ANALISIS-(IDB) : Kecepatan respon tentara Rusia menganeksasi semenanjung Crimea
kepunyaan Ukraina membuat AS “terpaku terpana” dan tak mampu berbuat banyak
kecuali mengadu kepada PBB dan menjatuhkan sanksi kepada Papa Bear. Dengan belajar
dari kasus kecepatan respon tadi AS lalu memperingatkan Tiongkok untuk tidak
bermain api terhadap keinginan mencaplok Taiwan atau teritori lain yang
diklaimnya. Soalnya bisa saja Tiongkok tersulut “birahi” militernya melihat
kesuksesan jiran utaranya menduduki Crimea, lalu ingin pula “memeluk” Taiwan.
Kecepatan respon Indonesia ditunjukkan ketika sebuah
pesawat asing melintas dari Malaysia menuju PNG tanggal 29 Nopember 2011 yang
lalu. Pesawat yang ternyata berisi PM
Papua Nugini dan rombongan itu tertangkap radar militer di Banjarmasin lalu diintersep
oleh 2 jet tempur Sukhoi dari Makassar untuk melakukan identifikasi visual. Meski diprotes oleh PNG namun penyergapan itu
membuktikan adanya kecepatan respon militer Indonesia terhadap adanya gangguan
dan ancaman teritori.
Kesiapsiagaan Pasukan Marinir TNI AL |
Ketidakcepatan respon militer ditunjukkan negara jiran
Malaysia ketika pesawat MH370 rute KL-Beijing berbalik arah dan terpantau di
radar militer Kota Bahru dan Butterworth. Dalam kondisi apa pun di setiap
negara ada sejumlah jet tempur yang disiagakan untuk melakukan penyergapan
terhadap pesawat tak beridentitas atau yang berperilaku nyeleneh di teritori
udaranya. Malaysia sebenarnya
menyiagakan 3 F-18 Hornet di pangkalan Butterworth namun ketidakcepatan respon
militernya mengakibatkan pesawat sipil dengan 239 penumpang dan awak hilang di
telan laut dalam.
Meski didukung oleh keunggulan teknologi militer, namun
nilai keunggulan tentara sesungguhnya terletak pada kecepatan respon
personelnya. Teknologi militer adalah alat bantu untuk mempermudah dan memperindah
tugas atau amanah. Teknologi militer adalah instrumen untuk mengabarkan dan
memberitahu, kecepatan memutuskan adalah nilai keunggulan personelnya. Dalam kasus MH370 ternyata ada pembohongan
informasi yang menyebabkan Vietnam sempat marah dan menarik kapal perangnya
dari lokasi yang diduga jatuhnya pesawat Malaysia itu. Selama 3 hari pertama negara-negara
tetangga disibukkan pencarian di Laut Cina Selatan, baru kemudian diumumkan ternyata
pesawat itu berbalik arah berdasarkan pantauan radar militer Malaysia. Begitu lambatnya respon mereka dalam
manajemen krisis.
Indonesia sudah lama memiliki satuan tempur
berkualifikasi pemukul reaksi cepat untuk merespon setiap gangguan dan ancaman
terhadap pertahanan dan keamanan teritori NKRI. Satuan ini dikenal dengan
istilah PPRC yang selalu siaga sepanjang penugasan. Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) adalah
gabungan satuan tempur light infantry dari Kostrad, Marinir dan Paskhas bersama
sejumlah alutsista yang disiagakan untuk merespon cepat. Meskipun begitu tetap saja pemusatan kekuatan
ada di pulau Jawa.
Skuadron Hercules TNI AU, bagian dari respon cepat |
Implementasi pembentukan Kogabwilhan (Komando Gabungan
Wilayah Pertahanan) tahun ini adalah bagian dari respon cepat situasi kawasan
yang dinamis untuk merubah formula “masuk dulu baru digebuk” menjadi “berani
masuk digebuk”. Kogabwilhan juga ingin menghapus paradigma pemusatan kekuatan
militer di pulau Jawa. Lihat saja
penempatan skuadron baru F16 blok 52 di Pekanbaru, perluasan skuadron intai di
Medan, penempatan skuadron heli tempur di Berau Kaltim, Papua dan Sumsel. Kemudian pembangunan 1 divisi Marinir di
Papua dan 1 batalyon di Batam. Rencana
penempatan skuadron jet tempur di Biak dan Natuna. Juga pembentukan batalyon-batalyon baru di
Kalimantan, NTT dan Papua adalah bagian dari upaya untuk respon cepat karakter
militer.
Tentu saja gelar kekuatan militer dan alutsista ini kita
dukung sebagai bagian dari hakekat bernegara dan gengsi bernegara. Sebagaimana disampaikan oleh Panglima TNI Jendral
Moeldoko dalam acara Dialog Kebangsaan di Metro TV Minggu malam 06 April 2014,
bahwa Kopassus TNI AD adalah pasukan elite yang berada di urutan ketiga pasukan
elite dunia. Tentu ini membangkitkan semangat dan gengsi bernegara.
AS juga mengakui bahwa soal performansi, daya tahan dan
daya juang, prajurit TNI sangat tegar. Sebagaimana dibuktikan ketika latihan
bersama pasukan Marinir kedua negara di hutan Banyuwangi beberapa tahun lalu, Marinir
AS harus mengakui keunggulan Marinir Indonesia dalam latihan daya tahan
survival di hutan. Demikian juga dalam
setiap lomba ketangkasan prajurit di kawasan regional tradisi juara umum selalu
dipegang oleh TNI. Performasi, ketegasan,
daya tahan dan daya juang sangat menentukan kualitas respon atau reaksi cepat.
Keunggulan yang dimiliki prajurit TNI akan semakin
bernilai bangga manakala dilengkapi dengan sejumlah alutsista berteknologi
tinggi. Itu sebabnya ruang modernisasi
persenjataan TNI yang saat ini sedang diperhebat diniscayakan akan memberikan
efek multiflier yang bergema ke segala arah.
Salah satu efek multiflier itu adalah respon reaksi cepat dengan
dukungan alutsista pemukul dan pembanting.
Pembagian ruang Kogabwilhan dengan dukungan alutsista gahar merupakan payung respon cepat
dan tegas penjunjung kedaulatan. Kogabwilhan mengintegrasikan kekuatan darat,
laut dan udara dengan dukungan alutsista segala matra di wilayah pertahanan
masing-masing.
Jangan diabaikan, bahwa kesejahteraan prajurit merupakan
bagian integral dari semua komponen pencipta respon reaksi cepat dan
profesional. Oleh sebab itu penghebatan kekuatan alutsista dan performansi
prajurit akan semakin sempurna jika diselaraskan dengan peningkatan
kesejahteraan prajurit. Kita meyakini
bahwa pengucuran anggaran militer membawa pesan dan nilai untuk peningkatan
kesejahteraan prajurit. Maka bisa
dibayangkan di depan mata kehebatan performansi prajurit TNI digabung dengan
dukungan alutsista berteknologi dan kesejahteraan yang setara, betapa
sempurnanya keunggulan tentara kita.
Sumber : Analisis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar