Pages

Kamis, Agustus 01, 2013

Indonesia Perancis Sepakat Kerjasama Industri Pertahanan

JAKARTA-(IDB) : Pemerintah Prancis, menyepakati sejumlah hal di bidang pertahanan dengan Pemerintah Indonesia setelah masing-masing Menteri Luar Negeri (Menlu) bertemu di Jakarta, Kamis (1/8/2013).
Menurut Menlu Indonesia, Marty Natalegawa dalam jumpa pers bersama dengan Menlu Prancis, Laurent Fabius, sejumlah hal yang disepakati bersama di bidang pertahanan, termasuk di bidang industri pertahanan.
"Menjaga perdamaian, bajak laut, industri pertahanan, dan kerjasama memperkuat minimum force TNI kita," ujarnya.

Namun Marty melihat perlunya dialog lebih lanjut dengan melibatkan pihak terkait, untuk menerapkan kesepakatan itu.
"Namun dialog ini akan terus berlanjut diantara dua negara yang memiliki hubungan strategis," katanya.
 
Kedua belah pihak juga menyambut pelaksanaan Dialog Pertahanan Indonesia-Prancis, yang sudah dilaksanakan pada April 2013, dalam prespektif kerjasama lebih dekat di bidang industri pertahanan






Sumber : Tribunnews

RUU Komcad Harus Sejalan Dengan UU TNI Dan UU Pertahanan Nasional

JAKARTA-(IDB) : Anggota Komisi Hukum Nasional (KHN), Frans Hendra Winarta, menyatakan Rancangan Undang-undang Komponen Cadangan (RUU Komcad) harus selaras dengan UU TNI dan UU Pertahanan Nasional. Untuk itu menurutnya, RUU Komcad harus dikaji dengan teliti.

"RUU ini (Komcad) harus harmoni dengan UU TNI dan UU Pertahanan Nasional, ini perlu dikaji," kata Frans di Jakarta, Rabu (31/7/2013).

Frans menuturkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembahasan RUU Komcad. Yaitu mengenai perekrutan dalam wajib militer. Jangan sampai terjadi diskriminasi dalam perekrutan wajib militer.

"Perekrutan harus diperhatikan, jangan diskriminatif," ujarnya.

Selain itu harus dibedakan antara hak dan kewajiban untuk ikut wajib militer tersebut. Karena bila wajib militer itu kewajiban, maka warga negara yang diikutsertakan harus benar-benar mengikuti dikarenakan wajib.

"Sedangkan kalau wajib militer itu hak, orang berhak menentukan ikut atau tidak," katanya.





Sumber : Tribunnews

DPR : Pemerintah Harus Segera Pengadaan Satelite Pertahanan

JAKARTA-(IDB) : Inggris bersama Amerika Serikat disebut menyadap delegasi konferensi G-20 di London tahun 2009, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dan, salah satu negara yang diuntungkan adalah Australia.
 
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menilai, Selasa 30 Juli 2013, skandal sadapan Inggris itu menodai hubungan baik bilateral kedua negara. Dia pun meminta otoritas Inggris segera meminta maaf kepada Indonesia.

Mahfudz pun mengkritisi Australia. Sebab, diberitakan The Sydney Morning Herald edisi 26 Juli 2013, Perdana Menteri Kevin Rudd adalah pihak paling diuntungkan dari aksi Inggris dan Amerika Serikat menyadap Presiden di KTT G20 tahun 2009. Laman ini mengutip sumber intelijen Australia dan sumber luar negeri.

"Seharusnya Australia tidak ikut menikmati hasil sadapan itu karena bisa dipersepsi telah terjadi kerjasama intelijen Inggris dan Australia," kata Mahfudz di Jakarta.

Di sisi lain, kejadian ini juga menunjukkan bahwa kemanan komunikasi pejabat tinggi negara masih rentan diintersepsi. Sistem proteksi intersepsi, imbuhnya, masih belum maksimal. Apalagi, Indonesia masih menyewa satelit swasta untuk sistem komunikasi-informasi.

Berkaca dari itu, penting bagi ndonesia untuk menata kembali keamanan sistem komunikasi-informasi kenegaraannya. "Termasuk harus memiliki satelit khusus yang dikontrol negara," ujar dia.

Jika tak dicari solusi segera, bukan tak mungkin Indonesia disadap lagi oleh negara selain Inggris. "Ini peringatan penting. Saya mengusulkan pemerintah Indonesia segera mengadakan satelit khusus untuk sektor pertahanan-keamanan dan khususnya sistem komunikasi lembaga-lembaga tinggi negara," kata dia.

Tak hanya Mahfudz, Ketua MPR Sidarto Danusubroto juga protes. Dia bahkan mendorong Kementerian Luar Negeri memberikan nota protes pada pemerintah Inggris.

Sidarto menyayangkan sikap Inggris yang mengaku sebagai negara sahabat, tetapi malah menyadap. Dia yakin ada kepentingan dan agenda Inggris di balik penyadapan terhadap Presiden. "Beberapa kedutaan ada juga yang disadap kok. Sadap-menyadap ini memang seperti cyber war."

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa memilih fokus menelisik kebenaran berita itu agar Indonesia tidak gegabah dalam mengambil tindakan. Tapi, jika berita media Australia itu benar, Marty prihatin. "Sangat melanggar tata krama hubungan internasional," kata dia.

Seperti diketahui, The Sydney Morning Herald, mengutip sumber intelijen Australia dan sumber luar negeri, mengungkapkan bagaimana Australia diuntungkan dari penyadapan Inggris terhadap SBY. Selain itu, laman Australia lainnya, The Age, juga melaporkan hal yang sama.

"Rudd punya keinginan besar akan informasi intelijen, khususnya mengenai pemimpin Asia Pasifik, Yudhoyono, Manmoham Singh (PM) India, dan Hu Jintao (mantan Presiden China)," demikian kata sumber tersebut.

Intelijen dan sumber luar negeri mengatakan kepada Fairfax Media, hasil sadapan dari Inggris dan AS itu digunakan untuk mendukung target diplomatik Australia, termasuk kampanye memenangkan kursi di Dewan Keamanan PBB.

"Tanpa dukungan intelijen yang diberikan AS itu, kami tidak akan memenangkan kursi itu," kata seorang pejabat di Departemen Luar Negeri dan Perdagangan yang tak mau menyebut nama. 

Sementara laman DailyMail menulis, tujuan dari penyadapan yang dilakukan Inggris itu tidak lain untuk menyuplai para delegasinya informasi demi kepentingan negosiasi. Operasi spionase itu berlangsung selama enam bulan.

Dalam sebuah dokumen yang dibuat pada Maret 2009, GCHQ bekerja atas permintaan pejabat berwenang Inggris untuk melaporkan perkembangan terbaru soal semua panggilan telepon para delegasi G20 yang menjadi target mereka.

Tanggapan BIN
 
Badan Intelijen Negara (BIN) bergerak cepat dan mengevaluasi sistem pengamanan komunikasi untuk mencegah terjadinya kebocoran informasi akibat penyadapan.

"Perkembangan teknologi saat ini sangat cepat. Sehingga, kita harus selalu berada dalam posisi mengimbangi. Kalau tidak dengan mudah kita akan mengalami informasi yang tidak layak bocor ke publik," kata Kepala BIN Letnan Jenderal Marciano Norman.

Namun, Marciano minta publik tak langsung mempercayai pemberitaan yang dinilainya sepihak itu. Pihaknya menunggu hasil penyelidikan dari intelijen rekanan BIN di tiga negara yakni, Australia, Inggris dan Amerika Serikat, yang saat ini tengah berjalan.

Ia menilai, di manapun kunjungan kepala negara atau kepala pemerintahan suatu negara, harus mendapat jaminan keamanan. Tidak hanya kegiatan, tapi juga masalah pemberitaaan dan keamanan informasi harus menjadi perhatian semua pihak. "Teknologi kita sudah baik, namun harus ditingkatkan lagi," ucapnya.

Saat ini, penyelidikan masih berlangsung. Marciano ingin terus berkomunikasi dahulu dengan para intelijen rekanannya untuk memperdalam informasi dan bukti-bukti kemungkinan adanya penyadapan. Apabila bukti sudah cukup, maka pemerintah akan berkomunikasi dengan pihak Australia untuk mengklarifikasi hal ini.






