Pages

Selasa, Oktober 25, 2011

Update : Upgrade 24 Unit F-16 Hibah, Pemerintah Kucurkan Dana US$ 600 Juta

JAKARTA-(IDB) : Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR dan Kementerian Pertahanan hari ini telah menyepakati hibah 24 unit pesawat F-16 bekas dari Amerika Serikat. Untuk memodernisasi (upgrade) pesawat seluruhnya, pemerintah harus mengucurkan dana tak kurang dari US$ 600 juta atau Rp 5,3 triliun."Anggaran total yang dialokasikan sekitar US$ 600 juta," kata Ketua Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR Mahfudz Siddiq usai menggelar rapat kerja tertutup dengan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono di gedung DPR, Selasa, 25 Oktober 2011.

Anggaran tersebut akan digunakan untuk meningkatkan kualitas fisik dan teknologi pesawat tempur, mulai dari persenjataan, avionik, rangka pesawat, hingga mesin pesawat. "Tapi untuk 2012 yang dibutuhkan US$ 200 juta (Rp 1,8 triliun) untuk down payment (uang muka)," ujar Mahfudz.

Ia mengatakan, setelah melewati pembahasan yang cukup panjang dan sempat beberapa kali buntu, Komisi Pertahanan akhirnya menyetujui hibah 24 unit pesawat F-16 setelah pemerintah berubah sikap soal pemutakhiran pesawat. DPR sejak awal setuju adanya hibah dengan syarat akan dimodernisasi ke blok 52 serta ada transfer teknologi.

Pemerintah, kata Mahfudz, semula tidak sepakat dengan syarat yang diajukan DPR, dan memilih pemutakhiran cukup ke blok 32 saja, yaitu retrofit. "Akhirnya sudah mulai bergeser sehingga sekarang pemerintah dan DPR sudah sepakat bahwa hibah ini kita terima 24 F-16 dan upgrade setara blok 52 dengan skema FMS, G to G, itu yang paling penting. Jadi bukan direct commercial sale," ujar dia.

FMS (Foreign Millitary Sale) adalah skema pembayaran pesawat yang diinginkan DPR sejak awal. Melalui skema FMS, tanggung jawab penuh terhadap pesawat ada di tangan pemerintah Amerika Serikat sebagai negara pemberi hibah. Pemerintah Indonesia tidak perlu membayar pajak atau jasa.

Mahfudz mengatakan, dengan disetujuinya pengadaan 24 unit pesawat F-16 melalui jalur hibah, rencana semula pemerintah untuk membeli 6 unit F-16 baru, dibatalkan. Anggarannya direalokasikan untuk modernisasi 24 unit pesawat bekas tersebut.

Proses selanjutnya yang harus diurus pemerintah yakni soal nota diplomatik (letter of acceptance), yang menyebutkan bahwa pemerintah Amerika Serikat setuju secara resmi memberikan hibah pesawat ke pemerintah Indonesia. "Baru nanti setelah itu ada negosiasi mengenai spesifikasi-spesifikasi teknisnya. Ini di-upgrade ke blok berapa, time frame penyelesaiannya kapan," ujar Mahfudz.

Nota diplomatik ditargetkan rampung pada bulan Desember mendatang. Selanjutnya, 30 hari setelah pembuatan nota diplomatik, tepatnya bulan Januari tahun depan, pemerintah Indonesia sudah bisa membayar uang sebesar US$ 200 juta. Begitu uang muka dibayarkan, Mahfudz mengatakan, modernisasi pesawat bisa langsung dimulai. "Sampai semester pertama 2014 paling tidak minimal 16 unit, satu skuadron (pesawat) bisa dikirim ke Indonesia," katanya.

Sedangkan sisanya, sebanyak 8 unit pesawat, DPR dan pemerintah menargetkan bisa dirampungkan pada akhir tahun 2014. "Paling enggak bergeser sisanya ke 2014 akhir bisa selesai," ujar Mahfudz.

Sumber : Tempo

DPR Setujui Indonesia Terima Hibah 24 Pesawat F-16 dari AS

JAKARTA-(IDB) : Pertahanan udara Indonesia akan semakin kuat setelah DPR menyetujui hibah pesawat F-16 dari Amerika Serikat (AS). Komisi I DPR akhirnya menyetujui pemberian 24 pesawat tersebut.

Pemerintah Indonesia pun akan segera meng-upgrade atau pemutakhiran atas 24 pesawat tersebut. "Alhamdulillah. DPR Komisi I sudah menyetujui tadi, akan di-upgrade ke blok 52 supaya ikuti versi yang terbaru," ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro usai rapat tertutup dengan Komisi I DPR RI, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (25/10/2011).

