TEHRAN-(IDB) : Pesawat mata-mata tak berawak RQ-170 Sentinel disebut-sebut sebagai salah satu pesawat paling canggih Amerika Serikat. Dioperasikan oleh CIA, Sentinel seharusnya menjadi "mata di langit" yang tidak terdeteksi alias siluman. Namun, Iran berhasil "membajaknya" saat pesawat itu terlalu dalam masuk wilayah udaranya.
Brigadir Jenderal Amir-Ali Hajizadeh, kepala unit antariksa Garda Revolusi Iran, mengatakan Iran "menyadari betul informasi teknologi tak ternilai" yang bisa diperoleh dari pesawat itu.
Sebelumnya, pihak Pentagon mengatakan kekhawatiran mereka soal kemungkinan Iran mengambil informasi tentang teknologi tersebut.
Bukan hanya Iran yang bisa mempelajari kehebatan pesawat itu. Rusia dan China dilaporkan langsung meminta izin pemerintah Iran untuk melihat dari dekat aset intelijen paling canggih itu.
Pesawat dengan panjang 27,43 meter dan tinggi (di atas roda) 1,82 meter itu mulai dioperasikan pada 2009. Sentinel mampu mencegat komunikasi dan mengambil gambar. Berbeda dengan pesawat mata-mata tanpa awak lain yang dioperasi oleh CIA, seperti Predator dan Reaper, Sentinel tidak dilengkap senjata. Jadi satu-satunya tugasnya adalah pengintaian.
Jika Rusia dan China diizinkan memeriksa Sentinel, tujuan mereka bisa adalah untuk mengidentifikasi teknologi canggihnya, lalu menirunya.
Pakar pesawat tanpa awak dari Royal United Service Institute, Inggris, Elizabeth Quintana, berpendapat, ketertarikan China dan Rusia terutama pada kemampuan pesawat itu menghindari deteksi radar.
"Teknologi siluman" juga digunakan oleh pesawat-pesawat tempur "generasi kelima" milik angkatan udara AS, yakni F-22 Raptor.
"China dan Rusia berusaha menandingi jet-jet tempur generasi kelima AS. China sangat ingin meniru apapun teknologi AS dan mereka sudah melakukan sejumlah lompatan," kata Quintana kepada Daily Telegraph, Kamis (8/12/2011).
Mereka juga akan mempelajari sensor yang dimiliki RQ-170, yang bisa mengamati areal yang luas, tanpa terdeteksi di ketinggian 50.000 kaki. Kedua negara itu juga berfokus pada kemampuan "menguping" Sentinel dan sistem misi yang memungkinan pesawat itu dipandu dan dikendalikan.
Pada 2001, China berhasil menahan pesawat pengintai P-3 Orion yang digunakan angkatan laut AS. Pesawat itu jatuh akibat bertabrakan di udara. Dengan menguasainya, China berhasil membuat langkah-langkah antisipasi terhadap sistem pengamatan oleh Orion. AS pun terpaksa meningkat kemampuan semua armada Orion.
Quintana berpendapat, Amerika pasti khawatir dengan kemungkinan "hal sama terjadi" dengan Sentinel. Sudah menjadi "prosedur standard" bagi militer AS untuk mengambil kembali atau menghancurkan pesawat yang jatuh. Dalam kasus Sentinel, rupanya pesawat itu terlalu jauh memasuki Iran sehingga operasi itu tidak mungkin dilakukan.
Brigadir Jenderal Amir-Ali Hajizadeh, kepala unit antariksa Garda Revolusi Iran, mengatakan Iran "menyadari betul informasi teknologi tak ternilai" yang bisa diperoleh dari pesawat itu.
Sebelumnya, pihak Pentagon mengatakan kekhawatiran mereka soal kemungkinan Iran mengambil informasi tentang teknologi tersebut.
Bukan hanya Iran yang bisa mempelajari kehebatan pesawat itu. Rusia dan China dilaporkan langsung meminta izin pemerintah Iran untuk melihat dari dekat aset intelijen paling canggih itu.
Pesawat dengan panjang 27,43 meter dan tinggi (di atas roda) 1,82 meter itu mulai dioperasikan pada 2009. Sentinel mampu mencegat komunikasi dan mengambil gambar. Berbeda dengan pesawat mata-mata tanpa awak lain yang dioperasi oleh CIA, seperti Predator dan Reaper, Sentinel tidak dilengkap senjata. Jadi satu-satunya tugasnya adalah pengintaian.
Jika Rusia dan China diizinkan memeriksa Sentinel, tujuan mereka bisa adalah untuk mengidentifikasi teknologi canggihnya, lalu menirunya.
Pakar pesawat tanpa awak dari Royal United Service Institute, Inggris, Elizabeth Quintana, berpendapat, ketertarikan China dan Rusia terutama pada kemampuan pesawat itu menghindari deteksi radar.
"Teknologi siluman" juga digunakan oleh pesawat-pesawat tempur "generasi kelima" milik angkatan udara AS, yakni F-22 Raptor.
"China dan Rusia berusaha menandingi jet-jet tempur generasi kelima AS. China sangat ingin meniru apapun teknologi AS dan mereka sudah melakukan sejumlah lompatan," kata Quintana kepada Daily Telegraph, Kamis (8/12/2011).
Mereka juga akan mempelajari sensor yang dimiliki RQ-170, yang bisa mengamati areal yang luas, tanpa terdeteksi di ketinggian 50.000 kaki. Kedua negara itu juga berfokus pada kemampuan "menguping" Sentinel dan sistem misi yang memungkinan pesawat itu dipandu dan dikendalikan.
Pada 2001, China berhasil menahan pesawat pengintai P-3 Orion yang digunakan angkatan laut AS. Pesawat itu jatuh akibat bertabrakan di udara. Dengan menguasainya, China berhasil membuat langkah-langkah antisipasi terhadap sistem pengamatan oleh Orion. AS pun terpaksa meningkat kemampuan semua armada Orion.
Quintana berpendapat, Amerika pasti khawatir dengan kemungkinan "hal sama terjadi" dengan Sentinel. Sudah menjadi "prosedur standard" bagi militer AS untuk mengambil kembali atau menghancurkan pesawat yang jatuh. Dalam kasus Sentinel, rupanya pesawat itu terlalu jauh memasuki Iran sehingga operasi itu tidak mungkin dilakukan.
Sumber : Kompas
saya haqqul yakin seyakin-yakinnya INSYAALLAH indonesia melalui BPPT, PT DI, dan PT PINDAD dalam waktu dekat akan mampu membuat yang lebih canggih lagi daripada PUNA/ PERSAWAT NIRAWAK SENTINEL AMERIKA SERIKAT INI. AMIN YA ALLAH.
BalasHapus