Pages

Selasa, Maret 05, 2013

Analisis : Mencermati Papua

ANALISIS-(IDB) : Pulau besar di timur Indonesia itu kembali menjadi headline berita dengan gugurnya 8 prajurit TNI di hari yang sama pada dua tempat yang berbeda.  Serangan tanggal 21 Februari 2013 di Tingginambut yang berjarak 20 km dari kota Mulia Puncak Jaya dan lokasi lain yang berdekatan yaitu Sinak, sekitar 40 km dari Tingginambut dikenal sebagai sarang sipil bersenjata yang melakukan perlawanan.  Serangan itu merupakan pancingan serius untuk TNI namun sejauh ini Cilangkap tidak terpancing dan tetap mengedepankan tertib sipil di Papua.

Namun yang lebih menyakitkan justru pernyataan Ketua Bidang Pemantauan dan Pelanggaran HAM pada KOMNAS HAM Natalius Pigai sehari kemudian yang sama sekali tidak mencerminkan seorang pegiat HAM.  Kalimat komentarnya yang sangat tajam itu menyebutkan wajar saja TNI ditembak mati dan tidak melanggar HAM, karena kerjanya hanya tidur dan nongkrong.  Meski pada akhirnya orang ini minta maaf kepada Mabes TNI dihadapan petinggi TNI di Cilangkap tanggal 26 Februari 2013 tetapi sesungguhnya pernyataannya itu cermin dari sikap antipatinya atas kehadiran tentara di Papua.


Sebenarnya ruang otonomi khusus untuk Papua sudah disetujui, yang berarti jumlah kucuran dana bilangan trilyun sudah digelontorkan untuk memajukan harkat dan martabat sejak tahun 2001. Tetapi kekisruhan terjadi seputar aliran dana itu yang menurut “pihak yang tak kebagian”, tidak sampai kepada maksud hati untuk mensejahterakan.  Maksud hati adalah untuk membangun bangsaku di bumi Papua tetapi ketika transfer dana sudah sampai di ujung jalan, yang terjadi kemudian ramai-ramai membangun “Bank Saku” di lingkaran yang mendapat kesempatam berkuasa, katanya begitu.  Atau mereka yang terusik jaringan kekuasaannya menjadikan organisasi sipil bersenjata sebagai bumper dan kartu As untuk berlindung sembari berujar dalam hati, kalau ente ganggu kekuasaan ane, ente coba buka aliran dana otsus, kami akan bersuara merdeka.

Sudah minta maaf dia
Maka yang terjadi adalah tentara atau polisi selalu menjadi pusat akumulasi benturan. Alat negara sah ini menjadi kambing yang di cat hitam manakala provokasi kelompok-kelompok tadi melakukan hasutan kepada sipil bersenjata yang sepertinya dijadikan “alat negara” bagi mereka untuk membunyikan suasana tidak stabil.  Tentara yang ditugaskan disana adalah untuk menjaga wilayah perbatasan yang panjangnya lebih 800 km. Namanya wilayah perbatasan wajar dong ada pergantian pasukan non organik, sama seperti yang terjadi di Kaliamantan karena jumlah pasukan organik di wilayah itu tidak saja kurang mencukupi.  Tetapi juga sesuai sirkulasi tugas tentara di manapun di negeri ini, atau dimana pun di dunia pergantian adalah sesuatu yang layak dilakukan untuk penyegaran.

Sebagai bagian dari NKRI, Papua memang harus mengejar ketertinggalannya.  Otonomi khusus sudah diberikan lebih sepuluh tahun yang lalu namun tak banyak perubahan yang dilakukan karena dana yang disalurkan banyak yang salah urus atau masuk ke bank saku tadi. Perjuangan Papua untuk menyetarakan sumber daya manusia adalah bagian utama bagi dua provinsi di pulau itu termasuk membangun infrastruktur. Inilah pekerjaan rumah bersama dari elemen masyarakat yang berinteraksi di sana.  Jakarta sudah menjalankan tugasnya dengan membagi anggaran istimewa bagi provinsi kaya itu. Kalau Jakarta terlalu banyak campur tangan dalam distribusi dan penggunaan anggaran nanti dikira intervensi.