Menurut Puronomo, pemerintah segera akan melakukan pemutakhiran terhadap 24 pesawat tersebut. Pemutakhiran diperlukan untuk membuat pesawat hibah tersebut semakin canggih.

"Sudah ada persetujuan. Kita akan mulai secepatnya. Kan kita diberikan hibah itu (versi) blok 25, upgrade-nya ke blok 52. Meliputi yang kita upgrade itu persenjataan, avionik, air frame, dan engine,"

Dengan penambahan 24 pesawat tersebut, diharapkan mampu memperkuat skuadron udara TNI angkatan udara. Dengan tambahan 24 unit dari hibah tersebut, maka Indonesia akan memiliki 34 pesawat F-16.

"Jadi, kita punya nanti dua skuadron. Ini kan hibah 24 unit, ditambah 10 unit yang kita punya, jadinya kan 34," kata Purnomo.

 Sumber : Detik

Ini Alasan DPR Setuju Hibah F-16 Bekas 


JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengaku senang karena Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR menyetujui hibah 24 unit pesawat F-16 dari Amerika Serikat. "Alhamdulillah, DPR Komisi I sudah setujui (pesawat hibah itu) akan di-upgrade ke blok 52 supaya itu versi terbaru," kata dia seusai rapat kerja dengan Komisi Pertahanan, Selasa, 25 Oktober 2011.

Sebelumnya, Komisi Pertahanan sempat menolak rencana Kementerian Pertahanan untuk menerima hibah pesawat tempur bekas seri F-16 dari Amerika Serikat. Komisi menilai, meski harga 24 pesawat tempur F-16 bekas itu setara dengan 6 pesawat F-16 baru, biaya pemeliharaan pesawat bekas akan jauh lebih mahal.

Selain itu, dalam proposal awalnya, Kementerian Pertahanan menginginkan pemutakhiran (upgrade) pesawat jet F-16 dari awalnya blok 25 menjadi blok 32. Sedangkan Komisi Pertahanan menginginkan pemutakhiran pesawat dari blok 25 menjadi edisi teranyar, yakni blok 52.

Purnomo mengatakan, usai mendapat persetujuan DPR hari ini, pemerintah akan segera menindaklanjuti proses negosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat. "Kita akan mulai secepatnya," ujar dia.

Ia mengatakan, pemutakhiran 24 unit pesawat F-16 tersebut akan menelan biaya, tapi ia tidak menyebutkan secara pasti jumlahnya. Dengan persetujuan DPR, Kementerian akan memperoleh pesawat bekas blok 25 untuk selanjutnya dimodernisasi menjadi pesawat blok 52. "Yang kita upgrade itu persenjataan, avionik, air frame, dan engine," kata dia.

Purnomo menyatakan, jika proses hibah berikut pemutakhiran pesawat rampung, armada udara TNI bakal memiliki setidaknya dua skuadron pesawat tempur F-16. "Jadi, kita nanti punya dua skuadron. Ini kan 24 (unit) ditambah 10 yang kita punya, jadinya kan 34," ujar dia.

Sumber : Tempo

Update : AS Jamin Tidak Eksploitasi Informasi Hibah System Pertahanan IMSS TNI AL

SURABAYA-(IDB) : Amerika Serikat menjamin informasi yang terhimpun pada Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) tidak diekspoitasi. Informasi yang dihasilkan sistem ini akan menjadi kewenangan pemerintah Republik Indonesia setelah diserahkan operasionalnya, hari ini. Ted Osius Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia mengatakan Pemerintah Amerika Serikat punya kepentingan agar Indonesia berhasil melakukan pengamanan wilayah lautnya.

Dengan bantuan sistem penginderaan jarak jauh ini, Indonesia diharapkan bisa menjaga kekayaan alam dan mencegah tindakan perompakan, terorisme, maupun perdagangan manusia lewat jalur laut.


“Keuntungan untuk pemerintah Amerika Serikat sama dengan keuntungan yang didapat pemerintah RI jika berhasil menjaga wilayah lautnya,” kata dia.


Sementara itu Laksamana Madya Marsetyo Wakil Kepala Staf TNI AL mengatakan informasi yang terhimpun dari alat bantuan AS itu akan di
share pada komunitas militer maritim dunia.

 
“Sudah ada perjanjian di komunitas maritim dunia untuk saling membagi informasi tentang kondisi maritimnya masing-masing. Kita pun dapat informasi itu. Misalnya, apa yang terjadi saat ini di laut Somalia, kita juga tahu. Laporannya ada di meja Kasal maupun Panglima TNI. Itu hal yang lumrah,” kata dia.

Tapi diakui Wakasal, ada juga informasi yang tidak dishare pada komunitas maritim dunia. Ini biasanya yang terkait dengan info sensitif pertahanan nasional.

