JAKARTA-(IDB) : Soal pertahanan negara berorientasi pada kewibawaan di dunia internasional, maka, membahas serta menelisik seluruh sektor. Misalnya, ekonomi, budaya,hukum, politik, keamanan dan kesejahteraan rakyat.
Namun, apabila spesifikasi pembahasan pertahanan negara pada mempertahankan kedaulatan, tentunya, menelisik kekuatan militer dan alutsista (TNI) serta komponen pendukungnya (Industri Pertahanan/IP). Militer dan alutsista sebagai komponen utama untuk menghadapi intervensi asing, dalam bentuk doktrin maupun aresi militer.
Kementerian Pertahanan (Kemhan) punya tugas dan tanggungjawab merumuskan, menetapkan dan melaksanakanan kebijakan bidang pertahanan. Kebijakan Kemhan pada 2011, relatif sukses dan patut diapresiasi seluruh masyarakat. Pasalnya, perumusan kebijakan jangka pendek dan jangka panjang untuk mendukung kekuatan pertahanan negara berhasil ditetapkan Kemhan dengan baik.
Pada Juni 2011, sebanyak 19 bidang kerja sama pertahanan antara Kemhan dan Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP) dan Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS) ditandatangani dalam kerangka percepatan revitalisasi industri pertahanan nasional.
Penandatanganan 19 nota kesepahaman bidang pertahanan antara kementerian pertahanan, industri pertahanan dan industri pendukung pertahanan itu disaksikan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri BUMN Mustafa Abubakar, Menristek Suhana Suryapranata, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono dan Asisten Perencanaan Kapolri Irjen Pol Pujianto di Jakarta.
Selain itu, instansi yang ikut menandatangani MoU itu, diantaranya, PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad, PT PAL, PT Krakatau Steel, PT Inti, PT Indo Tech, PT LEN dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kemhan berhasil menyatukan hati dan pikiran BUMNIP dan BUMBIS, serta instansi swasta dan pemerintah untuk melakukan kerja sama membangun industri pertahanan, sekaligus menguatkan pertahanan negara.
Namun demikian, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Fayakhun Andriadi menelisik, kebijakan Kemhan itu belum sepenuhnya didukung maupun diimplementasikan instansi pemerintah yang lain, termasuk TNI.
Salah satu contoh nyata, pengadaan alutsista TNI serta armada patroli instansi keamanan dalam negeri masih didatangkan dari luar negeri. Ketertarikan terhadap produksi industri pertahanan dalam negeri lebih kecil dibandingkan ketertarikan terhadap produksi industri pertahanan luar negeri.
"Tak senada antara kebijakan dan implementasi. Pada satu sisi membangkitkan revitalisasi industri pertahanan. Sedangkan, satu sisi lain masih ketergantungan dengan prodduksi luar," ujar dia. Alasan instansi pemerintah maupun lembaga pertahanan memesan produksi asing, karena industri dalam negeri belum mampu memproduksi alutsista atau armada yang dibutuhkan.
Dia memberi contoh kecil, seperti rencana retrofit 24 unit pesawat tempur jenis F-16 hasil hibah Amerika Serikat (AS) dan pengadaan kelengkapan tempur pesawat Sukhoi yang dibeli Indonesia dari Rusia. PT DI, sebagai industri pertahanan udara yang memiliki kemampuan untuk meretrofit maupun melengkapi alutsista Sukhoi, sama sekali belum diberi kesempatan untuk terlibat.
Dia mengakui, niat Kemhan untuk membangun kemandirian industri pertahanan dalam negeri serta membangun militer yang tanguh dan kuat patut diapresiasi.
Pengamat militer dan pertahanan dari Universitas Indonesia (UI), Andi Widjajanto meminta Indonesia melalui Kemhan, agar agresif dalam menciptakan Kolaborasi Industri Pertahanan ASEAN dengan tidak membiarkan negara tetangga mendominasi membuat perencanaan proposal. "Indonesia harus melakukan konsorsium dalam perencanaan kawasan industri pertahanan sehingga tidak didominasi, diantaranya Malaysia," kata dia.
