NUSA DUA-(IDB) : Kesepakatan pengadaan pesawat tempur Indonesia dan Amerika dilakukan di sela-sela KTT ASEAN dan KTT Asia Timur, di Nusa Dua Bali.
Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan udaranya melalui regenerasi barang militer berlebih (Excess Defense Articles - EDA) milik angkatan udara AS, yaitu pesawat F-16 Block 25. Pengadaan pesawat tempur ini dilakukan melalui hibah yang disepakati pada Agustus 2011.
Sjafrie Sjamsuddin menjelaskan, “Yang perlu diketahui publik, bahwa F-16 itu ada dua solusi. Satu lewat hibah dan itu tanpa biaya. Kedua, dengan upgrade itu pakai biaya, dan itu biaya milik pemerintah Republik Indonesia, tidak pinjam (tidak menggunakan pinjaman). Tapi proses pengadaannya itu menggunakan perjanjian Government to Government, salah satunya melalui instrumen Foreign Military Sales. Instrumen ini yang menjadi instrumen pembiayaan dalam menyelesaikan upgrade F-16.”
Pemerintah Indonesia meminta 30 pesawat, berupa 24 pesawat F-16 Block 25 untuk diregenerasikan, serta empat pesawat F-16 Block 25, serta dua pesawat F-16 Block 15, untuk digunakan sebagai suku cadang.
Termasuk dalam hibah tersebut adalah permintaan akan 28 unit mesin Pratt and Whitney. Indonesia telah mengalokasikan dana untuk regenerasi 24 pesawat F-16 dan perbaikan 28 unit mesin tersebut. TNI Angkatan Udara sendiri saat ini memiliki 10 armada F-16 A/B Block 15.
Sjafrie menambahkan, pesawat F-16 itu akan melewati proses administrasi tingkat pemerintah. Pengadaannya akan dikendalikan oleh High Level Committee (Komite Tingkat Tinggi untuk pembelian alutsista) yang ia pimpin, sekaligus diawasi oleh BPKP dan KPK.
Departemen Pertahanan AS dan Kementerian Pertahanan RI saat ini sedang mempersiapkan surat penawaran dan penerimaan (Letter of Offer and Acceptance – LOA, untuk regenerasi 24 pesawat F-16 Block 25 sambil menunggu pengesahan akhir dari Kongres AS (Congressional Notification).
Di masa lalu, AS sempat menghentikan bantuan militernya akibat kerusuhan berdarah usai jajak pendapat di Timor Leste, tahun 1999. Hubungan itu kini sedang berupaya diperbaiki; namun tetap mengundang kritik dari aktivis HAM terkait dengan kekerasan di Papua belakangan ini. Seperti yang disampaikan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Haris Azhar, kepada VOA.
“Bantuan militer bisa diberikan kepada Indonesia asalkan pemerintah Indonesia menunjukkan akuntabilitas terhadap pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan militer terutama di masa lalu. Sampai hari ini tidak ada. Mana akuntabilitas itu?” tanya Haris Azhar.
KONTRAS juga menilai, hingga saat ini belum ada jaminan dari pemerintah Indonesia bahwa kekerasan di Papua akan berhenti secara permanen.
Sumber : Voanews
jagan kuliahi indonesia us masalah HAM,apa anda pikir anda tidak melakukan pelanggaran ham di Iraq,justru negara anda pelanggar ham terparah di dunia ini. kpd pmrinth jgn mau untuk di bodohi yg ke 2x oleh us rakyat indonesia tdk bodoh hanyah para elit politik saja yg bodoh kalau mau di bodohi untk yg ke 2 x
BalasHapus