Bantuan sistem pertahanan senilai US$57 juta ini juga digelar di Armada Maritim wilayah Barat (Armabar). Di Armatim, sistem ini digelar dengan membangun 10 unit radar yang bisa mendeteksi keberadaan pesawat dan kapal pada radius sekitar 25 nautical mile mulai perairan perbatasan dengan Malaysia di Sebatik, Sulawesi Utara, sampai Maluku Utara.

Selain radar, sistem ini juga integrasikan video streaming yang dipasang di pos pemantauan TNI AL di pulau terluar, juga pada armada KRI yang beroperasi di laut.

Semua operasi laut ini terintegrasi dan bisa dikendalikan di satu tempat. Di wilayah Armatim, operasinya dikendalikan oleh Pusat Komando dan Pengendalian di Koarmatim, Ujung, Surabaya.

Sumber : SuaraSurabaya

AS Yakin Hibah System Pertahanan IMSS Tidak Akan Tingkatkan Ketegangan Indonesia-Malaysia

SURABAYA-(IDB) : Pemberian bantuan sistem pertahanan maritim Amerika Serikat pada pemerintah Republik Indonesia tidak akan meningkatkan ketegangan antara Indonesia dan Malaysia. Ini karena sistem pertahanan itu dibangun dengan konsep menangkal kejahatan di laut.

Capt Adrian Jansen Atase Pertahanan Amerika Serikat untuk Indonesia saat ditemui suarasurabaya, Selasa (25/10/2011) di Koarmatim TNI AL mengatakan bantuan ini merupakan program kerjasama antara Amerika Serikat dengan sejumlah negara yang sudah disetujui oleh Kongres.

Tujuannya, memperkuat pengawasan dan keamanan laut di sejumlah negara yang dianggap rentan terhadap kejahatan laut. Bantuan yang sama, kata dia, juga diterima Malaysia dan Philipina.

Saat ditanya apakah ada perbedaan kualitas peralatan yang diberikan pada tiga negara itu, Jansen menegaskan konsep bantuan ini sama. Dia sama sekali tidak menyebut tentang apa perbedaan bantuan AS di 3 negara itu.

“Konsepnya sama-sama untuk meningkatkan pengawasan dan keamanan laut dari ancaman seperti terorisme, illegal fishing, dan perdagangan manusia,” kata dia.

Ditegaskan juga oleh Jansen, ini bukan soal kompetisi sistem persenjataan, tapi soal bagaimana setiap negara di kawasan perairan strategis bisa secara independent mendeteksi dan menangkal setiap ancaman tersebut.

Sumber : SuaraSurabaya

AS HIbahkan Sistem Pertahanan IMSS Senilai US$57 Juta Ke TNI AL

SURABAYA-(IDB) : Pertahanan laut Republik Indonesia (RI) dapat bantuan sistem pengawasan maritim dari pemerintah Amerika Serikat (AS). Sistem serharga US$57 juta ini akan diserahkan Ted Osius Wakil Dubes AS untuk RI pada pemerintah RI yang diwakili pejabat Kementerian Pertahanan di Koarmatim, Ujung, Surabaya, Selasa (25/10/2011).

Integrated Maritime Surveillance System
(IMSS) adalah sistem yang terdiri dari tatanan hardware dan personel yang mengintegrasikan sistem komando dan pengendalian (Kodal) dengan memanfaatkan sarana radar dan long range camera pengamatan maritim yang dipasang di pantai/darat, kapal maupun pesawat udara.

Letkol Laut Yayan Sugiana Kadispen Koarmatim TNI AL pada
suarasurabaya mengatakan sistem ini telah dibangun dan dikembangkan pemerintah AS di wilayah timur Indonesia, tepatnya disekitar perairan Laut Sulawesi dalam rangka kerja sama keamanan maritim dengan pemerintah Indonesia.

“Kegiatan pembangunan IMSS di wilayah Koarmatim ini merupakan kelanjutan kerjasama bilateral antara Pemerintah AS dan Pemerintah RI yang dimulai sejak tahun 2006,” kata Yayan.


Dengan selesainya pembangunan perangkat IMSS ini, maka akan dilakukan penyerahan resmi dari Pemerintah AS kepada Pemerintah RI, kemudian dilimpahkan kepada TNI AL sebagai pengguna.


Dalam kesempatan itu, juga dilakukan unjuk kemampuan operasional seluruh perangkat sistem IMSS yang telah terpasang, melibatkan beberapa
Coastal Surveillance System (CSS) yang ada di Pos TNI AL, Shipboards Surveillance System (SSS) di KRI, Regional Command and Control Center (RCC) di Lantamal VIII Manado dan Fleet Command and Control Center (FCC) yang berada di Puskodal Koarmatim.