Elemen masyarakat yang masih menyuarakan kemerdekaan sebenarnya masuk kategori kelompok minoritas.  Namun kelompok yang terdiri dari banyak faksi ini memang sengaja “dipelihara” oleh kalangan tertentu di internal Papua yang kemudian lewat jaringan LSM di luar negeri selalu menyuarakan pemisahan diri.  Boleh jadi karena yang disuarakan berulang-ulang kesannya kok seperti opini pembenaran mayoritas.   Demikian juga dengan penugasan tentara di Papua yang disuarakan jaringan bayaran tadi.  Suaranya pasti tak jauh dari ungkapan: Tarik tentara dari Papua.
Dalam bingkai kebencian ini, jika yang menjadi korban adalah tentara yang nota bene mendapat penugasan dari negara dan sah secara undang-undang, tidak ada satu pun LSM atau yang sebangsa dengannya menyuarakan keprihatinan atau ikut berduka cita.  Coba jika yang mati itu OPM atau yang sebangsa dengannya, dijamin riuh rendah caci maki, umpatan, pelanggaran HAM berat, mirip orang kerasukan setan.  Dan ketika dunia merespons, semakin beringas dia berkomentar dan menuntut.  Makanya untuk kasus terakhir ini meki terasa menyakitkan di hati gugurnya 8 prajurit TNI dan 4 warga sipil, Cilangkap tidak terpancing emosi.
Mencermati dan memahami dinamika Papua ke depan adalah mencoba berkakulasi dengan perilaku negara penganut hegemoni terhadap agresi ke negara pemilik sumber daya alam fosil seperti yang terjadidi Irak dan Libya. Perebutan sumber daya alam tak terbarukan itu juga terjadi pada negara calon adidaya dekade berikut Cina dalam sengketa Laut Cina Selatan dengan beberapa negara ASEAN.  Penempatan Marinir AS di Darwin Australia dan Guam dalam bahasa diplomasi selalu berdendang dengan syair untuk menjaga keseimbangan dengan militer Cina.  Tetapi kita tidak boleh percaya begitu saja dengan perilaku ambigu dan standar ganda negara adidaya itu.

Strategi Mabes TNI menempatkan 1 divisi Marinir di Sorong dan bagian lain di Papua termasuk menempatkan 1 skuadron jet tempur di Biak adalah jawaban tanpa harus berlagak sikap.  Tetapi dalam ukuran konflik untuk “melawan gajah dan herdernya” perlu juga dipertimbangkan melakukan strategi aliansi pertahanan dengan negara lain yang diniscayakan punya gigi. Dengan berbagai pertimbangan perspektif sebenarnya Cina bisa dijadikan sahabat pertahanan dengan tema perjanjian ”jika engkau tercubit, aku pun  ikut tercubit dan kita bisa sama-sama marah pada yang mencubit”.  Perkuatan diri tentara sangat perlu dan sedang dalam modernisasi.  Pertimbangan bersekutu dengan sesama bangsa Asia utamanya Cina bukan sesuatu yang “malu ah” karena ke depan perebutan sumber daya alam semakin seru, Papua termasuk didalamnya.
Sumber : Analisis

15 komentar:

  1. "JAYALAH INDONESIAKU"

    BalasHapus
  2. mungkin ini yang di curhatin beye yang bilang bakalan ada gonjang-ganjing entos gandos

    BalasHapus
  3. ditegaskan terlebih dahulu, kelompok bersenjata harus ditumpas apa tidak? kalau ya, polisi harus berani bertindak, tegas, cari mereka sampai ketemu, kalau melawan, lumpuhkan. kalau TNI suruh maju, benahin dulu itu UU nya.

