Pages

Senin, November 21, 2011

TNI AL Tingkatkan Operasi Laut

JAKARTA-(IDB) : TNI Angkatan Laut (AL) meningkatkan operasi pengamanan laut di wilayah perairan yang memiliki tingkat kerawanan terhadap tindak pelanggaran hukum di laut. Intensifitas ini, guna memaksimalkan kinerja dan citra TNI AL dalam mengemban tugas melaksanakan penegakan hukum di laut. "Gugus keamanan laut Koarmabar tingkatkan operasi di daerah rawan guna menindak pelanggaran hukum di laut," ujar Komadan Gugus Keamanan Laut Komando Armada RI Kawasan Barat (Danguskamlaarmabar), Laksma TNI Pranyoto dalam siaran pers yang diterima Suara Karya di Jakarta, Minggu (20/11).

Salah satu perairan rawan pelanggaran hukum, yakni perairan Natuna. Pranyoto menyempatkan diri untuk ikut melakukan operasi menggunakan KRI Silas Papare-386. Selain itu, TNI AL juga menyertakan KRI Sibarau-847, KRI Tenggiri-865 dan beberapa KRI Tipe 40 seperti KRI Welang-808, KRI Viper-820. "Unsur kapal perang Jajaran Koarmabar dalam melaksanakan operasi secara berlanjut dibawah kendali Guskamlabar saat ini sedikitnya melibatkan 13 unsur KRI," ujar Pranyoto.

Operasi yang digelar secara berlanjut ini, diprioritaskan di perairan kawasan barat yang memiliki tingkat kerawanan terhadap tindak pelanggran, diantaranya tindak perikanan, penyelundupan timah dan batu bara, illegal loging, perompakan dan tindak pelanggaran lainnya di laut.

Secara terpisah, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Soeparno secara resmi menutup Apel Komandan Satuan di Surabaya. Apel Komandan Satuan itu diikuti 593 peserta yang berasal dari seluruh Komando Utama (Kotama) dan Satuan Kerja (Satker) TNI AL. KSAL mengharapkan, apel Dansat mampu menghasilkan kesamaan visi, persepsi dan interpretasi terhadap kebijakan pemimpin TNI AL serta informasi terkini.


Sumber : SuaraKarya

Fuel Cell Submarine “U 35″ For The German Navy Christened

BERLIN-(IDB) : Dr. Sigrid Hubert-Reichling christened one of the most modern non-nuclear submarines in the world today at the shipyard of Howaldtswerke-Deutsche Werft GmbH (HDW), a company of ThyssenKrupp Marine Systems, under the name of “U 35”.

She is the wife of the Lord Mayor of Zweibrücken, the town that has assumed sponsorship of U 35. U 35 is the first boat of the second batch of Class 212A submarines built for the German Navy.

The contract to deliver a second batch of two further Class 212A submarines was signed on 22nd September 2006 in Koblenz with the German Office for Military Technology and Procurement. The submarine building activities are taking place at the shipyards of HDW in Kiel and Emder Werft- und Dockbetrieben in Emden.

The two additional units will be largely identical to their sister ships from the first batch. Of course, they are also equipped with the air-independent fuel cell propulsion system which has already given excellent results in operations with the boats of the first batch.

To meet changes in operational scenarios and to take constant technological advances into account, a number of modifications have been made:
  • Integration of a communication system for Network Centric Warfare
  • Installation of an integrated German Sonar and Command and Weapon Control System
  • Replacement of the flank array sonar by a superficial lateral antenna
  • Replacement of one periscope by an optronics mast
  • Installation of a hoistable mast with towable antenna-bearing buoy to enable communication from the deep submerged submarine
  • Integration of a lockout system for Special Operation Forces
  • Tropicalisation to enable world-wide operations.
Freitag underlined the ability of the boat to carry out operations lasting several weeks continuously deep submerged, thanks to the ultra-modern fuel cell technology on board. With virtually undetectable heat and noise emissions and a hull of non-magnetic steel, the boat will be exceedingly difficult to detect and thus able to operate unnoticed, discreetly gathering important information, monitoring sea areas or supporting covert operations.