Sumber : SuaraSurabaya 


AS Resmi Serahkan System Pertahanan IMSS Ke Pemerintah Indonesia

SURABAYA-(IDB) : Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang dalam hal ini diwakili Wakil Dubes AS untuk RI Ted Osius secara simbolis menyerahkan perangkat Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) kepada pemerintah Republik Indonesia  yang diterima Dirjen Kuathan Kemenhan  Laksamana Muda TNI Bambang Suwarto yang selanjutnya diserahkan kepada Wakasal Laksamana Madya TNI Marsetio di Koarmatim Ujung, Surabaya, Selasa (25/10. Kegiatan tersebut dihadiri  pejabat dari Kemenhan RI, Mabes TNI, Mabesal, Pangamatim Laksda TNI Ade Supandi, SE dan para staf Dubes AS untuk RI.

Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) merupakan suatu sistem yang terdiri dari tatanan hardware dan personel yang mengintegrasikan sistem komando dan pengendalian (Kodal) dengan memanfaatkan sarana radar dan long range camera pengamatan maritim yang dipasang di pantai/darat, kapal maupun pesawat udara.

Sejak tahun 2006, pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat secara aktif bekerja sama dalam perencanaan dan pemasangan sistim tersebut. Dengan selesainya proyek tersebut, IMSS dapat menjangkau 1.205 km garis pantai di Selat Malaka dan sekitar 1.285 km garis pantai di laut Sulawesi yang menjadikan sistem ini sebagai jaringan pengawasan meritim terintegrasi yang terbesar di dunia. Bantuan ini menjadikan Indonesia mampu mengembangkan kemampuannya mendeteksi, melacak dan memonitor kapal-kapal yang melintasi perairan teritorialnya dan perairan internasional.

Hal ini merupakan sebuah kemampuan yang penting dalam rangka memerangi aksi pembajakan, pencurian ikan, penyelundupan dan terorisme di dalam wilayah maritim Indonesia dan sekitar wilayah perbatasan Indonesia. IMSS tersebut telah mencapai keberhasilannya di Indonesia, pada bulan Januari 2011 komponen IMSS di Batam digunakan untuk mendukung pencarian dan penangkapan 9 bajak laut yang beroperasi di Selat Malaka antara Batam dan Singapura.

Dalam kesempatan tersebut juga dilaksanakan unjuk kemampuan terhadap operasional seluruh perangkat sistem IMSS wilayah timur Indonesia yang telah terpasang. Dalam unjuk kemampuan ini berupa Operational Demonstration dengan melibatkan beberapa Coastal Surveillance System (CSS) yang ada di Posal, Shipboards Surveillance System (SSS) di KRI, Regional Command and Control Center (RCC) di Lantamal VIII Manado dan Fleet Command and Control Center (FCC) yang berada di Puskodal Koarmatim.

Sumber : Koarmatim

Wamenhan Tinjau Persiapan Acara Pengukuhan Kolaborasi PT DI Dengan Airbus Military

JAKARTA-(IDB) : Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, Selasa (25/10) meninjau lokasi tempat berlangsungnya rangkaian acara Pengukuhan Kolaborasi Produk Bersama antara PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI) dengan Airbus Military Spanyol, di Hanggar PT. DI Bandung. 

Acara pengukuhan tersebut rencananya juga akan dibuka secara langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 26 Oktober 2011 serta dihadiri oleh beberapa Menteri di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2, Panglima TNI dan Kapolri. 

Acara pengukuhan kolaborasi kedua perusahaan ini merupakan bagian dari upaya untuk merestrukturisasi dan merevitalisasi badan usaha PT DI melalui beberapa kerjasama ataupun kolaborasi produksi dengan industri pertahanan dirgantara luar negeri 

Sumber : DMC

Update : Rusia Lanjutkan Pembangunan Peluncuran Satelit di Biak

BIAK-(IDB) : Pemerintah Rusia melanjutkan pembangunan fasilitas dan peluncuran satelit udara di kawasan Bandara Frans Kasiepo Biak, Papua. Ketua DPRD Biak Numfor Nehemia Wospakrik mengatakan, Rusia sudah membentuk tim khusus untuk melanjutkan proyek tersebut. Ini setelah dirinya mendapatkan informasi dari Wakil Duta Besar Rusia Bidang Perdagangan.

"Informasi yang kita peroleh bahwa menyangkut rencana peluncuran satelit di Biak ini, sudah pada tahap sangat serius. Ini berarti ada perkembangan yang cukup positif. Untuk itu kita semua berharap proyek ini bisa berjalan. Karena selama ini berada dalam tataran kementerian teknis terkait, tapi kini sudah pada tahap tim khusus yang dibentuk di kepresidenan Rusia. Dan dari informasi yang kita peroleh, kemungkinan akan ada pembiayaannya dari Pemerintah Rusia untuk proyek airlunch di Biak ini."

