Pages

Selasa, September 03, 2013

Mengasah Racun Tarantula

BANDUNG-(IDB) : Kedatangan panser kanon Doosan Tarantula tentu saja membawa tantangan tersendiri bagi Korps Kavaleri TNI AD dalam mengoperasikan kendaraan tempur yang satu ini. Maklum saja, Tarantula memang alutsista baru yang belum pernah dioperasikan sebelumnya. Sebelum latihan besar bagi para awak Tarantula, minggu ini sudah mulai dilaksanakan pengenalan terhadap sistem senjata utama yang terpasang di Tarantula.



Senjata tersebut tak lain tak bukan adalah meriam Cockerill MK3M-A1 kaliber 90mm yang terpasang sebagai senjata utama Tarantula didalam kubah CSE-90. Seperti terlihat pada foto, para peserta pelatihan tengah asyik mengelilingi kanon 90mm Tarantula yang sedang dilepaskan dari kubahnya dan menyimak penjelasan dari instruktur CMI di hangar milik PT Pindad.

Meriam 90mm LP (Low Pressure) berulir ini sejenis dengan yang terpasang di kubah tank ringan Scorpion, dan memiliki populasi lebih dari 2.500 unit di dunia. Sistem meriam 90mm Tarantula terpasang pada kubah yang dioperasikan oleh 2 awak, juru tembak (gunner) dan danran alias komandan kendaraan. 

Untuk akurasi penembakan tersedia laser rangefinder yang dapat mengukur jarak ke sasaran secara akurat. Pertempuran malam pun dapat dijajaki berkat kehadiran sistem NVG/ thermal generasi III yang merupakan bawaah CSE 90. Sayangnya, pengisian pada kamar peluru (breech) kanon masih menggunakan sistem manual, kurang lebih masih mirip dengan sekuensial deteksi-pengisian munisi-penembakan pada Scorpion. 

Walaupun Tarantula terhitung cukup canggih, namun sayangnya sistem kubah CSE-90 belumlah distablisasi, sehingga kendaraan harus berhenti untuk melakukan penembakan apabila menginginkan akurasi yang paling maksimal.

Tipikal amunisi yang disediakan adalah APFSDS-T (Armor Piercing Fin Stabilised Discarding Sabot-Tracer), HEAT (High Explosive Anti Tank), HE-T, dan Canister (anti personil). Walaupun munisinya sudah tidak efektif untuk melawan tank modern, kanon 90 masih memiliki gigi untuk tugas-tugas pengamanan, penyekatan, dan dukungan tembakan, fungsi yang nantinya akan diemban oleh Tarantula.

Walaupun TNI telah melakukan persiapan yang sungguh-sungguh dalam mengoperasikan Tarantula, rupanya masih ada beberapa ganjalan. Info yang ARC terima, sejumlah komponen vital untuk pelatihan tersebut masih tertahan di Bea Cukai dan belum mendapatkan clearance. 

Sungguh ironis, mengingat komponen tersebut sangat dibutuhkan untuk kelancaran operasional TNI AD, yang notabene adalah penjaga kedaulatan Republik. Sudah seharusnya Bea Cukai sebagai institusi Negara memprioritaskan kebutuhan TNI yang notabene adalah sama-sama aparatur Negara, apalagi tujuan penggunaannya pun jelas.


Spek Teknis Kubah CSE-90

Sistem kanon    :  Cockerill Mk3M-A1 kal 90mm
Panjang laras    :  3.248mm
Proteksi            :  Kubah STANAG 1-4569 Level IIA (7,62x51mm NATO)
Sistem tenaga   :  Electromechanical
Tekanan laras   :  210 MPa
Jangkauan        : 6km; efektif 1.500m
Sensor             :  laser rangefinder, day/ night sight





Sumber : ARC

12 komentar:

  1. masalah bea cukai ini sebagai bukti kalo antar institusi dan lembaga yang ada diindonesia tidak saling memiliki komunikasi yang baik... hal itu juga jadi masalah.....

    BalasHapus
  2. oalaahhh......... "Sayangnya, pengisian pada kamar peluru (breech) kanon masih menggunakan sistem manual, kurang lebih masih mirip dengan sekuensial deteksi-pengisian munisi-penembakan pada Scorpion, stem kubah CSE-90 belumlah distablisasi, sehingga kendaraan harus berhenti untuk melakukan penembakan apabila menginginkan akurasi yang paling maksimal"........ Barang Begini kok dibeli sihhh!!!!............ Ada yang tahu alasan kuatnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya nih nggak jelas turret cockeril 90mm ini, masak belum distabilisasi dan sensornya cuma laser range finder dan day/night sight? pengisian manual lagi, mungkin karena bawaan skorpion yang dari jaman 60-an jadi nggak bisa terlalu diupdate, dan itung-itung bisa menyederhanakan pasokan logistik soalnya sama speknya dengan kubah scorpion kita skrg.... harusnya minimal udah ada active/passive detection system kayak thermal imaging, IR decoy, dan Laser Warning Receiver + automatic loader.... yah begini nih harusnya TNI bisa lebih maju, jangan malu cari rekanan dari luar yang bisa produksi kubah yg lebih maju

      Hapus
  3. mungkin gan,ini cuma sebatas tapak jalan menuju roma,, buat ngambil ati si korela biar nglancarin program TOT ifx ma kasel, kpaksa beli sih engga,tp ada untung nya jg siih, yo raaa!!

    BalasHapus
  4. liat dari poto nya kaya monyet mainin kelapa," BARANG DAN MAHLUK OPO IKI ".....hehehehe,

    BalasHapus
    Balasan
    1. yeeuu monyet ngomong monyet wakkakak

      Hapus
    2. ano 08.59 eee monyet gw udah bisa komen di forum, sini sini nyet tak kasih kacang, kerr kerr ck ck

      Hapus
    3. bro lapar ya?ada pisang nih

      Hapus
  5. Harusnya ini jadi kerjasama yg terakhir dg korsel karena kita banyak dirugikan..kfx/ifx mangkak,changbogo mangkak..padahal kita sdh belanja banyak termasuk sitarantula yg ecek2...(by:liem ban piet)

    BalasHapus
  6. Kita harapkan proyektilnya dibuat oleh Pindad sehingga ketergantungan pada asing bisa di hilangkan.Proyektil peluru meriam sudah berkembang sangat jauh.Hal itu harus dikejar oleh Pindad,dan harus langsung mempelajari tehnologi terkini jangan sampai mempelajari tehnologi yang sudah out of date alias sudah ditinggalkan negara lain.

    BalasHapus
  7. loading peluru manual bukannya malah bagus? bebas macet

    BalasHapus