Pages

Selasa, Juli 03, 2012

DPR Pertanyakan Hibah Hercules C-130 H Australia

JAKARTA-(IDB) : Komisi I DPR RI mempertanyakan hibah lima pesawat Hercules jenis C-130 H dari Australia. Wakil Ketua Komisi I Tubagus Hasanuddin mengatakan, dana yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki pesawat hibah itu terlalu besar, sementara itu Australia juga menawarkan pembelian enam unit pesawat yang sama dengan harga tak jauh berbeda. "Saya rasa tidak masuk akal, kita harus mengeluarkan US$60 juta untuk hibah. Padahal Australia juga menawarkan enam Hercules yang sama bekas operasional dengan harga US$90 juta," kata Hasanuddin dihubungi, Selasa (3/7).

Dia menjelaskan, Maret 2011 pemerintah melalui Kementerian Pertahanan melaporkan rencana hibah Hercules tersebut yang memerlukan anggaran perbaikan. Beberapa bulan kemudian Kemhan melaporkan hibah tersebut dibatalkan karena Australia tak jadi memberikan hibah.

Awal tahun 2012 pemerintah menyampaikan ulang bahwa hibah lima pesawat dari Australia itu jadi dilaksanakan. "Dalam waktu dekat ini kami akan meminta penjelasan ke Kemhan kenapa memilih hibah daripada membeli yang siap beroperasi," kata Hasanuddin.

Penandatanganan perjanjian hibah Indonesia-Australia dilakukan dalam pertemuan tahunan kedua negara. Pertemuan tersebut dilakukan hari ini, Selasa (3/7) dimana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah berada di Australia. Pesawat Hercules C-130 H rencananya akan menggantikan Fokker F-27 yang telah usang selagi menunggu pesawat angkut ringan N295 produksi bersama PT Dirgantara Indonesia dengan Airbus Military Spanyol.

Komisi I Pertanyakan Anggaran Retrofit Pesawat Hibah Dari Australia

Tahun lalu Kementerian Pertahanan RI melaporkan kepada Komisi I bahwa TNI Angkatan Udara akan mendapat hhbah empat unit pesawat Hercules C 130/H dari Pemerintah Australia. Tetapi Kemenhan perlu dana untuk perbaikan pesawat-pesawat tersebut. DPR pun lantas menyetujui anggaran retrofit (peningkatan kemampuan pesawat) sebesar Rp 450 miliar.

"Namun beberapa bulan kemudian Kemenhan melaporkan bahwa Australia membatalkan hibah tersebut.  Baru pada awal tahun 2012  pemerintah menyampaikan ulang bahwa hibah empat pesawat dari Australia itu  jadi  dilaksanakan," ungkap Wakil Ketua Komisi I Tubagus Hasanuddin di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (2/7).

Menurut Hasanuddin, terdapat hal yang janggal. Keganjilannya, kata dia, dalam hibah itu disebutkan pula tentang kebutuhan dana perbaikan sebesar 60 juta dollar AS atau 15 juta dollar AS per unit.

"Artinya, harganya sama saja dengan beli baru. Lalu apa makna dari hibah tersebut? Kenapa harga perbaikannya sama dengan harga jual?" tanya politisi PDIP ini.

Karena itu, kata Hasanuddin, dalam waktu dekat ini, Komisi I  akan mempertanyakan masalah ini kepada Kementerian Pertahanan.

"Pertanyaannya adalah kenapa terjadi perbedaan harga antara yang diinformasikan pihak Australia, dengan anggaran yang diajukan Kemenhan pada DPR," ujarnya.


Sumber : Jurnas

2 komentar:

  1. Bapak yg satu ini memang aneh coba dihitung :

    Paket 1 Hibah
    * Harga US$60 juta ini untuk retrofit sehingga
    kemampuannya seperti baru dan modernisasi avionik.
    * Dapat 5 Unit jadi perunitnya = US$12juta

    Paket 2 Beli bekas
    * Harga US$90 juta tanpa perbaikan apa2
    * Dapat 6 unit jadi harha perunitnya = US$15juta

    Lha kog masih berani maksa pemerintah milih paket 2 (Beli Bekas) ya?......

    BalasHapus
  2. kayaknya memang tidak perlu sekolah buat jadi anggota DPR.

    BalasHapus