Sumber : Vivanews

Ambisi Amerika Kuasai Asia Pasifik

WASHINGTON-(IDB) : Salah seorang petinggi militer Amerika Serikat mengabarkan pengiriman jet-jet tempur negara itu ke Samudera Pasifik. Petinggi senior militer Amerika itu mengatakan, tahun ini Washington akan mengirim jet-jet tempurnya ke Thailand, India, Singapura dan Australia dengan maksud untuk memperkuat kehadiran militer negara itu di Samudera Pasifik.
 

Bagi sebagian kalangan militer Amerika, mungkin ide "Berputar ke arah Asia" bukan sesuatu yang menarik. Akan tetapi setidaknya para perwira militer Angkatan Udara Amerika tahu bahwa ide ini sangat serius.

 

Ide berputar ke arah Asia sangat sederhana, memposisikan Cina di tengah kepungan Amerika dan pasukan negara-negara sekutunya, persis seperti yang dilakukan Barat di era Perang Dingin dengan Uni Soviet.

 

Petinggi militer Amerika terus mengatakan bahwa mereka tidak bermaksud menaklukkan Cina dan mengaku sedang membuka kerjasama dengan Cina juga dengan negara-negara sekitar Samudera Pasifik demi menjaga stabilitas di kawasan itu. Sekalipun demikian kita melihat sesuatu yang lain dari rantai militer yang dibangun Amerika di kawasan.

 

Sebagaimana dilaporkan Foreign Policy, Jenderal Herbert Carlisle, Komandan Angkatan Udara Amerika di Samudera Pasifik mengatakan, "Sebagai contoh, di Amerika, AU melakukan pengiriman jet-jet tempur, tanker dan di masa mendatang akan mengirim peluncur bom."

 

Ia menambahkan, "Jet-jet tempur Amerika diperkirakan akan dikirim ke Australia tahun depan." Menurutnya langkah ini adalah bagian upaya untuk meningkatkan kehadiran militer Amerika di Asia. Amerika akan mengirim jet-jet tempurnya ke Thailand, Singapura dan India.

 

Satu-satunya anggaran pertahanan yang meningkat di dunia, terkait dengan negara-negara Asia, katanya. Ini berarti Amerika tengah berupaya meningkatkan jaringan sekutu militernya di Samudera Pasifik.

 

Menurut para pengamat, ide "Berputar ke arah Asia" dalam strategi baru militer Amerika merupakan manuver sangat penting. Ide ini didasari pada upaya mengepung Cina oleh Amerika dan sekutunya persis seperti strategi Barat di era perang dingin terhadap Uni Soviet.

 

Petinggi militer Amerika mengklaim bahwa mereka tidak berencana mengendalikan Cina dan Washington mengaku siap bekerjasama dengan Beijing serta seluruh negara Pasifik guna menjaga stabilitas di kawasan ini. Meski demikian, langkah Amerika seperti penempatan 60 persen kekuatan armada lautnya di kawasan ini sangat bertolak belakang dengan klaim Washington.

 

Barack Obama, presiden Amerika di awal Januari 2012 telah memaparkan strategi baru militer negara ini. Strategi tersebut menekankan kehadiran lebih besar militer Amerika di kawasan Asia-Pasifik sebagai reaksi atas kemajuan militer Cina dan kendala yang dihadapi Washington. Mengingat strategi Amerika yang melihat ancaman baru datangnya dari Asia-Pasifik, oleh karena itu, wajar jika Pentagon memberi perhatian besar terhadap kawasan ini. khususnya Cina dalam beberapa tahun terakhir memiliki program jangka panjang memodernisasi persenjataan dan sistem pertahanannya.

 

Cita setelah Amerika tercatat sebagai negara yang mengalokasikan dana besar bagi militer, namun pengamat mengatakan bahwa dana pertahanan dan militer Cina yang sebenarnya lebih besar dari yang diumumkan selama ini. Cina sendiri tengah memikirkan upaya untuk meningkatkan kemampuan militernya khususnya pengembangan kemampuan rudalnya mengingat intervensi Amerika serta strategi baru Washington yang menempatkan Beijing sebagai ancaman Gedung Putih.

