MOSKOW-(IDB):Pemerintah Rusia mengingatkan bahwa Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dapat terseret ke dalam perang skala penuh di Libya, seperti perang Irak dan Afganistan.
"Seperti yang kami ramalkan, NATO akan terseret makin dalam dan makin dalam ke dalam perang di Afrika Utara," kata utusan Rusia untuk NATO, Dmitry Rogozin, pada kantor berita Rusia Interfax, Sabtu (26/3/2011).
NATO kini mengontrol embargo senjata terhadap Libya dan sepakat pekan ini untuk menerima komando zona larangan terbang di atas wilayah negara itu. Namun, Washington dibiarkan memegang kendali dalam melakukan serangan udara terhadap pasukan darat pemimpin Libya, Moammar Khadafy.
AS mengharapkan untuk menyerahkan kendali serangan udara secepat mungkin dan pada Jumat lalu mengharapkan NATO akan mengambil komando (serangan) itu, meskipun hal tersebut masih dibicarakan.
"Pernyataan-pernyataan yang kami dengar hari ini dari para anggota NATO dan aliansi itu secara keseluruhan dapat menarik blok tersebut ke dalam operasi skala penuh di wilayah Libya, yang berarti pada dasarnya AS dan sekutunya dapat terseret ke dalam perang ketiga, di samping perang di Irak dan Afganistan," kata Dmitry Rogozin.
Rusia mendukung sanksi PBB terhadap Khadafy, tetapi pemerintahnya pada awal bulan ini abstain dalam pemilihan di Dewan Keamanan PBB soal zona larangan terbang, yang memungkinkan intervensi bersenjata oleh koalisi Barat. Empat negara lainnya, India, Jerman, Brasil, dan China, juga abstain dalam pemilihan itu.
Presiden Rusia Dmitry Medvedev telah menyampaikan kekhawatiran mengenai kemungkinan korban tewas warga sipil dan mengatakan kepada Presiden AS Barack Obama pada awal pekan ini bahwa korban seperti itu harus dicegah.
Perdana Menteri Vladimir Putin, pemimpin terpenting Rusia, telah mengambil sikap lebih keras, membandingkan resolusi PBB itu dengan "seruan pada abad pertengahan untuk melakukan perang salib".
Sumber: Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar