JAKARTA-(IDB) : Parlemen Belanda menolak pemerintah mereka menjual tank Leopard, yang tak lagi dipakai, ke Indonesia. Alasannya, rekam jejak Indonesia dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) masih dipandang buruk. Belanda khawatir tank-tank buatan Jerman itu akan digunakan tentara Indonesia untuk menghadapi para demonstran.
Terlepas dari penolakan parlemen Belanda itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan keamanan dan hubungan luar negeri, Tubagus Hasanuddin, menyatakan bahwa pemerintah Republik Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit bila benar-benar berniat membeli tank-tank Leopard tersebut.
“Untuk beli 44 tank Leopard, butuh US$280 juta,” kata politisi PDIP itu. Tubagus mengatakan, Leopard memang tergolong tipe tank yang paling canggih, dengan kapasitas 62 ton. Namun kapasitas tank yang berat inilah yang membuat rencana pembelian tank tersebut kontroversial dan menjadi perdebatan di antara ahli-ahli sistem persenjentaan RI.
“Ini banyak dipersoalkan, karena kapasitas tank Leopard dianggap terlalu berat. Padahal, jalanan di Indonesia memiliki daya tahan dengan kapasitas rendah. Tank seberat 62 ton akan sulit bergerak di jalanan di Indonesia,” papar Tubagus kepada VIVAnews, Jumat 16 September 2011. Oleh karena itu, ia meminta rencana pemerintah untuk membeli tank tersebut dikaji ulang.
“Harus dicari solusi yang paling cocok,” ujar Tubagus. DPR sendiri, menurutnya, bahkan tidak tahu-menahu soal rencana pembelian tank Leopard ini. Ia mengatakan, hal tersebut belum pernah dibahas antara pemerintah dengan Komisi I DPR. “DPR tahunya, tiba-tiba pemerintah pilih beli Leopard dengan uang pinjaman luar negeri. Karenanya ini jadi perdebatan,” imbuh Tubagus.
Ia menjelaskan, pembelian Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) haruslah dengan persetujuan DPR. “Memang soal teknis itu urusan user (TNI), tapi menyangkut teknis harga dan pertimbangan politik, harus ada persetujuan DPR agar setiap rupiah yang dibelanjakan bisa dipertanggungjawabkan kepada rakyat, dan bermanfaat bagi rakyat,” kata dia.
Penolakan Belanda
Parlemen Belanda, Tweede Kamer, menolak menjual tank Leopard ke Indonesia, dengan alasan tidak ingin terlibat dalam pelanggaran HAM yang menurut mereka kerap terjadi di Indonesia. Mosi penolakan penjualan tank Leopard ke Indonesia, disampaikan oleh dua partai Belanda yang duduk di parlemen.
Kedua partai itu adalah Partai Kristen Demokrat (CDA) dan Partai Liberal Konservatif (VVD). Meski dua partai ini yang resmi menolak penjualan tank Leopard ke RI, sebetulnya penolakan awal justru muncul dari Partai Kiri Hijau (Groelinks). “Kita tahu mereka (RI) telah memporak-porandakan Aceh, Timor-Timur. Baru-baru ini juga terjadi kerusuhan di Papua,” kata Arjan El Fassed dari Partai Kiri Hijau, seperti dikutip Radio Nederland Siaran Indonesia, Rabu 14 Desember 2011 kemarin lusa.
Padahal, pemerintah Belanda lah yang meminta parlemen Belanda untuk menyetujui penjualan tank Leopard ke Indonesia. Minat Indonesia atas tank Leopard Belanda sebetulnya mendapat sambutan postif pemerintah Belanda, yang segera mengutus Menteri Pertahanan mereka, Hans Hillen, untuk menyampaikan hal tersebut kepada Tweede Kamer.
Kementerian Pertahanan Belanda ingin menjual tank-tank Leopard lama mereka kepada Indonesia, sebagai bagian dari langkah penghematan besar-besaran. Pasca penolakan Belanda, pengamat militer Indonesia Salim Said mengaku terkejut dengan keputusan Belanda itu. Menurutnya, keputusan itu berpotensi mengganggu hubungan bilateran kedua negara.
Apalagi, kata dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah membatalkan kunjungannya ke Belanda beberapa waktu lalu. “Pasti (penolakan penjualan tank itu) akan berdampak. Apalagi situasi papua sedang menghangat. Banyak kecurigaan dari Indonesia bahwa ada elemen-elemen Belanda yang masih bermain di Papua,” terang Said.
Terlepas dari penolakan parlemen Belanda itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan keamanan dan hubungan luar negeri, Tubagus Hasanuddin, menyatakan bahwa pemerintah Republik Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit bila benar-benar berniat membeli tank-tank Leopard tersebut.
“Untuk beli 44 tank Leopard, butuh US$280 juta,” kata politisi PDIP itu. Tubagus mengatakan, Leopard memang tergolong tipe tank yang paling canggih, dengan kapasitas 62 ton. Namun kapasitas tank yang berat inilah yang membuat rencana pembelian tank tersebut kontroversial dan menjadi perdebatan di antara ahli-ahli sistem persenjentaan RI.
“Ini banyak dipersoalkan, karena kapasitas tank Leopard dianggap terlalu berat. Padahal, jalanan di Indonesia memiliki daya tahan dengan kapasitas rendah. Tank seberat 62 ton akan sulit bergerak di jalanan di Indonesia,” papar Tubagus kepada VIVAnews, Jumat 16 September 2011. Oleh karena itu, ia meminta rencana pemerintah untuk membeli tank tersebut dikaji ulang.
“Harus dicari solusi yang paling cocok,” ujar Tubagus. DPR sendiri, menurutnya, bahkan tidak tahu-menahu soal rencana pembelian tank Leopard ini. Ia mengatakan, hal tersebut belum pernah dibahas antara pemerintah dengan Komisi I DPR. “DPR tahunya, tiba-tiba pemerintah pilih beli Leopard dengan uang pinjaman luar negeri. Karenanya ini jadi perdebatan,” imbuh Tubagus.
Ia menjelaskan, pembelian Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) haruslah dengan persetujuan DPR. “Memang soal teknis itu urusan user (TNI), tapi menyangkut teknis harga dan pertimbangan politik, harus ada persetujuan DPR agar setiap rupiah yang dibelanjakan bisa dipertanggungjawabkan kepada rakyat, dan bermanfaat bagi rakyat,” kata dia.
Penolakan Belanda
Parlemen Belanda, Tweede Kamer, menolak menjual tank Leopard ke Indonesia, dengan alasan tidak ingin terlibat dalam pelanggaran HAM yang menurut mereka kerap terjadi di Indonesia. Mosi penolakan penjualan tank Leopard ke Indonesia, disampaikan oleh dua partai Belanda yang duduk di parlemen.
Kedua partai itu adalah Partai Kristen Demokrat (CDA) dan Partai Liberal Konservatif (VVD). Meski dua partai ini yang resmi menolak penjualan tank Leopard ke RI, sebetulnya penolakan awal justru muncul dari Partai Kiri Hijau (Groelinks). “Kita tahu mereka (RI) telah memporak-porandakan Aceh, Timor-Timur. Baru-baru ini juga terjadi kerusuhan di Papua,” kata Arjan El Fassed dari Partai Kiri Hijau, seperti dikutip Radio Nederland Siaran Indonesia, Rabu 14 Desember 2011 kemarin lusa.
Padahal, pemerintah Belanda lah yang meminta parlemen Belanda untuk menyetujui penjualan tank Leopard ke Indonesia. Minat Indonesia atas tank Leopard Belanda sebetulnya mendapat sambutan postif pemerintah Belanda, yang segera mengutus Menteri Pertahanan mereka, Hans Hillen, untuk menyampaikan hal tersebut kepada Tweede Kamer.
Kementerian Pertahanan Belanda ingin menjual tank-tank Leopard lama mereka kepada Indonesia, sebagai bagian dari langkah penghematan besar-besaran. Pasca penolakan Belanda, pengamat militer Indonesia Salim Said mengaku terkejut dengan keputusan Belanda itu. Menurutnya, keputusan itu berpotensi mengganggu hubungan bilateran kedua negara.
Apalagi, kata dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah membatalkan kunjungannya ke Belanda beberapa waktu lalu. “Pasti (penolakan penjualan tank itu) akan berdampak. Apalagi situasi papua sedang menghangat. Banyak kecurigaan dari Indonesia bahwa ada elemen-elemen Belanda yang masih bermain di Papua,” terang Said.
Sumber : Vivanews
ndue wakil kok goblok...pernah selolah ga sih!
BalasHapus