Menurut dia, Indonesia dapat mengusulkan untuk memproduksi pesawat angkut dengan Airbus yang telah berjalan atau memproduksi peluncur rudal yang telah dikembangan oleh PT Pindad dan Perusahaan Belgia yang telah melakukan MoU.
Menteri Pertahanan yang juga Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), Purnomo Yusgiantoro mengatakan, penandatanganan kerja sama tersebut merupakan komitmen pemerintah bersama BUMNIP dan Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis untuk mempercepat pemberdayaan dan pengembangan industri pertahanan dalam negeri.
"Kerja sama itu juga merupakan bagian dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MPE3I) bidang pertahanan," katanya.
Paling dinantikan masyarakat Indonesia, pemerintah Indonesia melalui Kemhan melaukan kerja sama dengan Korea Selatan untuk membangun pesawat tempur super canggih, Korean Fighter X-periment (KFX) atau Indonesia Fighter X-Perimient (IFX) serta pembangunan kapal perang laut, yakni kapal tempur Perusak Kawal Rudal (PKR) jenis Sigma 10514 di PT PAL, dermaga Ujung, Surabaya. PKR merupakan tempur terbesar dan pertama di Indonesia dan kini sedang dalam tahap perampungan.
"Ini adalah salah satu langkah konkret dalam kerjasama dengan Korsel dalam pengadaan pesawat tempur bersama untuk segera diwujudkan pada masa ke depannya," jelas Purnomo.
Pemerintah Indonesia telah meminta PT PAL untuk mempercepat penyelesaian pembuatan kapal tempur yang lebih canggih dibanding kapal tempur milik Malaysia dan Singapura itu. Kapal PKR memiliki panjang 105 meter, berat 2400 ton, dilengkapi avionik-elektronik yang bisa digunakan untuk berbagai misi operasi peperangan, seperti elektronika, peperangan anti-udara, peperangan anti-kapal selam, peperangan anti-kapal permukaan dan bantuan tembakan kapal.
Kapal perang laut yang menelan biaya 220 juta US dolar dari APBN tersebut juga memiliki radar pendeteksi kapal selam dan pesawat udara. Tak hanya itu, Kapal tersebut juga memiliki persenjataan meriam kaliber 76-100 mm, dan kaliber 20-30 mm dan peluncur rudal ke udara serta senjata terpedo.
Kesejahteraan Personil
Dibalik kesuksesan melahirkan kebijakan pembangunan industri pertahanan, Kemhan relatif berhasil merumuskan kebijakan berorientasi pada perbaikan kesejahteraan prajurit TNI dan pegawai negeri sipil Kemhan.
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mohammad Syahfan Badri Sampurno mengungkapkan, DPR mendukung nilai anggaran Kemhan/TNI sebesar Rp 7,6 triliun untuk remunerasi atau tunjangan kinerja di lingkungan Kemhan/TNI. Remunerisasi itu membuka pintu untuk meningkatkan kinerja, profesionalitas, dan kesejahteraan anggota TNI dan pegawai Kemhan.
"Saya pribadi dan beberapa anggota Komisi I dari fraksi lain sangat mendukung anggaran Kemhan/TNI sebesar Rp 7,6 triliun untuk remunerasi. Kita berharap semoga remunerasi ini akan mampu meningkatkan kinerja, profesionalitas dan kesejahteraan TNI/Kemhan," ujar Syahfan.
Komisi I tetap akan memastikan dan terus mengawasi secara ketat agar anggaran remunerasi tersebut tetap berada pada koridor yang benar yaitu diperuntukkan bagi pegawai Kemhan dan anggota TNI bukan dialihkan ke program lain.
"Kita akan terus mengawasi dan memastikan bahwa Anggaran remunerasi Kemhan/TNI, tetap berada pada koridor yang benar dan tidak dialihkan ke program lain," pungkas dia.
