Pages

Rabu, November 13, 2013

Analisis : Patroli Di Laut Selatanl Dan Perspektifnya

ANALISIS-(IDB) : Laut Selatan ternyata tidak sesepi yang kita duga.  Kalau kita memandangnya dari Parangtritis Yogya atau pantai-pantai lainnya di Kidul Jawa memang seakan tak ada gerakan lain selain gerakan ombak besar yang menderu dan berlomba menuju pantai.  Tetapi beberapa pekan terakhir ini gerakan kapal perang negeri Kanguru mengharuskan Angkatan Laut kita menghadirkan diri di kawasan “kekuasaan” Ratu Kidul itu.



PM Australia Tony Abbot beraliran keras terhadap pendatang perahu yang transit dari negeri kepulauan di utara negerinya.  Dalam pandangannya kalau aliran pengungsi ini tak disekat bakalan ramai tuh perimbangan populasi wajah bule di Australia dengan wajah Asia yang warna warni.  Bayangkan saja rata-rata jumlah orang perahu yang datang setiap bulan berkisar 2000-3000 orang.  Kemudian dikalikan setahun, kemudian dikalikan berapa kali melahirkan dan beranak pinak.  Maka wajah Australia limapuluh tahun mendatang adalah wajah dominasi Asia.  Tapi itu urusan dialah.

Wapres Boediono dan PM Abbot di Canberra


Yang menjadi urusan republik ini adalah, selalu saja tetangga selatan itu merasa dia benar sendiri lalu mengatur-atur Indonesia agar mau diatur.  Mulanya sih sebagai tetangga yang baik, kita tepo seliro alias toleransi untuk memahami kegelisahan tetangga Eropa itu. 
Tapi setelah berita sadap menyadap memecah kesunyian malam buta, membuyarkan kekhusyukan dalam berjiran.  Tetangga sebelah itu memang tidak pernah tulus dalam menjalin persahabatan dengan jirannya yang besar ini.



Merasa dikhianati tentu republik punya hak veto alias hak egois.  Memang kita perlu juga tunjukkan hak egois itu karena kita bernama Indonesia Raya.  Ditinjau dari delapan penjuru mata angin negeri kita lebih segalanya dari negeri selatan itu.  Yang kurang dari negeri kita adalah masih kurang makmur dan sejahtera dibanding negeri bule Asia itu.  Sesekali menyatakan tidak, sangat membanggakan dan itu sudah dinyatakan dengan jelas pada hari-hari terakhir ini.  Apalagi hari-hari ini Wapres Boediono lagi ada di negeri itu.



Tentu selain jawaban tidak itu, sebagai konsekuensinya kita juga harus mengerahkan kekuatan angkatan laut kita.  Ini juga bagian dari ujicoba kemampuan armada TNI AL yang selama ini jarang “bermain” di wilayah selatan.  Tetapi tentu pengerahan kapal perang ini harus mencerminkan kekuatan kewibawaan itu.  Maka pantas kalau yang dikerahkan kapal perang fregat atau korvet di kawasan itu. 



Mengapa disebut uji coba karena ke depan memang aliran kapal perang di Laut Kidul akan semakin ramai dengan dibukanya front Darwin, Christmas dan Kokos menghadapi Cina di Laut Cina Selatan (LCS).  Ini sesuai dengan kebijakan si polisi dunia AS yang akan membuka lebih banyak gelaran kapal perang dan kapal induk di Asia Pasifik.  Repotnya untuk menghadapi Paman Mao, Paman Sam dan keponakannya Aussi harus melewati halaman rumah tetangga yang bernama Indonesia.



Oleh sebab itu ke depan Angkatan Laut Indonesia perlu diperkuat dengan sejumlah kapal perang berkualifikasi destroyer dan kapal selam laut dalam.  Untuk tahap pertama minimal diperlukan 3-5 Destroyer dan 6-8 kapal selam herder.  Statemen Menhan tentang pengadaan 10 kapal selam dari Rusia baru-baru ini diyakini adalah dalam upaya merespons intensitas pergerakan kapal asing di Laut Kidul disamping mengawal LCS dan Ambalat. 



Kita berpandangan kapal selam Rusia memiliki kekuatan getar dan gentar dan sangat pantas jika kita mengambilnya meski tidak harus 10 unit.  Memiliki 6 kapal selam kelas kilo saja akan memberikan kekuatan otot angkatan laut untuk berani tampil di laut dalam seperti laut Kidul.  Masih ada waktu untuk berbenah diri memperkuat dan memodernisasi alutsista TNI segala matra.  Tidak salah kalau pemikiran tentang kehadiran 3-5 destroyer itu bersama 6 kapal selam kilo menjadi cita-cita dan harapan yang berbinar-binar.

Bersiap menuju tugas kawal negara


Peta patroli angkatan laut selama ini lebih terfokus pada LCS, Selat Malaka, Laut Sulawesi dan Arafuru.  Tetapi di depan mata akan semakin jelas gerakan kapal perang asing di Laut Kidul yang akan melewati selat Sunda menuju LCS atau sebaliknya.  Kehadiran 3 kapal perang light fregat dari Inggris tahun depan setidaknya mengurangi sesak nafas armada laut dalam.  Apalagi jika dalam lima tahun ke depan ada penambahan kapal perang kelas destroyer bersama 6 kapal selam laut dalam diniscayakan memberikan kekuatan striking force yang setara.



