Minggu, Januari 15, 2012
0
JAKARTA-(IDB) : Rawannya keamanan nasional (kamnas) RI tak semata disebabkan masalah keamanan itu sendiri, tapi banyak dipengaruhi politik. Penilaian itu diungkapkan Wakil Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia, Sisno Adiwinoto."Dari kacamata kami menyinggung masalah keamanan itu, sumber masalahnya adalah kasus politik. Karena itu, ibaratnya sakit kepala, dicari sebabnya sakit kepalanya itu apa? Jangan hanya sakitnya saja yang diberantas," kata dia kepada wartawan usai diskusi 'RUU Kamnas dan Keamanan Kontemporer', di Jakarta, Sabtu (14/1) pagi.

Sehingga, lanjutnya, rancangan undang-undang (RUU) Keamanan Nasional yang saat ini ada di DPR sama sekali bukan prioritas. "RUU Keamanan Nasional baik, tetapi masih banyak masalah lain yang lebih prioritas. Kenapa tidak masalah politiknya yang kita benahi?" tuturnya.

Sisno yakin, sekalipun RUU Kamnas disahkan, takkan memberi dampak strategis terhadap masalah pertahanan dan keamanan nasional. "Harusnya kita obati apa sumbernya. Seperti masalah mengenai UU polisi, di tataran filosofis tidak ada cacatnya. Tapi di tataran operasional itulah kami sedang benahi. Sebetulnya masalah-masalah kemanan yang ada ini lebih disebabkan karena unsur politik," ucap dia.

Meskipun substansi RUU Kamnas yang Maret 2010 lalu ini diserahkan ke DPR sudah diperbaiki, ujar Sisno, namun tetap saja keberadaannya tak mendesak. "Subtansinya memang sudah diperbaiki. Tapi dari kacamata kami sebagai penegak hukum, akan repot kalau undang-undang ini bahkan lebih banyak tidak baiknya daripada baiknya," katanya.

Menurut Sisno, jika peran UU Keamanan Nasional nantinya diharapkan dapat mengkoordinasikan regulasi lain yang terkait, maka tak ada urgensi apa di situ. "Untuk mengkorrdinasikan tidak membutuhkan UU baru. Dari keterdesakkanya saja tidak ada. Sehingga yang sebetulnya dibutuhkan adalah perbaikan pelaksanaannya keamanan nasional saja" ucap dia.

Sisno menontohkan keberadaan UU Polri yang menurutnya tak ada masalah di tataran filosofis dan konsepsi. Masalah terjadi pada saat penerapan di lapangan. "Meski ada salah di pelaksanaan ya kami perbaiki. Tapi tak lantas filosofinya keliru dan dibutuhkan UU baru," tuturnya.

Sumber : Jurnas

0 komentar:

Posting Komentar