Namun, apabila spesifikasi pembahasan pertahanan negara pada mempertahankan kedaulatan, tentunya, menelisik kekuatan militer dan alutsista (TNI) serta komponen pendukungnya (Industri Pertahanan/IP). Militer dan alutsista sebagai komponen utama untuk menghadapi intervensi asing, dalam bentuk doktrin maupun aresi militer.
Kementerian Pertahanan (Kemhan) punya tugas dan tanggungjawab merumuskan, menetapkan dan melaksanakanan kebijakan bidang pertahanan. Kebijakan Kemhan pada 2011, relatif sukses dan patut diapresiasi seluruh masyarakat. Pasalnya, perumusan kebijakan jangka pendek dan jangka panjang untuk mendukung kekuatan pertahanan negara berhasil ditetapkan Kemhan dengan baik.
Pada Juni 2011, sebanyak 19 bidang kerja sama pertahanan antara Kemhan dan Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP) dan Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS) ditandatangani dalam kerangka percepatan revitalisasi industri pertahanan nasional.
Penandatanganan 19 nota kesepahaman bidang pertahanan antara kementerian pertahanan, industri pertahanan dan industri pendukung pertahanan itu disaksikan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri BUMN Mustafa Abubakar, Menristek Suhana Suryapranata, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono dan Asisten Perencanaan Kapolri Irjen Pol Pujianto di Jakarta.
Selain itu, instansi yang ikut menandatangani MoU itu, diantaranya, PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad, PT PAL, PT Krakatau Steel, PT Inti, PT Indo Tech, PT LEN dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kemhan berhasil menyatukan hati dan pikiran BUMNIP dan BUMBIS, serta instansi swasta dan pemerintah untuk melakukan kerja sama membangun industri pertahanan, sekaligus menguatkan pertahanan negara.
Namun demikian, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Fayakhun Andriadi menelisik, kebijakan Kemhan itu belum sepenuhnya didukung maupun diimplementasikan instansi pemerintah yang lain, termasuk TNI.
Salah satu contoh nyata, pengadaan alutsista TNI serta armada patroli instansi keamanan dalam negeri masih didatangkan dari luar negeri. Ketertarikan terhadap produksi industri pertahanan dalam negeri lebih kecil dibandingkan ketertarikan terhadap produksi industri pertahanan luar negeri.
"Tak senada antara kebijakan dan implementasi. Pada satu sisi membangkitkan revitalisasi industri pertahanan. Sedangkan, satu sisi lain masih ketergantungan dengan prodduksi luar," ujar dia. Alasan instansi pemerintah maupun lembaga pertahanan memesan produksi asing, karena industri dalam negeri belum mampu memproduksi alutsista atau armada yang dibutuhkan.
Dia memberi contoh kecil, seperti rencana retrofit 24 unit pesawat tempur jenis F-16 hasil hibah Amerika Serikat (AS) dan pengadaan kelengkapan tempur pesawat Sukhoi yang dibeli Indonesia dari Rusia. PT DI, sebagai industri pertahanan udara yang memiliki kemampuan untuk meretrofit maupun melengkapi alutsista Sukhoi, sama sekali belum diberi kesempatan untuk terlibat.
Dia mengakui, niat Kemhan untuk membangun kemandirian industri pertahanan dalam negeri serta membangun militer yang tanguh dan kuat patut diapresiasi.
Pengamat militer dan pertahanan dari Universitas Indonesia (UI), Andi Widjajanto meminta Indonesia melalui Kemhan, agar agresif dalam menciptakan Kolaborasi Industri Pertahanan ASEAN dengan tidak membiarkan negara tetangga mendominasi membuat perencanaan proposal. "Indonesia harus melakukan konsorsium dalam perencanaan kawasan industri pertahanan sehingga tidak didominasi, diantaranya Malaysia," kata dia.