Bagaimanapun diplomasi adalah ranking utama dalam menyuarakan suara hati republik, tentang kesukaan, tentang ketidaksukaan dalam etika pergaulan antar bangsa.  Bahasanya tentu bahasa diplomatik, etika diplomatik dan tata cara diplomatik.  Namun kegagahan nilai diplomasi tentu sangat berkaitan erat dengan kegagahan militer sebagai payung kekuatan bernegara itu.  Dengan militer yang kuat bahasa diplomatik akan memberikan efek multiflier, gaungnya lebih menggema. Jelasnya, kita harus punya militer yang kuat, itu saja Om, permintaan kami yang jelata ini.
Sumber : Analisis 

Wapres Boediono Dan PM Australia Bahas Isu Penyadapan

CANBERRA-(IDB) : Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengangkat soal isu penyadapan terhadap Indonesia saat melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Australia Toni Abbott.

"Dalam Pertemuan bilateral dengan PM Australia Toni Abbott, Wapres mengemukakan bahwa isu penyadapan menjadi perhatian luas dari berbagai kalangan di Indonesia," kata Deputi Sekretaris Wakil Presiden bidang Politik Dewi Fortuna Anwar kepada wartawan di Canberra, Rabu.

Dewi menjelaskan, dalam pertemuan bilateral tersebut diangkat tiga isu utama yakni terkait penyadapan, anak buah kapal (ABK) Indonesia yang ditahan Australia lalu soal apreasiasi Indonesia terhadap Australia yang pernah memberikan "standby loan" pada Indonesia.

Terkait penyadapan, Wapres Boediono meminta pihak Australia untuk memberikan perhatian khusus agar masalah tersebut.

Sementara terkait ABK Indonesia yang ditahan di Australia, Wapres meminta segera dilakukan proses terkait hal itu.

"Hingga saat ini sudah ada 1.500 ABK yang diproses, masih ada sekitar 140 lagi yang belum diproses," katanya.

Sementara itu, Dewi juga menyatakan bahwa dalam pertemuan bilateral tersebut, PM Australia Toni Abbott memperhatikan dengan seksama semua pembahasan yang dikemukakan oleh Wakil Presiden.

Abbott juga menegaskan bahwa hubungan Australia dan Indonesia sangat penting untuk dijaga dan kerja sama antara kedua negara akan terus ditingkatkan.

Sementara itu, usai pertemuan bilateral tersebut kedua petinggi negara menyempatkan untuk meresmikan Australia - Indonesia Centre yang akan menjadi pusat studi kedua negara .

upacara pembukaan tirai plakat peresmian Australia - Indonesia Centre berlokasi di Gedung Parlemen Australia di Canberra, Rabu sekitar pukul 11.00 waktu setempat.

Pusat studi kedua negara tersebut nantinya akan berlokasi di Monash University di Melbourne.

Wapres Boediono melakukan kunjungan kenegaraan ke Australia pada 10 hingga 16 November 2013.

Wapres mengunjungi tiga kota yakni Perth, Canberra dan Melbourne.




Sumber : Investor

TNI AL Gelar Multilateral Naval Exercise Komodo 2014 Di Natuna

JAKARTA-(IDB) : TNI Angkatan Laut akan menggelar latihan gabungan dengan beberapa negara ASEAN dan negara sahabat lainnya. Acara yang diberi nama Multilateral Naval Exercise Komodo 2014, akan digelar pada bulan April tahun depan.

"18 Negara telah mengonfirmasi ikut latihan gabungan dan mengirimkan alutsista kapal perangnya," ujar Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Marsetio pada pembukaan Mid Planning Conference Latma Multilateral Komodo 2014 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (13/10).

Marsetio menambahkan, latihan akan digelar di perairan Indonesia di Laut Natuna dan Anambas. TNI AL akan mengikutsertakan 12 KRI yang terdiri dari 2 Van Speijk, 2 Sigma, 2 LPD, 3 ATF, 2 PK, dan 1 LST.

"Sedangkan alutsista Pesud TNI Angkatan Laut menyertakan 6 Pesud, terdiri dari 2 fixed wing dan 4 rotary wing," katanya.

Marsetio mengatakan, upacara pembukaan akan dilaksanakan pada 29 Maret 2014 di Batam. "Saya harap Kepala Staf Angkatan Laut dari negara peserta dapat menghadirinya," katanya.

Secara umum Komodo Multilateral Exercise 2014 bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dan kesiapsiagaan dalam bentuk kerja sama menangani bencana alam. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan menciptakan confidence building measure dalam rangka meningkatkan stabilitas keamanan maritim.

