JAKARTA-(IDB) : Pemerintah diminta untuk mengevaluasi dan inventarisasi permasalahan atas industri strategis dan pertahanan. Hal ini dikarenakan minimnya anggaran untuk biaya produksi yang membuat industri strategis dan pertahanan tidak memiliki daya saing.
"Sektor industri strategis dan pertahanan membutuhkan banyak investasi dalam bidang industri pertahanan," kata pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Firmanzah, di Jakarta, Ahad (3/6).
Dalam amatan Firmanzah, kinerja bisnis industri strategis dan pertahanan nasional dianggap rendah. Karena itu, ia mengatakan investasi sangat diperlukan untuk merangsang pertumbuhan industri pertahanan dalam negeri.
"Industri strategis dan pertahanan bukan hanya terkait dengan masalah pertahanan dan keamanan negara. Namun, masalah minimnya investasi menjadi kendala yang menghambat," paparnya.
Lebih lanjut, Firmanzah mengatakan pemerintah harus berpihak pada industri strategis dan pertahanan dalam negeri. Salah satunya melalui berbagai kebijakan yang mampu menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan industri pertahanan nasional.
Menurutnya, keberpihakan pemerintah sangat penting dalam proses revitalisasi industri pertahanan. "Merevitalisasi industri pertahanan harus segera dilakukan agar menjadi industri pertahanan yang unggul dan bersaing dengan industri pertahanan negara lain. Selain itu, pemerintah harus mengimplementasikan konsep, cetak biru, dan rencana besar revitalisasi industri pertahanan melalui program yang terperinci, terukur, dan terkontrol," ujarnya.
Firmanzah menambahkan, revitalisasi industri pertahanan memerlukan insentif fiskal bagi BUMN industri strategis dan BUMN industri pertahanan yang saat ini terancam tutup.
"Idealnya ada kebijakan insentif fiskal, karena saat ini kondisi PT PAL Indonesia dan PT Dirgantara Indonesia yang sudah masuk taraf mengkhawatirkan. PAL mampu berproduksi namun tidak mampu memasarkan akibat faktor pajak yang notabene dibebankan oleh pemerintah sendiri," katanya.
"Sektor industri strategis dan pertahanan membutuhkan banyak investasi dalam bidang industri pertahanan," kata pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Firmanzah, di Jakarta, Ahad (3/6).
Dalam amatan Firmanzah, kinerja bisnis industri strategis dan pertahanan nasional dianggap rendah. Karena itu, ia mengatakan investasi sangat diperlukan untuk merangsang pertumbuhan industri pertahanan dalam negeri.
"Industri strategis dan pertahanan bukan hanya terkait dengan masalah pertahanan dan keamanan negara. Namun, masalah minimnya investasi menjadi kendala yang menghambat," paparnya.
Lebih lanjut, Firmanzah mengatakan pemerintah harus berpihak pada industri strategis dan pertahanan dalam negeri. Salah satunya melalui berbagai kebijakan yang mampu menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan industri pertahanan nasional.
Menurutnya, keberpihakan pemerintah sangat penting dalam proses revitalisasi industri pertahanan. "Merevitalisasi industri pertahanan harus segera dilakukan agar menjadi industri pertahanan yang unggul dan bersaing dengan industri pertahanan negara lain. Selain itu, pemerintah harus mengimplementasikan konsep, cetak biru, dan rencana besar revitalisasi industri pertahanan melalui program yang terperinci, terukur, dan terkontrol," ujarnya.
Firmanzah menambahkan, revitalisasi industri pertahanan memerlukan insentif fiskal bagi BUMN industri strategis dan BUMN industri pertahanan yang saat ini terancam tutup.
"Idealnya ada kebijakan insentif fiskal, karena saat ini kondisi PT PAL Indonesia dan PT Dirgantara Indonesia yang sudah masuk taraf mengkhawatirkan. PAL mampu berproduksi namun tidak mampu memasarkan akibat faktor pajak yang notabene dibebankan oleh pemerintah sendiri," katanya.
Sumber : Metrotvnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar