dari Imparsial Al Araf berharap sebelum membentuk Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) TNI harus menghapus terlebih dulu struktur komando teritorial seperti Komando Daerah Militer, Komando Distrik Militer dan Komando Resor Militer.

Menurutnya, kalau komando teritorial masih tetap ada dan TNI membentuk Kogabwilhan, maka gelar kekuatan TNI akan inefisien dan boros angaran. "Apalagi restrukturisasi komando teritorial adalah mandat reformasi dan mandat UU TNI," ujar Araf.




Sumber : Rmol

Indonesia Miliki Pusat Perdamaian Dan Keamanan Berkelas Dunia

SENTUL-(IDB) : Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Kawasan Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia IPSC (Indonesia Peace and Security Center) di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Senin (7/4). Pada kesempatan tersebut, Presiden didampingi Wakil Presiden, Menko Polhukam, Menhan, Mendikbud, Panglima TNI, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Wakil Gubernur Jawa Barat.

Dengan diresmikannya kawasan tersebut, Indonesia telah memperkuat komitmen untuk turut serta mewujudukan perdamaian kepada masyarakat dunia, sesuai amanat pembukaan UUD 1945. Kawasan IPSC merupakan kawasan 7 in 1 yang meliputi Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) TNI, Pusat Pasukan Siaga TNI, Pusat Pelatihan Penanggulangan Terorisme dan Deradekalisasi, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana, Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan, Universitas Pertahanan (Unhan) dan Pusat Olahraga Militer.


Pembangunan fasilitas Kawasan IPSC dimulai tahun 2010 yang berawal dari konsep 2 in 1, menjadi 4 in 1, hingga 7 in 1 diatas tanah seluas 261 Ha. Pembangunan fasilitas tersebut menggunakan anggaran sebesar Rp. 1,643 triliun dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.

Fasilitas 2 in 1 menggunakan anggaran sebesar Rp. 883,28 milyar dengan Penanggungjawab Anggaran Kementerian Pertahanan, terdiri dari:

  1. Pembangunan sarana prasarana PMPP TNI dilaksanakan antara TA. 2010 – Maret 2014.
  2. Pembangunan sarana prasarana Pusat Olahraga Militer dilaksanakan antara TA. 2012 – Desember 2013.

Kemudian dilakukan penambahan 2 fasilitas lain, sehingga kawasan tersebut berkembang menjadi 4 in 1, terdiri dari:

  1. Pembangunan sarana prasarana Pusat Pelatihan Penanggulangan Terorisme dan Deradekalisasi dilaksanakan antara TA. 2011 – Maret 2014, dengan anggaran sebesar   Rp. 160,8 milyar, dengan Penanggungjawab Anggaran BNPT.
  2. Pembangunan sarana prasarana Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana dilaksanakan antara TA. 2012 – Februari 2014, dengan anggaran sebesar Rp. 126,28 milyar, dengan Penanggungjawab Anggaran BNPB.

Selanjutnya dilakukan penambahan 3 fasilitas baru, sehingga kawasan tersebut berkembang menjadi 7 in 1, terdiri dari:

  1. Pembangunan sarana prasarana Pusat Pasukan Siaga TNI dilaksanakan antara TA.2012 – Februari 2014, dengan anggaran sebesar Rp. 141,66 milyar, dengan Penanggungjawab Anggaran Kementerian Pertahanan.
  2. Pembangunan sarana prasarana Universitas Pertahanan dilaksanakan antara TA. 2012 – Maret 2014 dengan anggaran sebesar Rp. 243,07 milyar, dengan Penanggungjawab Anggaran Kementerian Pertahanan.
  3. Pembangunan Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan yang dilaksanakan antara TA. 2013 – Maret 2014 dengan anggaran sebesar Rp. 88,37 milyar, dengan Penanggungjawab Anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Selain itu, juga dibangun fasilitas jalan utama dan jembatan yang dilaksanakan antara TA. 2012–2013 oleh Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp. 75 milyar.