Ketua DPRD Biak Numfor Nehemia Wospakrik juga mengatakan, pekan ini dilakukan persiapan teknis penandatangan nota kesepahaman atau MoU, antara Indonesia dengan Rusia terkait pembangunan fasilitas satelit di Biak. MoU itu baru diteken November mendatang di Jakarta. Pemeritah Indonesia diwakili Menteri Perekonomian Hatta Radjasa, Bupati dan DPRD Biak, serta Kadin Indonesia.

Sumber : KBR68H

Proyek KF/IF-X Kembalikan Pamor Indonesia

JAKARTA-(IDB) : Proyek jet tempur pertama kali diumumkan oleh Presiden Korea Selatan Kim Dae-Jung di Akademi Angkatan Udara pada bulan Maret 2001 untuk menggantikan pesa­wat-pesawat yang lebih tua dan malah ketinggalan zaman (out of date) seperti F-4D/E Phan­tom II dan F-5E/F Tiger, tapi di­tangguh­kan karena masalah teknis dan pendanaan. Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak pada Ja­nuari 2010 lalu setuju untuk men­do­rong pro­yek tersebut setelah meningkatnya ketegangan antara Korea Selatan dengan Korea Utara. Ini adalah program pengembangan pe­sawat tempur kedua Korea Se­latan setelah KAI T-50 Golde Eagle.

Program pesawat tempur masa depan yang diberi kode KF-X/IF-X (Korea Fighter Experiment/In­donesia Fighter Experiment) ini akan dibuat oleh Korean Aeros­pace Industry bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia. KF-X/IF-X merupakan pesawat tempur generasi 4,5 yang mempunyai kemampuan diatas F-16 Blok 50 (pesawat tempur generasi 4) tetapi di bawah F-35 (pesawat tempur generasi 5). Dibandingkan F-16, KF-X/IF-X diproyeksi memiliki radius serang lebih tinggi 50 persen, sistim avionik yang lebih canggih serta kemampuan stealth. 

Dana pengembangan pesawat tempur ini mencapai 8 miliar dolar AS. Dana sebanyak ini ditanggung bersama melalui kerja sama pengembangan. Komposisi pembagiannya, Indonesia menanggung 20 persen biaya pengembangan, sedangkan Korsel 80 persen, yakni 60 persen dari Pemerintah Korsel, 20 persen oleh industri pesawat terbang Korsel termasuk Korea Aerospace Industry. 

Bagi industri penerbangan Kor­sel, proyek jet tempur ini merupakan kesempatan untuk masuk ke dalam klub eksklusif produsen pesawat tempur stealth, Korsel dapat memangkas biaya produksi dan terbantu di urusan pemasaran produk pesawat tempurnya, sedang bagi Pemerintah Indonesia, proyek jet tempur ini dipandang sebagai cara untuk merevitalisasi industri pertahanan, khususnya industri pesawat terbangnya. 

Melalui program pesawat tempur KF-X/IF-X ini, Indonesia berusaha menghidupkan kembali industri dirgantaranya dengan aktif merancang dan memproduksi pesawat tempur ini. Dari perspektif Indonesia, program pembangunan bersama menawarkan akses Indo­nesia untuk menguasai teknologi pembuatan pesawat tempur canggih. Yang juga tak kalah penting adalah keinginan dua negara untuk menguasai seluruh sistem pesawat, terutama flying control dan sistem persenjataannya. 

Pada tanggal 6 Maret 2009, Korsel melalui DAPA (Defense Acquistion Program Adminis­trtion) dan Indonesia melalui Departemen Pertahanan telah menandatangani Letter of Intent (LoI) proyek ini dan pada tanggal 15 Juli 2010 kedua belah pihak menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) di Seoul. Kemudian kedua belah pihak masih menandatangani Kesepa­katan Penjagaan Kerahasiaan  pada tanggal 20 November 2010 serta Hak Kekayaan Intelektual dan Persetujuan Proyek pada tanggal 11 Maret 2011. 

Kerja sama pembangunan KF-X/IF-X memakan waktu 10 tahun, dimulai tahun 2010 hingga 2020. Program KF-X/IF-X memasuki Technical and Development Phase yang dimulai akhir Juli 2011 sampai tahun 2012, Setelah itu, pada awal 2013 sampai tahun 2020 kerja sama akan memasuki Engineering Development Phase, dan tahap terakhir adalah produki pesawat jet tempur pada 2021. 