The Italian Navy has also decided in favour of a second batch of two Class 212A submarines, which are being built under licence by the local Italian shipyard Fincantieri. That means that the Italian Navy will soon also have four boats of this class available for operations.

U 35 - Technical Specs

General boat data
- Length over all: approx. 56 m
- Height including sail: approx. 11.5 m
- Maximum hull diameter: approx. 7 m
- Displacement: approx. 1,450 t
- Crew: 28
- Pressure hull built of non-magnetic steel

Propulsion system
- Diesel generator
- SIEMENS Permasyn motor
- Fuel cell system
- Low-noise skew-back propeller

Sumber : Defencetalk

Russia To Build 2 Plants For S-500 Air Defense Systems

MOSKOW-(IDB) : Russia’s Almaz-Antey concern will build two plants to manufacture formidable S-500 air defense systems, Chief of the General Staff Gen. Nikolai Makarov said.

“We gave Almaz-Antey two years to build two plants, which will manufacture new S-500 air defense missile systems in the future,” Makarov said on Thursday.

The S-500, a long-range air defense missile system, is expected to become the backbone of a unified aerospace defense system being formed in Russia.

The system, being developed by Almaz-Antey, will have an extended range of up to 600 km (over 370 miles) and simultaneously engage up to 10 targets.

The Russian military has demanded that the system must be capable of intercepting ballistic missiles and hypersonic cruise missiles and plans to order at least ten S-500 battalions for the future Russian Aerospace Defense.

The first deliveries of S-500 are officially expected in 2015, but some Russian experts believe they are more likely to start in 2017, at the earliest.

Source : Defencetalk

Jaga Wilayah Udara, Iran Uji Radar Canggih

TEHRAN-(IDB) : Angkatan bersenjata Iran menguji sistem deteksi radar dan peralatan perang elektronik terbaru dalam manuver militer demi meningkatkan kesiapan jaringan radar militer nasional.

Angkatan bersenjata Iran mengerahkan radar paling
up to date untuk melawan gangguan komposit dan jaringan telekomunikasi musuh, "kata Kolonel Abolfazl Sepehri, juru bicara manuver militer empat hari.

Kolonel Sepehri menegaskan bahwa pasukan Iran menerapkan strategi tertentu untuk mengganggu sistem navigasi musuh.


Operasi terbaru dalam fase kedua dari latihan yang dimulai di bagian timur Iran bertujuan untuk mempertinggi tingkat kesiapan terhadap segala kemungkinan ancaman terhadap wilayah udara negara itu.


Kinerja jaringan radar yang terintegrasi, sistem daratke udara dan peralatan pengumpul data akan diuji dalam tahap berikutnya dari manuver militer ini.
 
Manuver militer bersandi Thamen al-Hojaj itu dimulai sejak Jumat (18/11) di wilayah timur Iran dan digelar di area hingga 800 ribu kilometer persegi (500 ribu mil).
 
Republik Islam Iran berulang kali meyakinkan bahwa kekuatan militernya tidak mengancam negara lain karena berasaskan pada doktrin pencegahan.

Sumber : Irib

Kesiapan Iran Hadapi Ancaman Dari Luar

TEHRAN-(IDB) : Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran menggelar rangkaian manuver di bagian timur negara dalam rangka mempertahankan kesiapan defensifnya. Angkatan Bersenjata Iran dalam statemennya menyebutkan, manuver bersandi Thamen al-Hojaj itu dimulai Jumat (18/11) di wilayah timur Iran dan digelar di area hingga 800 ribu kilometer persegi (500 ribu mil).
 
Terkait hal ini, Komandan Pangkalan Udara Khatam al-Anbiya, Brigjen Farzad Esmaili, mengkonfirmasikan tahap pertama manuver dengan penempatan unit pertahanan udara Angkatan Bersenjata Iran di lokasi yang telah ditentukan. Sejumlah besar divisi tempur, intelijen dan operasional Angkatan Bersenjata Iran, bersama dengan unit-unit pertahanan pasif dikerahkan dalam manuver militer baru itu.
 