Menurut dia, Indonesia dapat mengusulkan untuk memproduksi pesawat angkut dengan Airbus yang telah berjalan atau memproduksi peluncur rudal yang telah dikembangan oleh PT Pindad dan Perusahaan Belgia yang telah melakukan MoU.
Menteri Pertahanan yang juga Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), Purnomo Yusgiantoro mengatakan, penandatanganan kerja sama tersebut merupakan komitmen pemerintah bersama BUMNIP dan Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis untuk mempercepat pemberdayaan dan pengembangan industri pertahanan dalam negeri.
"Kerja sama itu juga merupakan bagian dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MPE3I) bidang pertahanan," katanya.
Paling dinantikan masyarakat Indonesia, pemerintah Indonesia melalui Kemhan melaukan kerja sama dengan Korea Selatan untuk membangun pesawat tempur super canggih, Korean Fighter X-periment (KFX) atau Indonesia Fighter X-Perimient (IFX) serta pembangunan kapal perang laut, yakni kapal tempur Perusak Kawal Rudal (PKR) jenis Sigma 10514 di PT PAL, dermaga Ujung, Surabaya. PKR merupakan tempur terbesar dan pertama di Indonesia dan kini sedang dalam tahap perampungan.
"Ini adalah salah satu langkah konkret dalam kerjasama dengan Korsel dalam pengadaan pesawat tempur bersama untuk segera diwujudkan pada masa ke depannya," jelas Purnomo.
Pemerintah Indonesia telah meminta PT PAL untuk mempercepat penyelesaian pembuatan kapal tempur yang lebih canggih dibanding kapal tempur milik Malaysia dan Singapura itu. Kapal PKR memiliki panjang 105 meter, berat 2400 ton, dilengkapi avionik-elektronik yang bisa digunakan untuk berbagai misi operasi peperangan, seperti elektronika, peperangan anti-udara, peperangan anti-kapal selam, peperangan anti-kapal permukaan dan bantuan tembakan kapal.
Kapal perang laut yang menelan biaya 220 juta US dolar dari APBN tersebut juga memiliki radar pendeteksi kapal selam dan pesawat udara. Tak hanya itu, Kapal tersebut juga memiliki persenjataan meriam kaliber 76-100 mm, dan kaliber 20-30 mm dan peluncur rudal ke udara serta senjata terpedo.
Kesejahteraan Personil
Dibalik kesuksesan melahirkan kebijakan pembangunan industri pertahanan, Kemhan relatif berhasil merumuskan kebijakan berorientasi pada perbaikan kesejahteraan prajurit TNI dan pegawai negeri sipil Kemhan.
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mohammad Syahfan Badri Sampurno mengungkapkan, DPR mendukung nilai anggaran Kemhan/TNI sebesar Rp 7,6 triliun untuk remunerasi atau tunjangan kinerja di lingkungan Kemhan/TNI. Remunerisasi itu membuka pintu untuk meningkatkan kinerja, profesionalitas, dan kesejahteraan anggota TNI dan pegawai Kemhan.
"Saya pribadi dan beberapa anggota Komisi I dari fraksi lain sangat mendukung anggaran Kemhan/TNI sebesar Rp 7,6 triliun untuk remunerasi. Kita berharap semoga remunerasi ini akan mampu meningkatkan kinerja, profesionalitas dan kesejahteraan TNI/Kemhan," ujar Syahfan.
Komisi I tetap akan memastikan dan terus mengawasi secara ketat agar anggaran remunerasi tersebut tetap berada pada koridor yang benar yaitu diperuntukkan bagi pegawai Kemhan dan anggota TNI bukan dialihkan ke program lain.
"Kita akan terus mengawasi dan memastikan bahwa Anggaran remunerasi Kemhan/TNI, tetap berada pada koridor yang benar dan tidak dialihkan ke program lain," pungkas dia.
Sumber : Suarakarya
0 komentar:
Posting Komentar