Untuk memulai kerja sama pengembangan teknologi tersebut, pada tanggal 29 Mei sampai de­ngan 3 Juni 2011, Kementerian Perta­hanan melalui Badan Pene­litian dan Pengembangan (Balit­bang Kem­han)  telah memberikan pembekalan kepada Tim Enginee­ring KF-X/IF-X. Kemudian pada tanggal 2 Agustus 2011 diadakan acara KF-X/IF-X Kick of meeting, di kota Daejeon, Korea Selatan. Dalam kesempatan itu diresmikan fasilitas Combined Research & Deve­lopment Center (CRDC) di kota Daejeon sebagai fasilitas bersama pengembangan teknologi KF-X/IF-X dan diadakan penyerahan tim engineering KF-X/IF-X dari Indonesia, yang berjumlah 37 orang terdiri atas TNI AU, ITB, Kemhan dan PT DI-- yang akan bergabung bersama dengan tim Korsel. 

Meski terkesan ambisius, diha­rapkan pesawat tempur siluman ini akan menjadi tulang punggung TNI AU di masa mendatang, sehingga mampu mendongkrak kekuatan TNI dalam menjaga kedaulatan Indonesia. Bagi bangsa ini, program kerja sama pembangunan pesawat tempur ini telah memberi nilai positif bagi penguasaan teknologi dirgantara. Jika terwujud, hal ini merupakan perkembangan yang luar biasa dan mampu mengembalikan pamor Indonesia sebagai salah satu negara dengan kekuatan militer terbaik di dunia, termasuk kekuatan udara.

Sumber : SuaraMerdeka

KF-X/IF-X, Jet Siluman Buatan Indonesia-Korsel

JAKARTA-(IDB) : Dari sekian banyak alutsista yang ada, pesawat tempur merupakan salah satu yang menjadi ujung tombak kekuatan angkatan udara. Dalam doktrin perang modern, kemampuan pesawat tempur bisa menjadi salah satu penentu jalannya peperangan. Armada pesawat tempur yang tangguh menjadi unsur yang penting dalam suatu operasi militer (pertahanan).
 
Berbeda dari pesawat terbang yang biasa digunakan oleh ka­langan sipil, pesawat tempur modern yang digunakan militer saat ini harus memiliki beberapa kriteria wajib, seperti memiliki kemampuan siluman (stealth) yang berguna untuk mengurangi kemungkinan terdeteksinya pesawat oleh radar musuh, avionik yang canggih atau kelincahan bermanuver untuk menghindar dari kejaran pesawat tempur musuh. 

Bagi dunia penerbangan militer, pesawat tempur siluman memang sedang menjadi pembicaraan hangat. Lalu apa itu pesawat tempur siluman? 

Pesawat tempur siluman merupakan pesawat tempur yang mampu menyerap dan membelokkan gelombang radar, dengan cara membuat desain pesawat yang minus lekukan yang fungsinya adalah memperkecil sudut-sudut tajam yang bisa ditangkap oleh radar sehingga memperkecil Radar Cross Section (RCS) dan membuatnya lebih sulit untuk dideteksi. 

Hal inilah yang mendasari pesawat siluman memiliki bentuk yang aneh tidak seperti biasanya. Pesawat siluman sebenarnya tidak 100% tidak bisa terdeteksi radar. Tetapi karena memiliki RCS yang kecil, maka di layar radar hanya tampak seperti gerombolan burung. Teknologi siluman pertama kali dikembangkan oleh seorang ilmuwan Rusia, Dr Pyotr Ufimtsev pada tahun 1966. 

Pada saat ini ada beberapa negara yang sudah mengembangkan pesawat tempur mutakhir berteknologi siluman, mereka berlomba membuat pesawat tempur dengan teknologi yang lebih maju dari yang lainnya. Untuk urusan pesawat tempur siluman, Amerika Serikat menjadi negara yang paling rajin mengembangkannya. Ada beberapa pesawat mutakhir milik Amerika Serikat yang masuk kategori ini, yaitu pesawat F-117 Nighthawk, F-22 Raptor, JSF F-35 Universal Fighter, dan Bomber B-2 Spirit. 

Kemudian ada Rusia yang juga tak mau kalah dalam membuat pesawat tempur siluman. Rusia sebetulnya sudah mulai membuat program pesawat tempur siluman pada era Uni Soviet, dengan menyiapkan 2 jet tempurnya, yakni MIG 1.44 dan Su-47 Berkut (artinya: Elang Emas). Tapi dalam perjalanannya program pesawat silumannya terseok-seok. Barulah pada masa kepemimpinan Presiden Vladimir Putin, program ini dilanjutkan kembali. Kemudian lahirlah jet tempur siluman Sukhoi T-50 yang merupakan hasil kerja sama antara Rusia dengan India. Jet tempur ini dirancang mampu menyaingi F-22 Raptor dan JSF F-35 Universal Fighter.

Yang terakhir dan yang paling menggegerkan dunia kedirgantaran adalah munculnya China yang berhasil membuat pesawat tempur siluman J-20 Black Eagle sekaligus membuktikan sebagai negara superpower baru, khususnya di bidang teknologi dirgantara. Namun diyakini pesawat tempur tersebut menggunakan teknologi yang dimiliki Amerika Serikat. China diduga ''mencuri'' teknologi stealth dari pesawat tempur siluman F-117 Nighthawk milik AS yang ditembak jatuh pada tanggal 27 Maret 1999 dalam perang Kosovo.