Tahap awal dari manuver itu akan menilai kinerja setiap unit dalam membentuk pusat komando utama dan sekunder serta penempatan divisi reaksi taktis dan gerak cepat dalam menjalankan prinsip-prinsip strategi pertahanan pasif. Manuver yang dikomando dari Pangkalan Pertahanan Udara Khatam al-Anbiya itu juga akan menganalisa kesiapan pasukan yang terlibat serta mengukur kapasitas operasional seluruh perlengkapan dan persenjataan. Republik Islam Iran berulang kali meyakinkan bahwa kekuatan militernya tidak mengancam negara-negara lain karena berasaskan pada doktrin pencegahan.
 
Manuver kali ini digelar di saat bangsa Iran mendapat serangan dari berbagai penjuru dalam beberapa pekan terakhir dari negara arogan dunia. Skenario terbaru AS dan Israel anti Iran memanfaatkan laporan terbaru Dirjen Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Yukiya Amano yang anti Tehran. Dengan congkak para petinggi Washington pasca perilisan laporan Amano berbicara soal serangan militer ke Iran. Tak tanggung-tanggung elit politik AS juga memberi kesempatan kepada Israel untuk sehaluan dengan mereka dan memberinya lampu hijau mengancam rakyat Iran dengan serangan militer.
 
Sementara itu, sesuai arahan Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei, bangsa dan petinggi Iran menjawab ancaman ini. Di sisi lain, angkatan bersenjata Republik Islam Iran sesuai doktrin pertahanan dan dengan tujuan meningkatkan kemampuan pertahanannya setiap tahun aktif menggelar manuver perang di berbagai wilayah perbatasan. Manuver pasukan Garda Revolusi (Pasdaran) bulan Juli lalu yang memamerkan kemampuan rudal Iran telah membuat takjub para pengamat.
 
Adapun manuver  bersandi Thamen al-Hojaj akan berlangsung hingga hari Senin mendatang. Di manuver ini kemampuan pertahanan angkatan bersenjata Iran menghadapi ancaman di perbatasan timur negara ini bakal dipamerkan. Mengingat letak geografisnya, wilayah timur Iran merupakan wilayah sensitif mengingat kehadiran pasukan penjajah di negara tetangga Iran serta gerakan anasir Barat menciptakan instabilitas di perbatasan. 

Sumber : Irib

Prajurit TNI Menjadi Yang Terbaik Dalam Lomba Menembak di Lebanon

BEIRUT-(IDB) : Menjelang berakhirnya masa penugasan sebagai peacekeepers di Lebanon, prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Yonmek Kontingen Garuda XXIII-E/Unifil atau Indonesia Battalion (Indobatt), berhasil menorehkan prestasi yang membanggakan sebagai juara pertama dalam kejuaraan Lomba Tembak antar kontingen negara-negara yang tergabung dalam United Nations Interim Force In Lebanon (UNIFIL), yang digelar di lapangan tembak Sektor Timur Unifil, Ebel Al Saqi, Lebanon Selatan, Sabtu (19/11/2011).
 
Kejuaraan yang bertajuk “Sector East Inter Contingent Combat Shooting Championship 2011” ini diikuti oleh 6 Tim, yaitu dari batalyon yang berada di jajaran Sektor Timur Unifil seperti Indobatt, Indbatt, Spainbatt, Nepbatt, Malcoy dan ditambah dari prajurit Lebanon (LAF).

Bertanding dalam suasana hujan dan berkabut dengan suhu udara 8 derajat celcius, tidak menjadi halangan bagi prajurit TNI dalam mengikuti kejuaraan ini, dan hasilyapun cukup membanggakan yaitu tampil sebagai juara pertama dengan nilai 342. Sementara itu prajurit-prajurit India yang bertindak sebagai panitia penyelenggara, harus puas sebagai juara kedua dengan nilai 329, sedangkan prajurit-prajurit dari Spanyol berada di urutan ketiga dengan torehan nilai 281.