    BalasHapus
  4. Kalau membaca analisis diatas.Kita seperti tidak percaya dengan diri sendiri,sampai harus menawarkan diri dengan aliasi dengan negara lain .Apalagi beraliansi dengan China.Lihat geografis dan demografis kita ini ada dimana,China ada dimana?Kita ini dikepung oleh negara blok barat,gimana china mau bantu kita bila ada perang dengan barat bila laut sepanjang dari china samapi ke Indonesia dikuasai negara kaki tangan barat.China juga tak layak jadi sekutu,cobalah pelajari filosofi china secara mendalam ,china itu kotor dalam bekerjasama.Sahabat yang baik itu RUSIA yang sudah terbukti dibanyak negara,sangat loyal dengan kawan,tapi juga tak perlu kita beraliansi militer dengannya apalagi untuk masalah Papua.Yang perlu difikirkan gimana masyarakat Papua merasa nyaman dan ikut merasa memiliki negri mereka.Yang harus dilakukan pemerintah adalah majukan pendidikan dengan demikian mereka punya akses untuk hidup dalam bernegara didaerah terpencil.Lupakan bangun jalan karena biayanya mahal dan tidak produktif,apalagi kita bisanya membangun tampa bisa merawat.Jalan propinsi saja di jawa ,sumatra berlobang disana sini tidak dirawat apalagi di Papua sana.Perbanyak lapangan terbang perintis dan murah cuma itu satu satunya solusi yang masuk akal.Perlu difikirkan pembentukan daerah cagar budaya ,dimana komunitas suku suku di tempatkan dalam satu wilayah dimana mereka melestarikan adat istiadat,kesenian tari,lukis,patung dsb dijadikan kunjungan wisata,dan mereka mendapat tunjangan bulanan dari pemerintah.Siapapun yang mau bertempat tinggal disana dikasih tunjangan bulanan,pasti suku suku yang tersebar di daerah terpencil akan masuk kesana dengan sendirinya.Seperti yang dilakukan terhadap suku Indian di amerika dan suku aborigin di australia.kalau itu dilakukan pemberontakan pasti akan hilang dengan sendirinya.Sementara daerah diluar cagar budaya bisa dikelola untuk memajukan papau dengan aman.

    BalasHapus
  5. haelah ada simpatisan ruski, sahabat baik, T80 iraq sahabat baik ya ? wkwkk

    BalasHapus
  6. Yang penting pejabat gak bobrok lagi
    Harus mikirin masyarakatnya....

    BalasHapus
  7. harga bahan pokok didaerah papua sangat tinggi. Saudara2 kita penduduk asli sana tidak terbiasa bercocok tanam, mereka lebih terbiasa atau lebih senang berburu. Padahal air disana tidak sulit to? tahahnya luas banget, daerah yg berbukit bisa diatasi dgn sawah berundak, kalo mau pasti hasil nya bagus. Kalo pengen memelihara ternak pilih aja sapi, domba, ato pemakan rumput yg laen, krn sejauh mata memandang bumi papua hijau penuh rumput dan tumbuhan, gak bingung kasih pakan. Kebagian tepi laut? Laut papua, pertemuan 2 lautan, super kaya jenis dan jumlah ikan, lempar jala sambil merem, dapet deh banyak ikan. Aduuhh.... Jadi pengen tinggal di papua neh...

    BalasHapus
  8. yg mau merdeka cuman minoritas karena gak dapet jatah posisi penting ama duit doank... tai kucing intinya kesejahteraan pribadi juga.. munafik bangsat, penipu rakyat papua... hidup NKRI mampusin OPM...

    BalasHapus
  9. Tetap hati2 dan waspada permainan intelejen asing yg sdh punya program pecah belah NKRI,saya percaya thd pemerintah,tni,intelejen RI ,mengingat setelah sukses pemecahan timtim dari NKRI,skrg tinggal papua,aceh,dan maluku. Waspadalah...waspadalah...

    BalasHapus
  10. ayoo donk ops rahasia..... tumpas smuanya....

    BalasHapus
  11. saran saya untuk TNI tercinta untuk lebih mengiatkan TNI manunggal membangun untuk membantu masyrakat dalam membangun sarana dan prasarana fisik khusnya didaerah indonesia wilayah timur.

    BalasHapus
  12. ingatlah atas perjuangan pasukan pembebasan irian barat pada jaman dulu untuk menyatukan NKRI dan para pengorbanan pejuang indonesia yang telah gugur janganlah kita menyianyiakan perjuangan mereka demi ke utuhan bumi pertiwi ini.

    BalasHapus
  13. kontrolnya yg jelas dan tegas dunk jangan ragu-ragu, trilyunan rupiah akan sia-sia ngak sampe ke bawah, menguap, ktnya negara kesatuan, ya tetap satu kontrolnya, centralistik, hrs tunduk pd pusat bukan masing-masing, emang indo negara serikat, negara dlm negara, bubar dah indo kalo begini terus...

    BalasHapus
  14. TNI cuman tidur dan nongkrong?

    giliran TNI "kerja" nt teriak2?komnas HAM tai kucing

    BalasHapus
  15. si pigai sendiri tampang aja kyak ASU,,,,

    BalasHapus