Transfer Teknologi

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki lebih dari 13.000 pulau dan berpenduduk lebih dari 200 juta, memiliki armada pesawat tempur yang andal adalah mutlak hukumnya. Hal ini tentu saja untuk melindungi dan menjaga kedaulatan Indonesia dari ancaman negara lain. Ancaman yang muncul setidaknya hingga beberapa tahun ke depan, memang bukan invasi langsung negara lain. Namun, tidak berarti hal itu menurunkan program pembangunan kekuatan pertahanan udara di tubuh TNI AU.

Indonesia pernah merasakan pengalaman pahit ketika Amerika Serikat melakukan embargo militer terhadap Indonesia dari tahun 1999 hingga 2005 atas pelanggaran Hak Asasi Manusia, sehingga membuat sistem persenjataan TNI lumpuh dan sistem peralatan militernya lemah. 

Hal ini dikarenakan sebagian besar pengadaan sistem persenjataan dan peralatan militer Indonesia, termasuk pesawat tempurnya, berorientasi ke negara Barat, sehingga banyak pesawat tempur milik TNI didominasi oleh pesawat tempur buatan Amerika Serikat. Guna menutup kebutuhan alutsistanya, Indonesia kemudian mencari sumber alternatif lain dalam pengadaan pesawat tempurnya, baik yang dibeli dari negara lain seperti pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-27SK dan Su-30MK dari Rusia.

Lambat laun muncul keinginan dari pemerintah untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan perlatan tempurnya dengan memberdayakan dan memanfaatkan industri pertahanan nasional secara maksimal. Berbeda dari alutsista impor, alutsista buatan bangsa sendiri ini akan memberikan kekuatan yang tidak bisa ''dibaca'' negara asing. 

Impor alutsista oleh suatu negara memudahkan bagi negara lain untuk ''membaca'' kekuatannya. Itulah alasan pentingnya membuat sendiri alutsista ataupun teknologi pertahanan lainnya. Pengadaan dari luar negeri hanya diarahkan pada jenis alutsista yang belum bisa diproduksi di dalam negeri dengan tetap menerapkan program alih teknologi (transfer of technology/ ToT) yang menyertakan industri pertahanan nasional.

Lebih dari itu, kemampuan Indonesia memproduksi alutsista secara mandiri akan meningkatkan kemandirian bangsa sehingga mengurangi ketergantungan kita terhadap persenjataan buatan negara lain. Dan yang tak kalah penting,  menghindari ''setiran'' negara penjual senjata. Sebagaimana kita tahu selama ini, negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Eropa seringkali menetapkan banyak syarat dan embel-embel dalam proses penjualan senjata produksi mereka.

Atas dasar kebutuhan itulah, Indonesia berkeinginan untuk mengembangkan sebuah pesawat tempur bagi kebutuhan TNI AU. Peluang itu datang tatkala Korea Selatan mengalami krisis pengadaan pesawat tempur yang rata-rata sudah memasuki usia tua serta besarnya kebutuhan dana untuk pengembangan pesawat tempur baru, sehingga mau tidak mau Negeri Ginseng pun berusaha mencari mitra dalam pengembangan pesawat tempurnya. 

Akhirnya, Korea Selatan menawarkan kepada Indonesia untuk mengembangkan pesawat tempur canggih bagi kebutuhan Angkatan Udara Republik Korea (ROKAF) dan Tentara Nasional Indonesia - Angkatan Udara (TNI-AU). Tawaran itu diterima Pemerintah Indonesia karena menilai Korsel memiliki pengalaman cukup tinggi dalam memproduksi pesawat tempur. Selain itu, Korsel juga bersedia untuk melakukan transfer of technology. Padahal tidak semua negara bersedia kerja sama dengan transfer of technology.

Kecenderungan Korsel untuk memilih Indonesia sebagai mitra utama bukan tanpa sebab. Kedekatan kerja sama pertahanan antara Indonesia-Korsel sudah terjalin lama. Selama ini kedua negara sudah terlibat dalam saling beli peralatan pertahanan. Sebagai contoh, Indonesia, mempercayakan Overhaul Kapal Selam tipe 209 yang dioperasikan TNI AL kepada Korsel. Indonesia juga membeli 4 kapal LPD (Landing Platform Dock) yang dua di antaranya dibuat di PT PAL. 

Hubungan kedua negara dalam bidang kedirgantaraan juga sudah terjalin lama, ditandai dengan pembelian pesawat latih KT-1B Wong Bee oleh Indonesia dan pembelian pesawat CN-235 oleh Korsel. 

