Pages

Selasa, Mei 27, 2014

Burung Besi Masa Depan Indonesia

 Indonesia Mulai Bangkit Membangun Pesawat Secara Mandiri 

JAKARTA-(IDB) : Siapa sangka, di tengah gempuran dan penggunaan pesawat komersial dan militer canggih buatan produsen dunia, Indonesia mulai bangkit mengembangkan dan memproduksi burung besi secara mandiri.

Di bawah pengembangan dan sinergi antara lembaga pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kemandirian industri kedirgantaraan kembali didorong.

Pasca kehancuran industri kedirgantaraan saat krisis ekonomi 1998, tenaga ahli atau insinyur kedirgantaraan Indonesia berada di bawah keterbatasan permodalan dan regenerasi.

Namun berkat dukungan LAPAN, saat ini insinyur senior yang dibantu insinyur muda, terdengar dan terlihat antusias di dalam mengembangkan berbagai purwarupa pesawat terbang.

Mau tahu pesawat masa depan karya putra-putri Indonesia? Berikut hasil penelusuran detikFinance, Senin (26/5/2014).

Pesawat Tempur IF-X 

Indonesia dan Korea Selatan saat ini sedang melakukan pengembangan bersama jet tempur. Program tersebut bernama Korea Fighter eXperiment/Indonesia Fighter eXperiment (KFX/IFX). Untuk versi Indonesia diberi nama IFX.

Pengembangan dan produksi pesawat tempur generasi 4.5 ini membutuhkan waktu minimal 8 tahun. Dari meja pengembangan sampai proses produksi, program KFX/IFX atau pesawat tempur pesaing F-16 tersebut itu memakan waktu 8 tahun atau bisa diproduksi massal sesuai rencana pada tahun 2022.

Pesawat tempur IFX versi Indonesia akan dikembangkan dan diproduksi pada fasilitas PTDI di Bandung Jawa Barat. Pada tahun ini, akan memasuki masa Engineering and Manufacturing Development (EMD). Fase ini mundur 1 tahun dari jadwal.

Teknologi pesawat KFX/IFX akan mengadopsi pesawat generasi 4.5 atau lebih unggul dari pesawat F16. Namun biaya pengembangan jauh lebih murah.

Purwarupa IFX/KFX bisa mengangkasa mulai tahun 2020. Selanjutnya 2 tahun kemudian baru memasuki fase produksi massal. Pesawat tempur pesaing F16 tersebut akan diproduksi sekitar 50 unit.

Proses produksi dan pengiriman pesawat akan mulai berjalan sejak tahun 2022 hingga 2030. Alhasil program pengembangan pesawat tempur menghadapi pergantian pemerintahan berkali-kali.

Pesawat N219

PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) saat ini sedang mempersiapkan sejarah baru kebangkitan industri kedirgantaraan nasional.

PTDI dan LAPAN secara keroyokan mengembangkan purwarupa hingga sertifikasi pesawat penumpang baling-baling dan bermesin ganda berkapasitas 19 orang. Pesawat tersebut bernama N219.

Jika lolos sertifikasi, maka Indonesia memasuki sejarah baru. Pasalnya pesawat pendahulunya yakni N250 belum memasuki tahap sertifikasi karena programnya terkena dampak krisis ekonomi 1998 dan diminta berhenti oleh International Monetary Fund (IMF).

Padahal saat itu, pesawat N250 berhasil menarik perhatian dunia saat purwarupanya berhasil terbang perdana pada Agustus 1995 namun pesawat tersebut kini menjadi besi tua di apron atau parkir pesawat milik PTDI.

Program pengembangan mulai dilakukan tahun ini. Untuk pengembangan N219, LAPAN mengalokasikan anggaran Rp 400 miliar. Alokasi ini bersumber dari penganggaran tahun 2014 sebesar Rp 310 miliar dan tahun 2015 senilai Rp 90 miliar. Sedangkan PTDI berkontribusi membantu penyediaan tenaga ahli dan peralatan produksi N219.

Pesawat N219 akan terbang perdana pada Oktober 2015. Setelah terbang perdana, selanjutnya dilakukan pengujian prototype untuk memperoleh sertifikasi. Targetnya N219 telah memperoleh sertifikasi nasional dan mulai diproduksi massal pada akhir 2016.

Jika program ini sukses, selanjutnya dilanjutkan pengembangan pesawat baling-baling kelas 45 penumpang (N245) dan kelas 70 penumpang (N270). 

Pesawat Penumpang R80 

Mimpi mantan Presiden BJ Habibie untuk mengembangkan pesawat komersial tak lekang oleh usia. Habibie melalui perusahaannya yakni PT Regio Aviasi Industri (RAI) menggandeng PTDI menggembangkan pesawat penumpang bermesin turboprop, R80.

Pesawat tersebut dirancang mampu membawa hingga 80 orang penumpang. Saat ini pesawat R80 tengah memasuki fase preliminary design. Meski belum berwujud prototype atau purwarupa, maskapai nasional telah menyatakan minat membeli pesawat komersial karya putra-putri Indonesia ini. 

Pesawat Tanpa Awak 

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) aktif mendukung dan mendorong lahirnya purwarupa atau prototype produk pesawat asli karya tenaga ahli Indonesia. LAPAN mengembangkan berbagai varian pesawat hingga beberapa tahun ke depan.

Pesawat yang saat ini dikembangkan adalah pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Pesawat ini diperuntukan untuk memantau kondisi perbatasan dan gunung berapi di seluruh Indonesia.

Selain LAPAN rekannya yakni Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga menggembangkan UAV versi militer. Pesawat tersebut diberi nama PUNA Wulung. UAV tipe ini akan diproduksi massal untuk memenuhi kebutuhan TNI. Untuk memproduksi PUNA Wulung, BPPT menggandeng BUMN lainnya yakni PT Dirgantara Indonesia (Persero) dan PT LEN (Persero).




Sumber : Detik

4 komentar:

  1. Moga kedepannya bisa mengembangkan material maju seperti yang dipakai airbus.yaitu aluminium yang dilapisi serat karbon.Terbukti gabungan serat karbon dan alluminium meningkatkan kekuatan alluminium berlipat ganda.Untuk mesin pesawat bisa di contoh kerjasama GE dengan HONDA,mengembangkan mesin pesawat untuk pesawat komersil pertama Honda.Indonesia sama prancis punya potensi juga mengembangkan mesin pesawat bersama .Semoga.

    BalasHapus
  2. Perlu jadi perhatian, banyak buat pesawat energinya dari mana, lihat AS, demi kepentingan energi mereka negara sumber minyak jadi sasaran mereka, agar energinya bisa di ambil, kalau Indonesia ? apakah kita Impor terus, perlu dipikirkan.

    BalasHapus
  3. punya kemampuan kesempatan membagun pesawat jet di sia siakan ...pasar psawat jet luar biasa besar hanya ada di indonesia bukan di singapore .dari dulu berjibaku pesawat baling baling ini tipu semua ...ga bakal ada yg belli ....setelah bangkrut pt DI para maling lari terbirit birit .

    BalasHapus