Untuk melengkapi fasilitas tersebut, telah dilaksanakan pembangunan lingkungan, diantaranya penanaman pohon dalam rangka penghijauan sebanyak 114.641 batang pohon, terdiri dari 43 macam jenis tanaman, pembangunan 3 buah danau yang berfungsi sebagai resapan sekaligus daerah latihan di wilayah PMPP TNI (1,48 Ha), BNPT (551 m2) dan Unhan (274 m2) dan pembangunan 2 unit WTP (Water Treating Plant) untuk mengolah air permukaan menjadi air layak konsumsi.


Pembangunan kawasan IPSC ini telah memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, meliputi:

  1. Rekomendasi penggunaan lahan untuk kawasan strategis nasional, berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum selaku Ketua Pelaksana BKPRN (Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional) tanggal 26 Juli 2010;
  2. Pengesahan Master Plan kawasan 7 in 1 berdasarkan Keputusan Bupati Bogor tanggal 8 Juli 2013;
  3. Dokumen Amdal kawasan IPSC berdasarkan Keputusan Bupati Bogor tanggal 26 September 2013, dan
  4. Izin Mendirikan Bangunan Gedung (IMBG) kawasan 7 in 1 berdasarkan Keputusan Bupati tanggal 30 Januari 2014.

Pembangunan IPSC mengikuti rekomendasi Pakar Struktur Tanah dengan Zero Accident selama pembangunan dari tahun 2010-2014. Pelaksanaan dilakukan secara kontraktual dan swakelola oleh Direktorat Zeni TNI AD sehingga lebih efisiensi dari anggaran yang sudah disiapkan.


Disamping itu, dalam rangka memperoleh penetapan Pemerintah tentang Pengelolaan Kawasan IPSC, saat ini sedang diselesaikan Kementerian PAN dan RB revisi Perpres Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. 

Sebagai langkah awal, telah ditandatangani Kesepakatan Bersama (Memorandum of Understanding, MOU) antara Kementerian Pertahanan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, BNPT dan BNPB, tentang Pelaksanaan pengelolaan Instalasi Strategis Nasional, Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia.




Sumber : DMC

Siswa DSSC Australia Lakukan Studi Banding Ke Kemhan RI

JAKARTA-(IDB) : Dalam rangkaian kunjungannya ke Indonesia, delegasi Defence and Strategic Studies Course (DSSC) Australia yang dipimpin Commander Australian Defence College Major General Simone Wilkie mengunjungi Kementerian Pertahanan (Kemhan) di Jakarta, Senin (7/4). Perwira siswa (pasis) DSSC yang berjumlah dua puluh dua siswa asing dari berbagai negara tersebut mendatangi Kemhan selain melakukan studi banding juga dalam rangka untuk mengenal lebih jauh tentang Kemhan RI.

"Kunjungan singkat ini diharapkan dapat memperkuat hubungan antara Indonesia dengan Austalia". Hal tersebut diungkapkan Direktur Kebijakan Strategis Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan (Dirjakstra Ditjen Strahan) Kemhan Brigjen TNI Yudi Iswastanto saat menerima kunjungan pasis DSSC di Kemhan.  

Dalam kunjungan tersebut, para pasis DSSC menerima paparan dari Ditjakstra mengenai Indonesia Defence Policy on Strategic, issues, dan challenge in the region. Sementara itu staf dari Direktorat Analisa Strategi (Ditanstra) Ditjen Strahan memberikan paparan tentang regional assessment.

Sebelumnya ketua delegasi DSSC Commander Australian Defence College MG. Simone Wilkie dan Atase Pertahanan (Athan) Australia untuk Indonesia BG. John Goult melakukan courtesy call (cc) dengan Dirjen Strahan Kemhan  Mayjen TNI Sonny E.S. Prasetyo, M.A. 





Sumber : DMC