Indonesia melalui PT Dirgantara Indonesia (PT DI) telah memiliki banyak pengalaman dalam memproduksi pesawat terbang seperti CN-235 dan N-250, serta sempat memproduksi komponen pesawat tempur F-16, meliputi wing flaperon, vertical finskin, forward engine access door, main landing gear door, weapon pylon dan fuel tank pylon. 

Alasan lainnya Indonesia dipilih Korsel karena memiliki kedekatan dengan banyak negara berkembang.

 Pasar dari pesawat tempur ini yang utama adalah negara berkembang dan Indonesia sebagai negara berkembang memiliki banyak kolega dengan negara-negara lain. 

 Sumber : SuaraMerdeka

Menhan RI : Negara – Negara ASEAN Perlu Perkuat Kerjasama Pertahanan

NUSA DUA-(IDB) : Meteri Pertahanan Republik Indonesia Purnomo Yusgiantoro selaku Ketua Asean Defence Ministers Meeting (ADMM) 2011, Senin (24/10) memimpin Sidang ADMM Retreat 2011 di Nusa Dua, Bali. ADMM merupakan pertemuan tingkat Menhan Se-ASEAN.
 
Menhan RI dalam sambutan pembukaannya mengatakan, dalam rangka mencapai tujuan komunitas masyarakat ASEAN 2015, termasuk pembentukan ASEAN Political Security Community (APSC) 2015, negara – negara ASEAN perlu memperkuat kerjasama di bidang pertahanan.

Menurut Menhan RI, kerjasama yang kuat di bidang pertahanan  merupakan fundamental yang penting bagi totalitas masyarakat ASEAN. Oleh karena itu, perlu kerja keras bersama bagi tercapainya sasaran bersama menuju masyarakat ASEAN 2015.

Lebih lanjut Menhan mengatakan, saat ini masyarakat internasional menghadapi tantangan keamanan dan pertahanan yang baru yang menyebabkan implikasi pada stabilitas regional dan global. Di beberapa wilayah masih terjadi adanya konflik, diantaranya seperti sengketa perbatasan antar negara  dan konflik internal di negara – negara Timur Tengah.

Selain tantangan keamanan tradisional, juga ada non tradisional seperti tindakan terorisme, imigrasi ilegal, pembajakan serta perompakan di laut menjadi tantangan bersama. Isu – isu lingkungan fisik seperti perubahan iklim, keamanan energi, kelangkaan makanan dan air atau kelangkaan sumber daya alam juga menjadi tantangan bersama.

Menhan menambahkan,  tantangan tersebut lebih diperparah dengan adanya teknologi yang semakin maju dan globalisasi yang semakin berkembang. Oleh karena itu, menurut Menhan RI diperlukan suatu kerjasama yang lebih erat dan luas diantara negara- negara ASEAN untuk menghadapi tantangan – tantangan tersebut.

Menhan RI mengatakan, patut disyukuri bahwa dalam waktu rentang lima tahun ADMM telah mengambil prakarsa yang penting di berbagai bidang,  mulai dari kerjasama di bidang bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana, keamanan maritim, terorisme dan pemeliharaan perdamaian dunia.

ADMM juga telah dapat mengembangkan konsep dan arah tujuan tujuan dari pada tingkat politik melalui pertemuan mulai dari tingkat kementerian dan juga ada tingkat operasional dan latihan bersama antar angkatan bersenjata.  

Hadir dalam pertemuan ADMM Retreat tersebut antara lain Menteri Energi Brunei Darussalam YB Pehin Datu Singamanteri Col (R) Datu Paduka Datu Haji Mohammad Yasmin Bin Hj Umar,  Menhan Kamboja Jenderal Tea Banh, Menhan Laos Mayjen Sanyahuk Phomvihane, Menhan Malaysia Dato’ Seri Dr. Ahmad Zahid Hamidi, Menhan Myanmar Letjen Hla Min,  Menhan Philipina Hon Voltaire T. Gazmin, Menhan Singapura Dr. Ng eng Hen diwakili Sekretaris Kemhan Singapura  Chiang Chie Foo, Menhan Thailand Viddavat Rajatanum dan Wamenhan Vietnam Letjen Nguyen Chi Vinh. Selain itu, hadir pula pejabat dari Sekretariat ASEAN.

Sementara itu, turut mendampingi Menhan dalam Delegasi Indonesia antara lain Sekjen Kemhan selaku Ketua ADSOM 2011 Marsdya TNI Eris Heryanto S.IP, M.A., Dirjen Strahan Kemhan Mayjen TNI Puguh Santoso S.T., M.Sc. dan Staf Khusus Menhan Bidang Kerja Sama Internasional Sumadi Brotodiningrat.

Sumber : DMC