Menurut keterangan Ketua Tim Indobatt, Mayor Marinir Profs Degratment, dalam kejuaraan menembak senapan ini mengambil jarak 100 meter dengan 3 sikap, yaitu tiarap, duduk dan berdiri. Indobatt yang menurunkan 3 atlet terbaiknya, yaitu  Kopda Mar Ruslan, Kopda Anton Yuliantoni dan Praka Asep Imam, mampu melaksanakan tugasnya dengan baik meskipun dalam cuaca yang amat dingin dan hujan.

Sementara itu, Komandan Indobatt, Letkol Inf Hendy Antariksa, mengatakan turut bangga dengan perjuangan petembak-petembak Indobatt yang telah dua kali menjadi yang terbaik dalam lomba menembak antar kontingen di Unifil. “Ini merupakan prestasi yang sangat positif menjelang kepulangan kita ke tanah air, semoga dengan hasil ini mampu menunjukkan martabat kontingen Indonesia di mata Internasional”, tegasnya.

Sumber : Seruu

Industri Pertahanan Gagal Jika Ada Korupsi

JAKARTA-(IDB) : Wakil Presiden Boediono mengingatkan, revitalisasi industri di bidang pertahanan jangan sampai terperangkap dan terjerumus dalam proses serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme atau KKN.

”Jika ada KKN, apa pun yang dilakukan dalam programnya pasti akan gagal,” kata Wapres Boediono saat memberikan pembekalan di hadapan peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLIV Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (19/8).

Menurut Wapres, jika hal itu terjadi, program apa pun yang akan dilakukan pasti tidak akan berjalan sehingga yang akan menjadi korban adalah rakyat.

Dalam acara itu hadir Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto dan Gubernur Lemhannas Muladi serta 100 peserta PPRA yang berasal dari sejumlah kalangan dan negara.

Di industri pertahanan negara maju, tambah Wapres, saat ini dikenal dengan fenomena atau sindrom military-industrial complex atau semacam persekongkolan kepentingan militer dan industri. ”Jadi, apa pun harus bersih dari KKN. Jangan sampai kita masuk dalam situasi dan fenomena persekongkolan kepentingan militer dan industri tersebut,” ujarnya.

Boediono menambahkan, dalam industri pertahanan, yang harus disiapkan dan dijalankan adalah memperkuat industri pertahanan, menyeleksi alat pertahanan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, serta harus menyesuaikan diri dengan program soft power atau ideologi dan visi bangsa serta program hard power, seperti teknologi dan industri.

”Catatan saya agar revitalisasi industri pertahanan juga berupaya untuk mewujudkan satu mata rantai dalam mendukung industri pertahanan secara sistematis,” kata Wapres.

Korvet

Dalam pertemuan di Istana Wapres itu juga dilakukan tanya-jawab peserta PPRA dengan Wapres dan Menko Polhukam.

Menjawab pertanyaan peserta PPRA XLIV mengenai nasib program nasional korvet untuk TNI, yaitu pengadaan empat buah korvet—dua akan dibangun di Belanda dan dua lainnya akan dibangun di PT PAL, PT Pindad, dan PT Dirgantara Indonesia—Djoko Suyanto mengaku, program itu berhenti di tengah jalan karena ketidaksiapan BUMN strategis dan bukan dari pihak luar.

”Pada waktu sekitar enam tahun lalu, selain soal dana, manajemennya mungkin kebetulan juga kurang baik di PAL, Pindad, dan Dirgantara Indonesia karena situasi saat itu tengah dilanda krisis,” katanya.

Namun, lanjut Djoko, dengan kebijakan baru satu atau dua tahun terakhir ini, program nasional korvet diharapkan bisa berlanjut mengingat kebijakan pendanaan ditetapkan dalam jangka panjang dengan dukungan perbankan nasional. ”Saya kira prosesnya akan terus dilanjutkan. Tidak hanya di PAL, Pindad, tetapi juga di Dirgantara Indonesia. Bahkan, bukan cuma korvet, melainkan juga pesawat dan senjata lainnya,” kata Djoko. 

Sumber : Kompas

Analisis : Menyikapi Darwin ( Bag II )

ANALISIS-(IDB) : Kehadiran pangkalan militer AS di Darwin yang nota bene ada di halaman belakang RI tentu membuat pemikir strategis hankam negara ini memformat ulang wajah pertahanan yang selama ini selalu menghadap barat laut-utara, membagi takaran keseimbangan pada keseluruhan wilayah perbatasan.  Sangat dimungkinkan salah satu opsinya adalah percepatan penambahan postur untuk menjadi kekuatan angkatan laut dengan 3 armada tempur plus kekuatan 3 divisi Marinir. TNI AL memang sedang mempersiapkan kekuatan 3 armada tempur yaitu armada barat, armada tengah dan armada timur. Paling tidak dibutuhkan 300 KRI berbagai jenis termasuk 12 kapal selam. Perkembangan situasi regional yang cepat berubah dimana posisi “usus buntu” di selatan negeri ini memberikan ruang untuk pengkalan militer negara adi kuasa, mengharuskan gerak langkah lebih cepat dan lugas untuk merealisasikan 3 armada itu.
USS Enterprise melintasi ALKI 1 Indonesia
Proyek 100 KCR (Kapal cepat Rudal) made in anak bangsa tetaplah berjalan, demikian juga proyek bersama pembuatan 10 PKR (Light Fregat)dengan Belanda yang  tersendat perjalanannya harus di gas kembali agar target 2 PKR tercapai tahun 2014.  Pilihan pengadaan 4 Fregat dari salah satu negara Eropa merupakan pilihan cerdas untuk mengantisipasi ketersediaan KRI laut dalam yang siap menjaga kedaulatan laut RI.  Disamping KCR untuk patroli laut dangkal di Indonesia Barat, sangat diperlukan tambahan minimal 20 KRI berkualfikasi Fregat dan atau Korvet untuk menjaga pantai selatan Jawa, Bali, NTT sampai laut Arafuru yang dalam dan bergelombang.  Demikian juga dengan armada kapal selam. Kita berpandangan mengapa tidak sekaligus dimenangkan saja Korea Selatan dan Turki yang akan mengerjakan 5 kapal selam sama jenis secara paralel, sehingga percepatannya semakin menggema. Halaman luar negara ini harus mulai diawasi secara ketat karena selama ini kita terfokus pada halaman dalam rumah kita saja, laut Jawa, Selat Malaka, Natuna dan Ambalat.

Perkuatan angkatan udara jelas perlu banget.  Pangkalan udara Kupang dan Merauke yang sudah mempunyai radar militer canggih sudah saatnya ditempatkan satu skuadron jet tempur minimal F16 untuk patroli udara di kawasan selatan timur NKRI.  Pusat skuadron bisa saja di Kupang dan satu flight disandarkan di Merauke bergantian. Penambahan jet tempur Sukhoi menjadi 2 skuadron (32 unit) diharapkan tercapai tahun 2014.  Kita berharap armada keluarga Sukhoi dapat ditambah sampai mencapai minimal 4 Skuadron tahun 2017 termasuk dari jenis SU35.  Ini tidak ambisius tetapi sudah merupakan kebutuhan yang wajib harus ada.  Disamping itu kita juga sangat berharap kehadiran minimal 1 skuadron F35 seperti yang pernah digadang-gadang KSAU beberapa waktu lalu, untuk kesetaraan dan penguasaan teknologi tempur.  Ini sama dengan ketika kita memilih F16 seusai pameran kedirgantaraan di Kemayoran Jakarta tahun 1986, sebuah pilihan tepat untuk loncatan teknologi yang dikuasai pilot-pilot TNI AU waktu itu.

Angkatan darat juga perlu ditata ulang organisasi tempurnya dengan menambah jumlah divisi. Dalam tulisan terdahulu “Analisis : Borneo Menyambut ALutsista Modern”.kita sudah melontarkan gagasan agar 5 pulau utama RI  diperkuat dengan divisi-divisi pemukul yang andal. Kita sudah mewanti wanti agar pantai selatan Jawa jangan diabaikan, dianggap tidak penting karena tidak berbatasan dengan negara lain.  Sekarang terbukti sedang dan akan menuju jalur utama mondar-mandirnya armada AS dari dan menuju Darwin.

