Pages

Selasa, Maret 19, 2013

Kopaska Dan USN Seal Latihan Pertempuran Jarak Dekat

JAKARTA-(IDB) : Dalam rangka meningkatkan ketajaman profesionalisme prajurit Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI Angkatan Laut dan menguji kemampuan individu maupun tim serta memantapkan standar operasi prosedur (SOP) di lapangan, prajurit Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI Angkatan Laut melaksanakan latihan Close Quarter Combat (CQC) bersama dengan US Navy Seal di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (18/3).
CQC adalah merupakan pertempuran yang dilakukan dalam jarak dekat atau di dalam ruangan yang bersifat agresif, dadakan, surprise dan Selektif Fire. Kegiatan latihan yang dilaksanakan antara pasukan khusus Angkatan Laut dari Indonesia dan Amerika Serikat (AS) tersebut dalam rangka latihan bersama dengan sandi “Flash Iron 13-01 Joint Combined Exchange Training (JCET)”.

Kegiatan latihan bersama tersebut, ditinjau secara langsung oleh Wakil Komandan Komando Latihan Komando Armada RI kawasan Barat (Wadan Kolatarmabar) Letkol Laut (P) I.G.P Aswan Candra selaku Tim evaluasi latihan.




Sumber :Koarmabar

SIPRi Report : Transfer Persenjataan Di Dunia

Transfer Persenjataan ke Indonesia 2012

SIPRI-(IDB) : Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) adalah lembaga independen internasional yang didedikasikan untuk penelitian konflik, persenjataan, pengawasan senjata dan perlucutan senjata . Organisasi ini didirikan tahun 1966, dan sekarang bermarkas di Solna, Swedia.

Laporan SIPRI yang diterbitkan pada triwulan pertama tahun 2013 memuat juga mengenai transfer persenjataan baik baru maupun second, laporan didasarkan pada Trade Register United Nations, sebagaimana diketahui semua negara anggota PBB diwajibkan melaporkan transaksi/transfer persenjataan ke negara lain sehingga perdagangan senjata secara ilegal dapat diminimalisir.

Berikut ini adalah transfer persenjataan yang terdaftar khusus untuk kawasan ASEAN dan Oceania. Disajikan secara serial. Hal-hal khusus akan diberikan tambahan artikel.

Pembelian Rudal Udara dari Rusia

SIPRI melaporkan bahwa Indonesia telah memesan sejumlah rudal udara untuk melengkapi skadron pesawat tempur Sukhoi Su-27/30 yang dimilikinya.

Pembelian paket persenjataan rudal udara ini meliputi rudal AAM R-77/AA-12 Adder,  ASM Kh-29/AS-14 Kedge, Kh-31/AS-17 dan Kh-59/AS-18 Kazoo dan ARM Kh-31P. Uniknya dalam paket pembelian ini adalah pada rudal udara ke udara hanya satu versi rudal yang dibeli yaitu rudal jarak jauh/BVR AAM.

Tidak terlihat pembelian rudal udara ke udara jarak pendek maupun jarak sedang, namun jawaban pertanyaan ini dapat ditemukan bila kita melihat transaksi pada tahun 2011. Terlihat bahwa Indonesia mengakuisisi 75 unit AAM R-73/AA-11 Archer yang merupakan rudal jarak pendek.

Bila kita melihat negara-negara lain di kawasan ini, maka terlihat bahwa rudal udara ke udara berkemampuan BVR bukan merupakan barang mewah lagi, karena negara lain di kawasan : Australia, Singapore, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Myanmar juga telah menggunakan rudal tipe ini.




Transfer Persenjataan Ke Filipina 2012

Menurut catatan SIPRI, Philippine telah mengakuisisi empat radar tipe MMSR dari Lockheed Martin, Amerika Serikat. Tipe radar yang dibeli adalah AN/TPS-79.

AN/TPS-79 Multi-Mission Surveillance Radar ( MMSR ) adalah radar jarak menengah taktis untuk pengawasan udara dan kontrol lalu lintas lingkungan udara dan aplikasi pengawasan pesisir.

AN/TPS-79 adalah radar multi misi dan merupakan sistem radar yang sangat mobile dapat dipindahkan melalui darat (kendaraan atau kereta api), laut atau udara (dengan pesawat angkut C-130) dengan waktu set-up kurang dari 90 menit.

Radar ini dirancang sebagai "gap filler" berjangkauan menengah. Cakupan radar surveilans utama mencapai 60 mil laut (111 km) dan cakupan radar surveilans sekunder mencapai 120 mil laut (222 km).



Transfer Persenjataan Ke Malaysia 2012


SIPRI mencatat bahwa Malaysia telah mengakuisisi 40 rudal SubExocet SM-39. Pembelian rudal anti kapal yang diluncurkan dari kapal selam ini digunakan untuk mempersenjatai dua kapal selam tipe Scorpene yang dimilikinya. Sebelumnya Malaysia telah membeli 30 torpedo kelas berat BlackShark buatan Italia.

Meskipun pembelian rudal ini menuai kecaman di dalam negeri karena harganya yang dianggap kemahalan, pada sisi yang lain ujicoba terhadap kemampuan rudal ini telah sukses dilakukan.

Dengan pembelian jumlah rudal yang melebihi torpedo, ini artinya persenjataan kapal selam Malaysia lebih menitik-beratkan kepada kemampuan rudal anti kapal dibandingkan torpedo, Malaysia lebih membutuhkan kecepatan dalam menghadapi ancaman kapal permukaan, ini merupakan sesuatu hal yang baru di kawasan.

  
Rudal SM-39 Exocet mempunyai jangkauan 50 km, kecepatan subsonic 1.113 km/h (0,89 mach) mempunyai ukuran panjang 4,69m dan diameter 350mm. Rudal ini mempunyai hulu ledak seberat 165kg dan berat total rudal mencapai 655 kg.

Meskipun Malaysia merupakan negara pertama di kawasan yang menggunakan rudal kapal selam, di kawasan segera muncul rudal kapal selam lainnya yaitu 3M54E/SS-N-27 Caliber/Club-S/Sizzler buatan Rusia yang akan dioperasikan oleh Vietnam. Rudal ini lebih powerful karena mempunyai jangkauan max yang jauh lebih besar dari torpedo kelas berat yaitu 220km, kecepatan mencapai  0.8 mach dan hulu ledak 200kg.

Beberapa pengamat memperkirakan, Singapore dan Australia juga akan menggunakan rudal kapal selam, tipe yang dipilih kemungkinan besar adalah UGM-84 SubHarpoon, rudal buatan Amerika ini dilaporkan mempunyai jangkauan 124km mempunyai hulu ledak 221 kg dan kecepatan 864km/h (0,69 mach).

Indonesia telah selesai melakukan upgrade dua kapal selamnya, modernisasi kapal selam ini termasuk juga pada kemampuannya untuk menembakkan rudal. Belum ada kabar mengenai rencana akuisisi rudal untuk kedua kapal selam ini, namun dalam pameran Indodefence 2012 lalu terlihat bahwa PT DI telah bekerjasama dengan Atlas Elektronik untuk torpedo seri terbaru Seahake Mod4, tidak menutup kemungkinan akan ada sodoran Seahake Mod4ER untuk kedua kapal selam TNI tersebut, Seahake Mod4ER merupakan torpedo kelas berat dengan jangkauan terjauh saat ini yaitu 120 km.




Sumber : SIPRI 

Menhan RI Menerima Ketua Komite Militer dan Industri Negara Republik Belarus

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro menerima kunjungan Ketua Komite Militer dan Industri Negara Republik Belarus Sergei Gurulev, Selasa (19/3) di kantor Kemhan, Jakarta. Dalam kunjungan ini, dibicarakan upaya peningkatan kerjasama  pertahanan kedua negara khususnya penjajakan kerjasama bidang industri pertahanan.
 
Kunjungan Ketua Komite Militer dan Industri Negara Republik Belarus kepada Menhan RI dilaksanakan dalam sela-sela kunjungannya sebagai Delegasi Belarus mendampingi kunjungan kenegaraan Presiden Belarus Alexander Lukashenko ke Indonesia tanggal 18 sampai dengan 20 Maret 2013.

Turut mendampingi Menhan dalam kesempatan tersebut Staf Khusus Menhan Bidang Kerjasama Internasional Soemadi D.M. Brotodiningrat, Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kemhan Mayjen TNI Sonny ESP, Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan Laksda TNI Ir. Rachmad Lubis dan Kepala Biro TU Setjen Kemhan Brigjen TNI Bambang Hartawan, M.Sc serta Direktur Utama PT Pindad (Persero) Adik A. Soedarsono. 

Indonesia Dan Belarusia Sepakat Produksi Bersama RWS

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, Indonesia dan Belarus sepakat untuk memproduksi bersama pengendali atau remote control untuk senjata yang akan dipasangkan di Panser Anoa produksi PT Pindad.

Menurut Purnomo, kerja sama tersebut dipayungi dalam nota kesepahaman bersama yang telah ditandatangani dirinya dengan Ketua Komite Industri Militer Negara Belarus Sergei Gurulev di Istana merdeka, Jakarta, Selasa.

"Yang barusan itu ''joint production'' (produksi bersama) ''remote weapon system (RWS)'' untuk dipakai di Panser Anoa," katanya.

Ia mengatakan, selama ini ''remote control'' tersebut dibeli dari Belarusia, dengan adanya kerja sama ini nantinya akan diproduksi bersama antara Indonesia dengan Belarus.

"Jadi nilai tambah untuk kita, kita bisa buka lapangan kerja, investasi bersama," katanya.

Selain itu, menurut dia, peningkatan kerja sama untuk industri pertahanan ke depan dapat ditingkatkan. Selain produksi bersama ''remote control weapon station (RCWS)", menurut Purnomo juga dapat ditingkatkan untuk produksi kendaraan pengangkut tank yang dapat mengangkut dua tank dan ''anti tank guide missile''.

Ia menambahkan, Belarus memiliki kemampuan penguasaan dalam teknologi senjata sebagai salah satu pecahan dari Uni Soviet. "Jadi dulu sebelum Uni Soviet pecah, ada industrinya itu di berbagai tempat. Nah di Belarus ini ada juga industri pertahanan mereka," katanya.


Sementara itu Presiden Direktur Pindad Adik A Soedarsono mengatakan, "remote weapon system" yang akan diproduksi tersebut akan dibenamkan di Panser Anoa sehingga dapat mengendalikan senjata dari dalam Panser.

"Jadi nanti di Anoa itu tidak usah ada orang di atasnya. Itu produksinya di Pindad," katanya.





Sumber : DMC

BRI Alokasikan Rp. 1T Pembiayaan Alutsista Indonesia

BANDUNG-(IDB) : PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) menyiapkan pembiayaan hingga Rp 1 triliun untuk alat utama sistem persenjataan (alutsista) Indonesia yang diproduksi oleh PT Pindad (Persero).

"Untuk alutsista, di Pindad ada beberapa proyek itu ada Rp 1 triliun tahun ini. Sebelumnya sudah, ada pada 2010," ungkap Direktur Bisnis Kelembagaan dan BUMN BRI Asmawi Syam dalam keterangannya seperti dikutip detikFinance, Selasa (19/3/2013).

Menurutnya, bersama dengan ketahanan pangan dan ketahanan energi, ketahanan nasional juga menjadi salah satu sektor yang mendapat prioritas perseroan dalam penyaluran kredit tahun ini.

"Pindad, ada produksi panser, paling banyak. Sekarang panser kita dilirik, ada yang mau beli," imbuhnya.

Sebelumnya, BRI juga telah terlibat untuk pembiayaan produksi panser dan peluru oleh Pindad, yang menerima cukup banyak pesanan dari pemerintah. Secara keseluruhan, perseroan menyiapkan plafon Rp 78 triliun untuk kredit BUMN, di mana per Februari 2013, outstanding-nya sudah mencapai Rp 56 triliun.