Peserta yang akan mengikuti Komodo Multilateral Exercise 2014 yaitu Indonesia sebagai tuan rumah, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, Vietnam, Kamboja, Myanmar, Laos, serta dari India, Japan, Korea Selatan, Australia, New Zealand, Amerika Serikat (USA), China, dan Rusia. Marsetio berharap Latma Multilateral Komodo dapat terlaksana secara rutin setiap dua tahun sekali dan TNI AL bisa bertindak sebagai tuan rumah.




Sumber : Merdeka

Berita Foto : Sharp Knife Airborne 2013

Latihan Paskhas dengan PLA Airforce (photo: Kompas)
BANDUNG-(IDB) : Paskhas TNI AU dan PLA Airforce China menggelar simulasi penyerbuan teroris di Lanud Husein Sastranegara Bandung, setelah selama 10 hari menggelar latihan gabungan.


Dalam simulasi ini anggota Paskhas TNI AU dan PLA Airforce China melakukan misi penyelematan dua orang sandera, yakni dua orang diplomat dari Indonesia dan China. Atas seizin dari kedua kepala negara, kedua pasukan elite itu diizinkan bekerja sama menyelamatkan sandera.

Latihan 120 personel TNI dan 60 personel People's Liberation Army (PLA) Airforce China (photo: Pikiran Rakyat)

Penyerbuan diawali dengan penerjunan puluhan anggota dari pesawat hercules. Tak berselang lama, anggota lain turun dari atas helikopter super puma dengan menggunakan seutas tali tepat di atas gedung tempat para teroris menyandera dua korbannya.


Selain penyerbuan dari udara, dalam latiham gabungan yang diberinama Sharp Knife Airborne 2013 ini, juga dipraktikan para anggota terlatih menyerbu gedung tempat penyanderaan berlangsung dengan menggunakan mobil dan motor tempur. Hanya dalam hitungan menit para sandera bisa diselamatkan.
Sharp Knife Airborne 2013
Ini adalah latihan anti teror ketiga, tapi khusus untuk Paskhas dan PLA ini yang pertama. Setelah ini kita akan evaluasi, untuk selanjutnya kita berencana menggelar latihan serupa tahun depan dengan tuan rumah China,” jelas Direktur Latihan Bersama ‘Sharp Knife Airborne 2013 Kolonel Rolland Waha.
Sharp Knife Airborne 2013
Ditempat yang sama Direktur Latihan dari PLA Airforce China, Senior Kolonel Li Zhong Hua, memberikan pujian kepada Anggota TNI Indonesia. Menurutnya, selain Indonesia alamnya indah, para anggota TNI bisa bergaul dan bersosialisasi denga anggotanya dengan cepat.
Sharp Knife Airborne 2013
Dia menilai, anggota TNI di Indonesia memiliki tugas dan fungsi yang kompleks sehingga setiap anggotanya memiliki teknik dan wawasan yang luas. “Organisasi TNI sangat baik. Selain itu kemampuan anti teror mereka juga baik,” tuturnya.


China mengirim kontingen sebanyak 60 orang sementara Korps Pasukan Khas TNI AU melibatkan 102 personelnya, berikut senjata dan sistem pendukung.

Sharp Knife Airborne 2013 (photo: chinanews.com)
Sebelum melakukan simulasi penumpasan teroris, latihan gabungan ini juga mempraktekkan latihan antara lain, bela diri militer. Korps Pasukan Khas TNI AU memperkenalkan teknik bela diri kembangan sendiri, yang dinamakan Bravo Martial Art; sementara kontingen China memperagakan bela diri militernya yang dikombinasikan dengan kung fu.
Sharp Knife Airborne 2013
Latihan lainnya adalah menembak perorangan maupun tembak runduk. Kedua kontingen juga berlatih penerjunan tempur memakai metode HALO (high altitude low opening) dan HAHO (high altitude high opening), sebelum melakukan simulasi pembebasan sandera.
Sharp Knife Airborne 2013
 Menurut Komandan Satuan B-90 Bravo, Kolonel Pasukan Novlan Mirza, segenap unsur Korps Pasukan Khas TNI AU dilibatkan dalam latihan bersama ini, demi mengasah profesionalisme kedua unsur. Ada tiga penciri utama Korps Pasukan Khas TNI AU sesuai asasinya sebagai pasukan khusus TNI AU, yakni: pengendalian pertempuran udara dari pangkalan, pertahanan pangkalan udara, dan SAR tempur udara, selain intelijen dan tentu perang berlanjut konvensional.

 


Sumber : JKGR

Komisi I Bertemu Menlu Australia

Komisi I DPR telah berkunjung ke Australia dan bertemu Menlu Julie Bishop. Tapi, tidak ada pembahasan soal penyadapan. Cuma ngobrol soal etika bertetangga.

JAKARTA-(IDB) : Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengakui bahwa ia bersama sejumlah anggota Komisi I pada 5 November lalu melawat ke Australia dan bertemu menteri luar negerinya, Julie Bishop.



Sayangnya, dalam pertemuan tersebut Julie Bishop sama sekali tak menyinggung masalah penyadapan yang ramai di Indonesia. Indonesia dan Australia saat itu hanya membahas tentang budaya bertetangga.