Pertanyaannya kemudian apakah kita tidak senang dengan aliansi militer terang-terangan antara AS dan Australia.  Karena itu adalah wilayah perjanjian bilateral diantara dua sekutu bule satu nenek moyang, maka selayaknya kita harus menyikapinya dengan bijaksana, tidak bereaksi berlebihan, mempertanyakan secara diplomatik lalu seakan-akan tidak terjadi apa-apa.  Namun perkuatan militer segala matra adalah jawaban yang paling jantan sekaligus santun, juga dengan alasan memperkuat kedaulatan NKRI dari segala macam dimensi ancaman.  Jelasnya kita harus perkuat pertahanan laut, udara dan darat untuk mengantisipasi kondisi yang cepat berubah.

Mengapa yang dipilih Darwin, karena ini yang paling instan untuk berbagai kegunaan.  Darwin mempertemukan armada AS yang beroperasi di Samudera Hindia dan lokasi bekal ulang dan rehat yang mendekati sempurna.  Bisa memperpendek jalur tempuh armada angkatan laut AS menuju LCS ketimbang dari Okinawa atau Guam. Kegunaan lain adalah  menjadi payung paling tangguh bagi hankam Australia menghadapi ancaman dari utara.  Pangkalan militer AS di Okinawa Jepang sejatinya untuk memayungi Korsel dan Jepang dari ancaman Korut.  Pemikirannya sederhana, jika terjadi konflik LCS, armada AS yang ada di Okinawa dan Guam “bisa saja” mampu dihadang kekuatan armada Cina sebelum masuk LCS.  Tapi kalau dari Darwin kan tidak mungkin.  Bisa saja ini bagian dari strategi menjepit Cina dari utara, timur dan selatan jika konflik LCS benar-benar terjadi.

Tentu negara yang bakal kerepotan dengan situasi ini adalah Indonesia karena Darwin hanya “sejengkal” dari Kupang dan Merauke yang mau tak mau harus selalu bertemu muka dalam patroli laut dan udara dengan alutsista AS yang seabreg itu.  Kemudian lokasi LCS ada di depan halaman rumah kita.  Repotnya lagi armada AS yang datang dan menuju LCS pasti melewati halaman belakang dan samping rumah kita. Lintasan ALKI akan menjadi jalur utama armada AS. Kemudian kondisi yang tidak kondusif di Papua saat ini bisa jadi membuat AS punya kalkulasi sendiri walaupun Obama sudah menegaskan pada SBY di pertemuan bilateral Indonesia-AS di Bali Jumat 18 Nopember 2011 yang menghargai kebijakan pemerintah RI di Papua.  Tapi bukankah angin kepentingan bisa berubah setiap saat. 

Cina sudah menunjukkan reaksi kerasnya dengan mengatakan bahwa AS harus menghormati hak-hak Cina di Asia Timur. Sementara Jepang memastikan mendukung kehadiran pangkalan AS di Darwin.  Walau tidak dinyatakan secara terang-terangan Filipina pasti mendukung kehadiran AS di Darwin karena ini bermakna pada dukungan penuh AS pada negeri itu.  Negara-negara ASEAN yang punya konflik teritori dengan Cina di LCS merasa punya nyali menghadapi Cina dengan kehadiran pangkalan AS itu.  Nah, posisi Indonesia sendiri tak punya konflik teritori dengan Cina di LCS namun ikut sibuk mengamankan kedaulatannya, ini yang menjadi PR hankam dan militer kita.  Pelajaran yang didapat dari dinamika Darwin adalah bertetangga dengan Australia tidak perlu lagi menampilkan kepolosan sikap diplomasi.  Karena negara ini sejatinya tidak pernah rela berteman dan bertetangga lahir bathin dengan Indonesia.  Yang ditampilkannya adalah cara berjiran gaya Eropa yang angkuh, selalu mendikte, kurang menghargai tatakrama kultur Asia, merasa lebih super dan rela menjadi beo dan pudel AS demi mengatasi sikap paranoidnya terhadap tetangganya di Utara.
 
Sumber : Analisis