Sumber : Detik

Penempatan Satu Skuadron F16 Di Pekanbaru Untuk Perkuat Selat Malaka

PEKANBARU-(IDB) : Demi memperkuat kekuatan tempur di kawasan strategis Selat Malaka, Pangkalan Udara (Lanud) TNI Angkatan Udara Roesmin Nuryadin Pekanbaru bersiap menyambut satu skuadron pesawat tempur F-16 blok 52 lengkap dengan persenjataan mutakhir.
Penambahan 24 pesawat F-16 dari Amerika Serikat itu sebagai bagian dari pembaruan armada tempur yang sudah ada di pangkalan TNI AU tipe B itu yaitu satu skuadron Hawk 100/200.

”Berarti pada awal 2014, Lanud Roesmin Nuryadin akan memiliki dua skuadron tempur yang terdiri dari satu skuadron Hawk 100/200 dan satu skuadron pesawat F-16 dengan blok 52 lengkap dengan persenjataan mutakhir,” ungkap Kepala Penerangan dan Perpustakaan (Kapentak) Lanud TNI AU Mayor Sus Filfadri kepada Media Indonesia di Pekanbaru, Selasa (19/3).

Menurut Filfadri, satu skuadron pesawat tempur F-16 yang akan ditempatkan di Lanud Pekanbaru merupakan pesawat tempur terbaik yang disumbangkan oleh pemerintah Amerika Serikat kepada Indonesia. Jenis pesawat F-16 dengan tipe blok 52 itu rencananya juga akan engalami sedikit peningkatan up grade khususnya di bagian persenjataan tempurnya.

”Memang banyak yang bilang itu pesawat hibah, tapi F-16 itu hasil dari komitmen kerjasama kita dengan Amerika Serikat. Kondisinya juga sudah dicek dan sangat baik apalagi dengan tipe blok 52 yang terbaru,” jelas Fil.

Dia menambahkan, dipilihnya Lanud Roesmin Nuryadin sebagai lokasi penempatan satu skuadron pesawat tempur F-16 itu tidak lepas dari lokasi strategis Lanud Pekanbaru yang secara geografis berada di kawasan Selat Malaka dan berbatasan langsung dengan Malaysia serta Singapura.

”Dua skuadron tempur F-16 dan Hawk 100 juga untuk mendukung kekuatan kita di Sumatra dan Selat Malaka. Selain back up dari Lanud terdekat di Kalimantan Barat, Makasar serta Pulau Jawa,” ujarnya.

Dengan penambahan armada tempur tersebut, lanjut Filfadri, pada 2014 status Lanud Roesmin Nuryadin Pekanbaru akan berganti dari Lanud tipe B menjadi tipe A dengan dipimpin perwira berpangkat bintang satu. Selain itu, guna mengimbangi dinamika pertahanan geopolitik kawasan di Selat Malaka, pemantauan radar yang ditempatkan di Pekanbaru, Medan, dan Ranai, Kepulauan Natuna akan semakin ditingkatkan.

”Mengingat dari pengalaman sejarah bahwa TNI AU pernah menjadi kekuatan nomor 1 di Asia. Seperti itu juga soal ketergantungan kita pada Amerika Serikat ketika sparepart peralatan tempur diembargo. Karena itu, kebijakan saat ini ada kombinasi armada tempur antara Sukhoi dari Rusia, dan F-16 dari Amerika Serikat untuk menangkal ketergantungan itu,” jelasnya.





Sumber : Metrotvnews

Berita Foto : Pesawat T-50i Pesanan Indonesia Terbang Perdana


SEOUL-(IDB) : Tanggal 14 maret lalu, pesawat latih lanjut T-50i pesanan Indonesia sukses melakukan terbang perdana. Uji terbang dilakukan di Korea Selatan dengan pilot uji dari KAI selaku produsen T-50. Indonesia sendiri memesan sebanyak 16 buah senilai 400 juta dollar.






 
Pesawat ini nantinya akan menggantikan peran pesawat HS Hawk Mk-53 dan tergabung dalam skadron udara 15. Pilot-pilot TNI-AU sendiri kini tengah berlatih di Korea Selatan untuk mengoperasikan pesawat ini. Direncanakan, pada tahun ini pula T-50 pesanan Indonesia sudah tiba di tanah air.




Sumber : ARC

Proyek Alih Teknologi Kapal Selam Indonesia Korea Lanjut

JAKARTA-(IDB) : Proyek kerja sama pembuatan tiga kapal selam antara Indonesia dan Korea Selatan (Korsel) tetap diteruskan. Proyek kapal selam ini tak terimbas penundaan proyek pengembangan pesawat tempur Korean Fighter Xperiment (KFX)/Indonesian Fighter Xperiment (IFX) karena kondisi ekonomi di Korsel. "Tidak ada penundaan. Proyek kapal selam tetap diteruskan sesuai jadwal yang ada," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik, Kementerian Pertahanan (Kemhan), Brigjen TNI Sisriadi, saat dihubungi Koran Jakarta, Minggu (17/3).

Itu artinya kapal selam pertama dan kedua hasil kerja sama kedua negara akan rampung pada 2016. Dia menambahkan mulai April 2013, tahapan pembuatan kapal selam sudah masuk pada steel cut atau pemotongan baja. "Steel cut merupakan tahapan awal dari pembuatan kapal selam. Diharapkan selesai dalam 40 bulan," jelas Sisriadi.

Dia menjelaskan pembuatan kapal selam tak tertunda seperti KFX karena mekanisme yang digunakan adalah jual-beli, sedangkan proyek KFX menggunakan mekanisme kerja sama. "Kalau sampai tertunda, artinya pihak Korsel harus membayar denda," kata dia. Seperti diketahui, Kemhan telah mengirimkan 130 personel ke Korsel pada Februari 2013 lalu untuk proyek pembuatan kapal selam.

Para personel itu diambil dari anggota TNI AL, ahli kapal selam dari PT PAL, dan sejumlah aka demisi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. "Pada 36 bulan pertama, mereka hanya akan memperhatikan cara membuat kapal selam," kata Staf Ahli Kementerian Pertahanan, Mayjen Hartind Asrin.

Hartind menjelaskan dua dari tiga kapal selam yang dibeli Indonesia akan dibuat di Korsel melalui perusahaan galangan Daewoo Shipbuiliding Marine Enginering (DSME). Pembuatan kapal selam pertama berlangsung dalam kurun 36 bulan. Selama itu pula teknisi dari Indonesia akan memperhatikan dengan saksama cara mereka merakit hingga akhirnya kapal selam itu selesai.

Masih Dibantu
 
Pada pembuatan kapal selam kedua, barulah para teknisi itu ikut turun. Namun, masih akan dibantu dari pihak Korsel. "Separo teknisi dari kita, separo dari mereka," kata dia. Pembuatan kapal selam kedua ini diperkirakan lebih singkat, yakni hanya 20 bulan. Pasalnya, pihak Korsel dan Indonesia menargetkan bisa membangun dua kapal selam itu dalam kurun 56 bulan atau sekitar 4,5 tahun.

"Diperkirakan dua kapal selam itu akan selesai pada pertengahan 2016," ujar Hartind. Untuk pembuatan kapal selam ketiga, pengerjaan sepenuhnya dilakukan teknisi Indonesia. Hartind mengatakan pembuatan kapal selam ketiga ini akan dilakukan di galangan PT PAL di Surabaya.

Meski demikian, pihak DSME tetap akan mengawasi pembuatannya. "Proses pembuatannya diperkirakan memakan waktu 24-36 bulan," kata dia. Kapal selam berjenis 209 dengan teknologi setara jenis 214 ini diperkirakan menghabiskan dana 1 miliar dollar atau 10 triliun rupiah. Pembayarannya menggunakan anggaran APBN 2010-2014.






Sumber : KoranJakarta