"Saya cerita tentang budaya bertetangga di masyarakat indonesia. Sementara soal penyadapan reaksi keras dari Menlu Marty sudah cukup," aku Mahfudz Siddiq, Rabu (13/11).



Mahfudz berdalih, soal penyadapan tidak disinggung karena pihak Indonesia ingin konsen pada penguatan sistem komunikasi dan fungsi kontra-intelijen.



Kunjungan itu sendiri pun sebenarnya tidak merencanakan pertemuan dengan Julie Bishop. "Tapi  Menlu Australia Julie Bishop minta waktu ketemu saya dan menteri imigrasi. Saya penuhi dan ajak tim Panja RUU yang dipimpin Ramadhan Pohan. Saya dari Jakarta langsung ke Canberra, lalu disusul Tim Panja dari Sidney. Karena waktunya sempit saya usulkan pertemuan jubir saja, yaitu saya sebagai Ketua Komisi I. Target saya mau dengar dan gali pikiran dan pandangan politik Menlu Australia Julie Bishop karena sebelumnya kontroversial," jelasnya.



Seusai pertemuan dengan Menlu Australia Julia Bishop, kata Mahfudz, "Tim Panja balik ke Sidney untuk urusan RUU. Saya ke Melbourne jenguk anak."




Sumber : Jurnamen

DPR : Pembelian Alutsista Harus Pertimbangkan Faktor Geografis

TNI harus mempertimbangkan pembelian alat perang dengan cermat. Jangan sampai, peralatan yang dibeli sangat mahal namun tak cocok dengan kondisi Indonesia.
 
JAKARTA-(IDB) : Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso meminta pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI dievaluasi. Hal ini menyusul insiden jatuhnya helikopter multi fungsi M-17 buatan Rusia. Dalam kecelakaan di perbatasan Kalimantan Utara dan Malaysia tersebut 14 orang dinyatakan tewas, dua selamat meski mengalami luka bakar serius.


Menurut Priyo, perlunya evalusi itu untuk mengetahui dan memastikan apakah alutsista yang dibeli itu benar-benar sesuai dengan situasi dan kondisi geografis Indonesia. "Karena acapkali, aspek itu kurang diperhatikan dalam belanja alutisista," kritik Priyo, Selasa (12/11). 



Selain itu, ada kesan DPR hanya disodorkan saja terhadap alutsista yang akan dibeli pemerintah sehingga DPR terpaksa menyetujui. Priyo mencontohkan pembelian tank Leopard dari Jerman. Tank-tank itu kalau melalui Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, bisa merusak aspal jalanan.



Jadi, untuk pembelian alutsista jangan hanya berdasarkan ide atau keinginan kesatuan, namun harus dilihat secara menyeluruh. "Ada sistem yang menyeluruh untuk menilai itu," saran politisi Partai Golkar ini. 



Priyo berharap, ke depannya, pengadaan alutsista benar-benar lewat pembahasan yang mendalam di Komisi I dan mendapat persetujuan penuh, tidak setengah hati atau terpaksa. Selain itu, pengadaan harus dilakukan secara transparan. 



Di tempat terpisah, terkait kecelakaan helikopter M-17,  Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanudin mengatakan, komisinya berencana meminta penjelasan Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengenai kecelakaan tersebut.



Namun Tubagus meyakini, jatuhnya helikopter itu bukan karena kesalahan manusia atau human error. "Para pilotnya cukup memadai pelatihan-pelatihannya. Kalau kemudian itu trouble engine atau apa, kita harus cari, mengapa? Apakah betul dari alat atau sistem pemeliharaan," ujarnya. 





Sumber : Jurnamen

DPR Segera Panggil Dubes AS Dan Australia

Kalau dua duta besar AS dan Australia tidak memberikan jawaban memuaskan atas tuduhan spionase, hubungan diplomatik antara Indonesia dengan kedua negara tersebut bakal memburuk.

JAKARTA-(IDB) : Menyusul dugaan aksi spionase yang dilakukan AS dan Australia, DPR RI akan segera memanggil Dubes AS dan Dubes Australia di Jakarta. Tentu saja, pemanggilan itu tidak seperti halnya pemanggilan terhadap mitra DPR, namun disesuaikan dengan tata krama diplomasi internasional. 



"Istilahnya courtesy call atau kunjungan kehormatan ke Parlemen RI, bukan dipanggil. Enggak enak kedengarannya, kalau kita panggil. Tapi intinya kita perlu meminta penjelasan pada mereka, terkait dugaan penyadapan tersebut," ujar Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/11).



Meski demikian, Priyo belum bisa memastikan tepatnya pemangggilan terhadap Dubes AS dan Australia untuk diminta penjelasan oleh DPR RI dalam kasus tersebut.



"Ya, pokoknya saat ini tengah kita jadwalkan. Mungkin minggu ini atau depan, tapi secepatnya kita undang ke Senayan," ujarnya.



Menurut Priyo, DPR memang perlu mendengar penjelasan kedua duta besar itu. Karena selama ini, dugaan spionase itu lebih banyak bersumber dari pemberitaan di media massa saja. Belum ada penjelasan secara langsung dari pejabat AS atau Australia.



