Pages

Sabtu, Februari 04, 2012

Waspada : Lima Desa Perbatasan Terancam Direbut Malaysia

SAMARINDA-(IDB) : Tercatat lima desa di wilayah perbatasan Kalimantan Timur dengan Malaysia kini terancam direbut oleh negeri jiran itu, yakni terkait kurangnya perhatian Pemerintah RI terhadap wilayah yang hakikatnya jadi beranda negara tersebut.

"Jadi perlu penanganan khusus agar tidak bernasib sama seperti Pulau Sipadan dan Pulau Lingitan (dua pulau kecil di ujung utara Kaltim) yang hilang dari pangkuan Ibu Pertiwi,"  kata anggota Komisi IV DPRD Kaltim asal Dapil V, Abdul Djalil Fatah di Samarinda, Kamis.

"Pemerintah Pusat dan Provinsi Kaltim harus segera mengambil tindakan cepat, tegas dan nyata. Ini sebuah ancaman serius bagi kesatuan NKRI, lima desa di Kabupaten Nunukan tersebut sudah diklaim oleh Malaysia," ujar politisi dari Partai Golkar Kaltim itu.

Menurut Abdul Jalil bahwa sebenarnya klaim wilayah oleh Malaysia bukan hal baru karena sebelumnya kejadian seperti ini pernah terjadi pada wilayah lain di Kaltim tetapi sayangnya tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Ia menyebutkan bahwa kelima desa itu adalah Desa Labang, Logos, Ngawol, Simantipal dan Bulu Lawun Hilir.
Dia mengatakan bahwa lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan yang kaya dengan sumber daya alam dan mampu menopang devisa negara itu ke tangan Malaysia seharusnya menjadi pelajaran berharga.

"Malaysia melakukan klaim dan mereka berhasil merebut," ujar Djalil.

"Klaim terhadap lima desa saat ini tidak mustahil melahirkan gerakan-gerakan yang mengarah seperti sebelumnya yang terjadi pada kasus Pulau Sipadan - Pulau Ligitan," ujarnya.

Klaim sepihak Malaysia terhadap dua pulau kecil di utara Kaltim itu akhirnya berujung di peradilan Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda. Pada 17 Desember 2002, putusan Mahkamah Internasional mengeluarkan putusan memenangkan Malaysia.

"Keadaan ini jangan dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah harus segera direspon melalui tindakan nyata soal pengamanan wilayah, selain mengingat kelima wilayah tersebut memiliki banyak potensi sumber daya alam yang menjanjikan, salah satunya seperti kayu gaharu yang bisa didapat di Desa Labang," katanya.

Ia menambahkan bahwa meski desa ini merupakan desa terpencil namun  sumber daya alam yang luar biasa tersebut tentu menjadi daya tarik negara lain untuk memilikinya.

"Karena itu, camat setempat meminta supaya pos perbatasan yang ada di Simantipal,  di mana pos perbatasan yang berada di Sungai Persiangan yang mengalir menuju Malaysia dan juga di Labang, agar pos yang berada Sungai yang mengalir di Simantipal ini kalau bisa ditarik ke hulu sekitar 10 Km untuk pengamanan yang lebih strategis," imbuhnya.

Hal lain yang perlu menjadi pelajaran, yaitu di Malaysia ada desa yang berbatasan langsung dengan desa ini memiliki sarana prasara yang layak, seperti akses jalan yang baik serta fasilitas umum seperti rumah sakit, pasar dan sekolah.

"Pembentukan Kaltara (Provinsi Kalimantan Utara, usulan pemekaran wilayah utara Kalimantan dari Provinsi Kaltim) adalah solusinya," katanya menegaskan.

Tujuan pemekaran Kaltara yang kini usulannya sudah tinggal menunggu pengesahan UU di DPR RI itu, kata dia, bertujuan agar gerak pembangunan bisa berjalan cepat.

"Bisa saja nasionalisme warga perbatasan luntur akibat selama ini keberadaan mereka seperti diabaikan. Hal itu timbul akibat berbagai masalah akibat lemahnya pembangunan di kawasan perbatasan," ujarnya.

