JAKARTA-(IDB) : Pakar hukum internasional
Hikmahanto Juwana menilai, industri pertahanan yang dimiliki Indonesia
sulit berkembang. Penyebabnya, karena kebijakan politik luar negeri
bebas aktif yang diterapkan Indonesia. Pada pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono, kebijakan itu ditambah dengan thousand friends, zero enemy.
“Itulah yang membuat industri pertahanan kita sulit berkembang,” kata Hikmahanto saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk ‘Mewujudkan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia: Dari Negara Kepulauan Menuju Negara Maritim’ di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Kamis (8/10/2014).
Menurut dia, industri pertahanan dapat berkembang jika produk yang mereka ciptakan dibeli oleh negara lain. Dengan demikian, ada pemasukan secara signifikan yang diterima industri tersebut untuk kemudian mengembangkan produknya.
Hikmahanto menekankan, pandangannya ini bukan berarti dia tak mendukung kebijakan itu. Akan tetapi, menurut dia, penerapannya sering kali salah kaprah. Ia mencontohkan, ketika Malaysia membangun mercusuar di kawasan Tanjung Datu, Kalimantan Barat beberapa waktu lalu, pemerintah terkesan tak memiliki taring ketika wilayahnya diinjak musuh. Bahkan, kata dia, Malaysia telah mengakui jika mercusuar itu dibangun di atas wilayah geografis perairan Indonesia.
Selain itu, ia melanjutkan, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko pun sempat mengancam akan membongkar mercusuar itu apabila pemerintah Malaysia enggan melakukannya.
“Padahal secara hukum kita kuat. Tapi karena kebijakan kita thousand friends, zero enemy pemerintah terkesan kurang tegas,” katanya.
“Itulah yang membuat industri pertahanan kita sulit berkembang,” kata Hikmahanto saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk ‘Mewujudkan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia: Dari Negara Kepulauan Menuju Negara Maritim’ di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Kamis (8/10/2014).
Menurut dia, industri pertahanan dapat berkembang jika produk yang mereka ciptakan dibeli oleh negara lain. Dengan demikian, ada pemasukan secara signifikan yang diterima industri tersebut untuk kemudian mengembangkan produknya.
Hikmahanto menekankan, pandangannya ini bukan berarti dia tak mendukung kebijakan itu. Akan tetapi, menurut dia, penerapannya sering kali salah kaprah. Ia mencontohkan, ketika Malaysia membangun mercusuar di kawasan Tanjung Datu, Kalimantan Barat beberapa waktu lalu, pemerintah terkesan tak memiliki taring ketika wilayahnya diinjak musuh. Bahkan, kata dia, Malaysia telah mengakui jika mercusuar itu dibangun di atas wilayah geografis perairan Indonesia.
Selain itu, ia melanjutkan, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko pun sempat mengancam akan membongkar mercusuar itu apabila pemerintah Malaysia enggan melakukannya.
“Padahal secara hukum kita kuat. Tapi karena kebijakan kita thousand friends, zero enemy pemerintah terkesan kurang tegas,” katanya.
Sumber : Kompas
A thousand friends??? Cari temen jangan yang abal2x. Temen didepan, menikam dari belakang. Ngaku negara sahabat tetangga tapi tukang curi budaya dan tukang tadah kourptor.
BalasHapusA few good friends is all Indonesia needs.
Salah satu Komentar bodoh yang pernah disampaikan tentang alutsista. Apa kalo jual senjata itu harus musuhan dulu dg negara lain? Anehhh
BalasHapus