Priyo berharap, penjelasan kali ini lebih terbuka dibandingkan penjelasan kedua duta besar tersebut kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia beberapa waktu lalu. Tapi kalau mereka tidak memberikan penjelasan yang memuaskan, Priyo mengkhawatirkan akan berdampak buruk pada hubungan dengan kedua negara tersebut. 



Memang, dalam hubungan antar negara selama ini, praktek pengumpulan data dan informasi itu sudah lazim terjadi dan dilakukan oleh pejabat negara terhadap negara lainnya. Namun yang tidak dapat diteloransi jika itu dilakukan dengan cara-cara melanggar etika atau melanggar konvensi internasional.



"Maka kita perlu tahu, sejauh mana praktek penyadapan dan spionase yang dilakukan AS dan Australia pada Indonesia selama ini seperti apa, untuk apa dan meliputi apa saja," tegasnya.



Sebelumnya, Pemerintah Indonesia telah meminta konfirmasi kepada Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Australia mengenai penyadapan. Hasilnya, baik AS maupun Australia tidak membenarkan, juga tidak menyangkal.




Sumber : Jurnamen

Sukhoi Malaysia Dilengkapi Knirti



Para pengamat dari US Navy kini tengah mempelajari terpasangnya peralatan peperangan elektronik Knirti SAP-518 buatan Rusia pada pesawat tempur Sukhoi Su-30MKM AU Kerajaan Malaysia (RMAF). Peralatan itu tampak terpasang pada ujung sayap pesawat.



Peralatan peperangan elektronik Knirti SAP-518
Kalangan AL Amerika belum dapat memperkirakan kemampuan pasti SAP-518. Tetapi diyakini teknologinya dengan DRFM (digital radio frequency memory) dan antena phased-array di depan dan belakang dapat menjadi ancaman serius karena mampu mengacaukan radar terutama terhadap peralatan yang digerakkan baterai seperti rudal AIM-120, yang selama ini menjadi tumpuan dominasi kekuatan udara AS.




Sumber : Kaskus

Heli Dauphin Pesanan BASARNAS

BANDUNG-(IDB) : Inilah dia helikopter terbaru pesanan Badan SAR Nasional (BASARNAS). Tampak sebuah heli jenis AS-365N3+ Dauphin tengah berada di hangar perakitan helikopter PT.Dirgantara Indonesia. Heli tersebut terlihat tengah memasuki tahap perakitan akhir. Lambang SAR pun sudah tertempel pada tubuh helikopter buatan Prancis itu.


Dari data ARC heli Dauphin Basarnas dibeli dengan nilai hampir 270 Miliar Rupiah untuk 2 buah. Tender pengadaan sudah diteken pada November tahun lalu. Heli yang dibeli pun sudah sesuai dengan standar SAR. Diantaranya terdapat peralatan Hoist untuk menarik/mengevakuasi korban pada sisi pintu kanan. Diduga pula, heli ini nantinya dilengkapi dengan radar cuaca, untuk mendukung operasional pada segala medan dan kondisi.


Helikopter AS-365N3+ sendiri merupakan salah satu helikopter SAR terbaik di dunia. Heli sejenis sudah digunakan berbagai instansi dunia mulai dari sipil hingga militer. Dan Salah satu pengguna utamanya adalah US Coast Guard. Di dalam negeri, Dauphin sudah dioperasikan oleh Kepolisian Udara. Sssst.. konon TNI-AL sendiri sudah menjatuhkan pilihan helikopter Anti Kapal Selam kepada versi militer dari Dauphin, yaitu Panther.




Sumber : ARC

Kemenhan Diminta Evaluasi Alutsista Dari Rusia

Kecelakaan helikopter M-17 milik TNI AD boleh jadi merupakan sinyal tentang lemahnya perawatan alutsista yang dibeli dari Rusia. Anggota Komisi I DPR yang juga pensiunan tentara mengungkapkan kekurangan alutsista Rusia. 
JAKARTA-(IDB) : Jatuhnya helikopter M-17 milik TNI AD di Kalimantan Utara menimbulkan pilu tersendiri karena kejadian itu menewaskan belasan tentara. Namun, di luar itu ada sebuah pertanyaan: benarkah heli itu jatuh karena human error?



Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin mengungkapkan, helikopter itu berjenis serbaguna. Selain bisa menyerbu, helikopter itu dapat mengangkut kebutuhan mobilitas dan alutsista. Dibeli dari Rusia pada 2011, helikopter itu terbilang baru. 



Ia meminta Kementerian Pertahanan untuk mengevaluasi semua alutsista baru yang digunakan semua matra TNI. "Selama ini kita mampu membeli alutsista modern sampai ratusan triliun rupiah. Tapi apakah kita juga membeli suku cadang yang cukup? Bagaimana dengan pemeliharaan dan transfer teknologinya?" kata politisi PDIP ini, Minggu (10/11).