Kawasan perbatasan adalah salah satu daerah di Kaltim yang paling tertinggal pembangunannya sehingga lekat dengan istilah "3-T", yakni Tertinggal, Terbelakang dan Terisolir.

Sumber : Antara

 
Perlu Tindakan Tegas dan Nyata

Jalan di kecamatan Krayan yang berbatasan dengan Malaysia
SAMARINDA-(IDB) : Anggota Komisi IV DPRD Kaltim asal Dapil V, Abdul Djalil Fatah menegaskan pemerintah provinsi Kalimantan Timur maupun pemerintah pusat perlu segera melakukan tindakan nyata mengingat terdapat lima desa di wilayah Utara Kaltim yang terancam direbut Malaysia.
"Pemerintah provinsi dan pemerintah pusat harus sesegera mungkin mengambil tindakan cepat, tegas dan nyata. Ini sebuah ancaman serius bagi kesatuan NKRI, lima desa di Kabupaten Nunukan tersebut sudah diklaim oleh Malaysia," kata politisi asal Dapil Tarakan, Nunukan, Malinau, Bulungan dan Tana Tidung ini, Kamis (2/2) kemarin.

Klaim wilayah oleh Malaysia bukan hal baru, sebelumnya kejadian seperti ini pernah terjadi pada wilayah lain di Kaltim. Kelima desa itu yaitu Desa Labang, Logos, Ngawol, Simantipal dan Bulu Lawun Hilir. 

Dia mengatakan, lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan yang kaya dengan sumber daya alam dan mampu menopang devisa negara itu ke tangan Malaysia seharusnya menjadi pelajaran berharga. "Malaysia melakukan klaim dan mereka berhasil merebut," tegas Djalil.

Klaim terhadap lima desa saat ini tidak mustahil melahirkan gerakan-gerakan yang mengarah seperti sebelumnya yang terjadi pada Sipadan - Ligitan.
  
Kondisi jalan di wilayah Malaysia di perbatasan, lebih bersih
"Keadaan ini jangan dibiarkan berlarut-larut, segera direspon melalui tindakan nyata soal pengamanan wilayah, selain mengingat kelima wilayah tersebut memiliki banyak potensi sumber daya alam yang menjanjikan, salah satunya seperti kayu gaharu yang bisa didapat di Desa Labang," katanya.

Dia menambahkan, meski desa ini merupakan desa terpencil namun  sumber daya alam yang luar biasa tersebut tentu menjadi daya tarik negara lain untuk memilikinya. Karena itu, camat setempat meminta supaya pos perbatasan yang ada di Simantipal,  di mana pos perbatasan yang berada di Sungai Persiangan yang mengalir menuju Malaysia dan juga di Labang, agar pos yang berada Sungai yang mengalir di Simantipal ini kalau bisa ditarik ke hulu sekitar 10 Km untuk pengamanan yang lebih strategis.

Hal lain yang perlu menjadi pelajaran yaitu di Malaysia ada desa yang berbatasan langsung dengan desa ini memiliki sarana prasara yang layak, seperti akses jalan yang baik serta fasilitas umum seperti rumah sakit, pasar dan sekolah.

"Kaltara adalah solusinya, agar gerak pembangunan bisa berjalan cepat, Jangan sampai daerah itu membuat masyarakat perbatasan mengabaikan nasionalismenya karena banyaknya keterbatasan yang harus dirasakan oleh mereka, sehingga merekapun lebih memilih untuk pindah ke Malaysia dan menjadi warga negara resmi negara itu," kata Djalil Fatah
 
Sumber : DPRD Kaltim

1 komentar:

  1. cukup miris meliatnya,perlu ada perhatian dari pemerintah baik pusat maupun daerah,jangan nanti kalo udah diambiil malon baru deh teriak-teriak kayak kebakaran jenggot

    jangan Pulau JAWA melulu yang diperhatikan

    Indonesia itu dari Sabang sampai Merauke, bukan cuma sumatera jawa and bali doang

    BalasHapus