 

Dalih lain perluasan pengaruh militer Amerika di kawasan ini adalah friksi antara Cina dan sejumlah negara tetangganya terkait beberapa pulau. Hal ini telah memicu perlombaan senjata di kawasan Asia Timur. Di sisi lain, kondisi Korea Utara dan khususnya rudal balistiknya serta program nuklir Pyongyang di tambah peningkatan kemampuan militer Cina, membuat Jepang dan Korea Selatan seakan berlomba membeli sistem anti rudal dan senjata baru demi menjaga diri.

 

Yang jelas kini salah satu pusat strategi baru Amerika  difokuskan pada Cina dan langkah militer negara ini kawasan Asia-Pasifik. Amerika di era pasca perang Dunia Kedua dengan para sekutunya di kawasan Asia Timur senantiasa menguasai kawasan ini, namun seiring dengan kebangkitan Cina di kemajuan yang diraih Beijing, Washington mulai merasa terancam.

 
Oleh karena itu, dalam strategi baru militer Amerika ditekankan upaya untuk menghadapi Cina dan minat lebih besar Washington untuk meningkatkan pengaruhnya di kawasan Asia Timur. Hal ini akan diwujudkan dengan relokasi sebagian besar armada laut Amerika ke Samudera Pasifik dan penempatan sejumlah angkatan udara di kawasan ini. 






Sumber : Irib

Produk PT. DI Lebih Mahal Karena Kena Pajak Barang Mewah

BANDUNG-(IDB) : BUMN industri penerbangan, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) mengaku harus menjual lebih mahal produknya kepada pihak swasta atau instansi di luar TNI/Polri dalam negeri. Alasannya karena setiap pembelian pesawat dan helikopter buatan PT DI oleh kena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM).

Peraturan ini membuat instansi pemerintahan di luar TNI/Polri atau perusahaan swasta Tanah Air harus membayar 50% lebih mahal dari harga seharusnya yang dijual PT DI.

"Betul kita ada kelemahan kalau jual di dalam negeri di instansi pemerintahan non TNI/Polri atau ke airlines. Ini ada PPn BM. Ini diatur UU, besarannya 50%," ucap GM Marketing Dirgantara Indonesia Arie Wibowo  Selasa (30/7/2013).

Misalnya Badan SAR Nasional (Basarnas) memutuskan membeli 2 unit helikopter tipe AS-365N3+ Dauphin ke PT DI. Basarnas wajib membayar PPn BM hingga 50% ketika membeli helikopter ke PT DI, padahal kalau Basarnas membeli helikopter di luar negeri harga jauh lebih terjangkau karena tidak harus membayar pajak barang mewah.

"Kita jual 2 buah heli ke basarnas. Basarnas wajib bayar PPn BM senilai 50% dari harga heli. Itu sama saja bayar 1 heli untuk beli 2 heli. Jadinya Basarnas kalau beli di PTDI mahal," terangnya.

Ia mencontohkan harga pesawat CN295 untuk versi standar dijual US$ 39 juta per unit. Ketika pesawat ini dibeli oleh maskapai dalam negeri, pihak maskapai harus membayar lebih mahal menjadi US$ 58,5 juta per unit karena adanya PPn BM.

Kondisi ini membuat pelanggan asal dalam negeri lebih memilih membeli dari impor atau dari para pemasok produsen pesawat dan helikopter dunia. Padahal secara kualitas pesawat dan helikopter yang dibuat dan dirakit pada pabrik PT DI yang terletak di Bandung Jawa Barat tidak kalah bersaing.

"Misal Lion Air, Sriwijaya beli di PT DI jadi mahal kalau mereka pengadaan pesawat lewat luar negeri mereka nggak dikenakan PPnBM. Ini kontradiksi. Jadi animo beli pesawat di PT DI rendah karena pajak," jelasnya.

Ia pun berharap pemerintah melalui Kementerian Keuangan dapat merevisi pengenaan PPnBM untuk produk-produk strategis karya BUMN Indonesia. Hal ini jika diterapkan bisa meningkatkan daya saing produk PT DI di pasar dalam negeri.

"Jadi kita jual lebih banyak ke luar negeri karena aturan PPnBM. Paling kalau jual ke luar negeri kena PPh saja. Sementara pasar dalam negeri jauh lebih besar daripada luar negeri tapi dengan aturan ini (PPnBM) jadi sulit," tegasnya.







Sumber : Detik