Pensiunan tentara ini mengingatkan, helikopter MI-17V adalah kendaraan udara yang bagus dan andal. Amerika Serikat juga membelinya untuk mendukung pasukan yang turun di Afghanistan.



Hanya, perlu diingat bahwa jam terbang mesin Rusia biasanya pendek. Agak rewel. Perawatan periodek harus dilakukan secara ketat setiap 100 jam terbang. Kemudian, setiap 500 jam terbang harus di-overhaul. Umur mesin hanya sampai maksimum 1.500 jam terbang. Lebih dari itu, harus diganti mesin baru.



"Filosofi perawatan pesawat Rusia sangat berbeda dengan pasawat Eropa/NATO atau Amerika. Perlu dilakukan audit dan evaluasi menyeluruh atas sistem perawatan dan implementasi kontrak pembelian," ujarnya.

DPR : Pembelian Heli Dari Rusia Sebaiknya Dievaluasi
DPR minta pabrikan helikopter milik TNI AD yang jatuh dilibatkan dalam investigasi. Selanjutnya, TNI AD perlu mengevaluasi pembelian helikopter buatan Rusia tersebut.
Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq meminta pihak pembuat helikopter MI-17 dilibatkan dalam investigasi dan penyelidikan jatuhnya helikopter tersebut.  Seperti diketahui, helikopter multifungsi MI-17 milik TNI AD jatuh di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara yang dekat perbatasan dengan Malaysia.



Dengan melibatkan produsen maka kelemahan helikopter dan penyebab jatuhnya segera diketahui. Dengan demikian, TNI AD dapat mengevalusi efektivitas helikopter tersebut, terutama untuk medan di Indonesia. 



"Bagus jika TNI melibatkan pabrikan MI-17 sehingga bisa dideteksi adakah kelemahan pada pesawat yang bisa pengaruhi operasional pesawat heli MI-17 lainnya," kata Mahfudz, Selasa (12/11).



Menurut politisi PKS ini, Komisi I akan segera memanggil Panglima TNI dan Kepala Staff TNI AD untuk membahas insiden jatuhnya helikopter MI-17 tersebut. Pemanggilan itu dilakukan begitu masa reses DPR berakhir.



Dalam rapat itu, Komisi I akan meminta dilakukan evaluasi secara serius atas peristiwa kecelakaan tersebut. Hasil evaluasi itulah yang dijadikan dasar keputusan penggunaan helikopter buatan Rusia itu. "Jika kelemahan di pesawat, akan dievaluasi ulang pengadaan helikopter dari Rusia," ujarnya.



KSAD Jenderal TNI Budiman berjanji akan mengirim utusan ke pabrik heli, yakni Rosoboronexport untuk proses investigasi. Yang pasti,  "Pembangunan pos tetap harus dilanjutkan," kata Budiman di Semarang,  Senin (11/11).



Hasil investigasi sementara atas jatuhnya helikopter tersebut, beban angkut seberat 2,1 ton, jauh di bawah kapasitas maksimal yaitu 3 ton. Penyebab jatuhnya helikopter diduga karena terhempas angin yang cukup kuat sehingga mengalami downdraft, tidak terkendali. Kemudian baling-baling terkena pohon sehingga terpelintir masuk ke jurang. Avtur sebanyak 300 liter yang dibawa sebagai cadangan pun terbakar dalam peristiwa itu.




Sumber : Jurnamen

Indonesia Mau Putus Hubungan Dengan AS, Memang Berani?

Faktanya, Indonesia amat bergantung pada Amerika Serikat, terutama di bidang ekonomi dan alutsista. Kalau mau gagah-gagahan memutus hubungan dengan negara adidaya itu, siapkah dengan konsekuensinya?

JAKARTA-(IDB) : Mencuatnya kabar soal penyadapan intelijen Amerika Serikat (AS) dan Australia terhadap beberapa negara termasuk Indonesia, memicu ketegangan hubungan antarnegara. 



Amerika Serikat dan Australia sudah punya hubungan baik dengan Indonesia. Tak sudi dikhianati negara sahabat, kali ini, cukup di sini saja hubungan itu?



"Harus dikaji dulu sejauh mana efektifitas pemutusan diplomatik itu. Apakah ada nilai kerugian untuk kepentingan nasional yang jauh lebih besar atau tidak?" kata pengamat intelijen dari LIPI Ganewati Wulandari, Sabtu (9/11), di Jakarta.



AS, lanjutnya, merupakan negara besar yang punya kekuatan ekonomi sekaligus militer yang amat besar. Gegabah memutus hubungan dengan negara adidaya, bisa-bisa celaka. 



"Jangan lupa, untuk ekspor saja, Amerika itu adalah negara yang menjadi prioritas kita. Itu baru dalam konteks perdagangan," katanya.



Dalam konteks keamanan regional pun Indonesia masih amat bergantung pada AS, terutama terkait sengketa di Laut Cina Selatan. Pengalaman membuktikan, saat AS mengembargo peralatan milter, Indonesia sempat kelimpungan mengganti suku cadang alutsista karena sebagian besar merupakan produksi AS.



"Kita mau gagah-gagahan, tapi secara riil memang kita ada kertergantungan alutsista yang sebagian besar dari Amerika Serikat," dalihnya.



Ketimbang sok gagah tapi melempem, Indonesia lebih baik fokus membenahi intelijen agar tak lagi kecolongan disadap.




Sumber : Jurnamen

PM Australia Kesal Indonesia Tolak Bawa Pencari Suaka

DARWIN-(IDB) : Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, mengaku kecewa terhadap sikap penolakan Pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan 60 pencari suaka yang terombang-ambing di bagian selatan Laut Jawa. Padahal menurut aturan yang berlaku, ujar Abbott, perahu pencari suaka itu berada di teritori laut Indonesia.

Harian Sydney Morning Herald (SMH), Selasa 12 November 2013 melansir pernyataan Abbott itu dalam sebuah program mingguan di Stasiun Radio 2GB.

"Orang-orang itu berada dalam situasi pencarian dan penyelamatan di zona SAR Indonesia. Dalam hukum internasional normal apabila Anda diselamatkan dalam zona SAR suatu negara, maka sudah menjadi kewajiban negara yang bersangkutan untuk mengangkut Anda," ujar Abbott. Para pencari suaka, lanjut Abbott bahkan dapat menuju ke pelabuhan terdekat.

Sebelumnya, Menteri Imigrasi, Scott Morrison mengungkapkan, bukan kali ini saja Indonesia menolak permintaan Australia untuk menyelamatkan para pencari suaka itu. Dia mengaku Indonesia sudah menolak dua kali dari empat permintaan Australia. "Tidak ada alasan yang jelas atas aksi itu. Dalam suatu pertemuan, Indonesia menolak. Sementara di acara lainnya mereka menerima untuk menarik para pencari suaka ke negaranya," ujarnya.

Masalah pencari suaka ini dimulai ketika beberapa hari yang lalu, 60 pencari suaka terombang ambing di selatan Laut Jawa. Komandan Militer Canberra yang menangani masalah penyelundupan manusia, Angus Campbell, telah meminta bantuan Pemerintah Indonesia agar menarik para pencari suaka tersebut ke tanah air.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto, menolak keras apabila ke-60 pencari suaka itu dikembalikan ke Pulau Jawa. "Pemerintah Indonesia TIDAK PERNAH SETUJU terhadap permintaan tersebut atau kebijakan Australia terkait penyelundupan manusia," tulis Djoko dalam sebuah pesan pendek.

Pemerintah Indonesia menyebut perahu kayu yang mengangkut sekitar 60 pencari suaka mengalami kesulitan di luar perairan Jawa.




Sumber : Vivanews

Helikopter Mil Mi-17 Sang Kuda Beban TNI AD

JAKARTA-(IDB) : Setelah sangat lama berlalu, apron Bandar Udara Haliwen, di Atambua, NTT, menjadi ramai lagi saat rombongan Kepala Staf TNI AD (saat itu), Jenderal TNI Agustadi Purnomo, mendarat di sana. Dia dan rombongan memakai helikopter "raksasa" yang baru dimiliki TNI AD, Mil Mi-17. 

Dengan diameter baling-balingnya sekitar 26 meter, sapuan dan kekuatan angin (whoosh) dalam putaran dua mesin Klimov TV3-117VM berdaya 1545kW (2070 shp) itu membuat debu dan kerikil terlempar begitu saja. Delegasi yang menyambut di darat harus menyingkir dulu untuk sementara waktu sebelum baling-baling itu benar-benar berhenti berputar. 

Dikatakan sudah lama, karena Bandar Udara Haliwen yang berlokasi sekitar 30 kilometer dari garis perbatasan dengan negara Timor Timur itu pernah ramai dengan aktivitas pesawat terbang pada masa-masa pra dan selama Operasi Seroja berlangsung. 

Begitulah, kehadiran Mil Mi-17 berkelir hijau oliv itu menjadi tontonan tersendiri bagi masyarakat Atambua dan sekitarnya setelah dia terbang sekitar 55 menit dari Bandar Udara Eltari, di Kupang. 

Dinas Penerbangan TNI AD (kini menjadi Pusat Penerbangan TNI AD), sejatinya ingin dijadikan armada kavaleri udara yang handal; acuan dunia tentang ini kira-kira seperti First Air Army Cavalry Division dari Angkatan Darat Amerika Serikat, yang memiliki sebarisan panjang helikopter dan persenjataannya. 

Pusat Penerbangan TNI AD, menurut data TNI AD, memiliki Skuadron 11/Serbu berkedudukan di Pangkalan Udara TNI AD Ahmad Yani, Semarang, dengan armada delapan Bell 205A-1, dan delapan NBell-412 yang telah ditingkatkan kemampuannya. Lalu Skuadron 21/Serba Guna (di Lapangan Terbang Pondok Cabe, Tangerang; 15 NBO 105CB yang dibuat PT DI berdasar lisensi Messerschmidt Bolkow Blohm, Jerman).

Juga Skuadron 31/Serbu yang berintikan Mil Mi-35P buatan Rusia. Helikopter ini hadir di udara nusantara beberapa pekan sebelum Hari Juang Kartika pada 2004, dengan kemampuan menghancurkan perkubuan musuh dan tank sekaligus memberi dukungan tembakan udara pasukan. Di skuadron yang berkedudukan di Pangkalan Udara TNI AD Ahmad Yani, Semarang, inilah juga bersarang Mil Mi-17 itu. 

Yang terakhir adalah Skuadron 12/Serbu yang berkedudukan di Pangkalan Udara TNI AD Waytuba, Lampung. Di sini ditempatkan Bell 412 EP, varian Bell 412 yang lebih canggih lagi. 

Pada 9 November lalu, satu Mil Mi-17 Skuadron 31 itu jatuh di sekitar Pos Long Bulan Malinau, Kalimantan Utara. Helikopter seharga sekitar 20 juta dolar Amerika Serikat perunit itu dinyatakan total loss dengan 13 orang meninggal dunia di tempat, dan enam luka bakar serius. Dari korban tewas itu termasuk lima anggota TNI AD dan delapan warga sipil. Inilah kecelakaan ketiga pada Mil Mi-17 sekaligus paling mematikan. 

Bermula dari Mil Mi-17 yang mengudara dari Bandar Udara Tarakan, pada pukul 09.00 WITA hari yang sama, sempat singgah di Desa Auping, untuk mengangkut para pekerja pemborong pembangunan Pos Pengamanan Perbatasan Indonesia-Malaysia di Long Bulan. Keterangan TNI AD menyatakan, pada pukul 10.25 WITA, Mil Mi-17 itu mengudara menuju pos perbatasan itu dan mendarat di titik pendaratan yang telah disiapkan. 

Namun, 300 meter dari titik pendaratan, Mi-17 itu jatuh dari ketinggian sekitar cuma 10 meter dari permukaan tanah. Diduga sementara, perubahan kondisi cuaca mikro yang menyebabkan kecelakaan itu. 

Sesungguhnya, Mil Mi-17 telah menjadi produk ekspor menjanjikan pabrikannya; tidak kurang 59 negara memakai helikopter itu dengan berbagai variannya. Belum lagi badan-badan swasta dan internasional (semisal PBB) yang membeli atau menyewa Mil Mi-17 itu. Dengan begitu banyak pemakai internasional --selain faktor harga-- tentu performansi helikopter yang mendongak saat "duduk" di landasan itu diakui. 

Mulai dari mesin utama, dua mesin Klimov TV3-117VM berdaya 1545kW (2070 shp) dipilih untuk versi standar ekspor (seperti yang ada di TNI AD) itu mengingat keperluan medannya tidak untuk ketinggian ekstra dan kondisi geografis ekstrim. Jika ingin mesin lebih kuat, VK-2500 dengan daya 2500 shp bisa menjadi pilihan. 

Rusia dikenal dengan fungsionalitas, bukan pada "keindahan" model produk perangnya dan ini juga terjadi pada Mil Mi-17. Kokpit diawaki dua penerbang dan satu enjinir untuk membantu memonitor operasionalisasi berbagai sistem di dalam pesawat udara itu. Instrumen-instrumennya juga sederhana dan mudah untuk diamati secara visual.

Yang istimewa adalah ruang di dalam "perut" Mil Mi-17 buatan pabrikan Kazan, Rusia ini: sangat luas, dan menurut data produksinya, disebutkan bisa mengangkut 35 personel bersenjata lengkap siap tempur, alias hampir satu peleton penuh. 

Atau bisa diisi 12 tandu dengan tim medis dan peralatan kedokteran lapangan lengkap. Dia diklaim bisa mengangkat beban sedikit di atas 3.000 kilogram hingga ketinggian 6.000 meter alias ketinggian Puncak Jaya di Papua. 

Tangki-tangki bahan bakar konformalnya mampu menerbangkan dia hingga radius 465 kilometer pada kecepatan ekonomis sekitar 240 kilometer perjam. Dia memang tidak dirancang untuk ngebut, karena asasinya adalah helikopter angkut yang bisa dipersenjatai, dengan laju pertambahan ketinggian delapan meter perdetik. 

Untuk ukuran helikopter, Mil Mi-17 (milik TNI AD adalah varian Mil Mi-17H) berukuran besar dengan panjang fuselage sekitar 18 meter dan ketinggian 4,76 meter. Pintu rampa di bagian belakang kabin utamanya memungkinkan pergeseran pasukan dan barang secara cepat dan mudah. 

Mil Mi-17 merupakan penamaan untuk versi ekspor dari pabrikannya, Kazan; karena untuk penamaan di dalam negeri Rusia, dia dinamakan Mil Mi-8, atau Mil Mi-8M Hip, menurut penamaan NATO. Ini juga helikopter angkut yang paling banyak variannya. 

Di Kalimantan Utara, Mil Mi-17H itu sedang menunaikan tugasnya, mewujudkan pos perbatasan negara agar pasukan Indonesia bisa bertugas secara baik. Di sana juga, salah satu kuda beban udara TNI AD itu jatuh.
Sumber : Antara