Jumat, April 08, 2011
0
WASHINGTON-(IDB):Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama menolak permohonan pemimpin revolusi Libia Moamar Khadafy. Dia tetap pada pendiriannya bahwa Khadafy harus hengkang dari Libia guna mengakhiri krisis yang ada. Penolakan Obama itu disampaikan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, Kamis. 
Obama, seperti diungkapkan Hillary, menegaskan bahwa pemimpin Libia tersebut harus melakukan gencatan senjata, menarik pasukannya, dan pergi mengasingkan diri. Obama, Rabu, menerima surat tiga halaman dari Khadafy yang meminta untuk menghentikan serangan udara Barat terhadap pasukannya. 
  
"Khadafy tahu apa yang harus dia lakukan," ujar Hillary dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Italia Franco Frattini, Kamis. 
Hillary mengatakan, perlu ada gencatan senjata, pasukan Khadafy harus ditarik dari seluruh kota di mana telah terjadi tindak kejahatan dan banyak merenggut korban jiwa. Harus ada keputusan yang dibuat mengenai kemundurannya dari kekuasaan dan kepergiannya dari Libia. 
Khadafy mengirim surat permohonan kepada Obama saat pasukan oposisi didukung pasukan NATO berhasil mengambil alih kembali kota penghasil minyak, Brega, Misrata, dan Ajdabiya. 
Isinya, selain memohon AS berhenti menyerang negaranya, Khadafy pun berharap agar Obama sukses menang lagi pada pemilihan umum tahun depan. 
Menurut kantor berita AP, kantor dan rumah kepresidenan AS (Gedung Putih) membenarkan adanya surat Khadafy, Rabu waktu setempat. Namun, Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney mengatakan, ini bukan kali pertama Khadafy menyurati Obama. Pertama, dilakukan pada 19 Maret lalu, menjelang serangan udara koalisi ke Libia
Seperti surat sebelumnya, Khadafy kembali menyebut Obama sebagai "putra kami". Khadafy ingin mengingatkan Obama bahwa dia adalah anak Afrika karena ayahnya adalah orang Kenya dan Libia merupakan bagian dari Afrika. 
Secara terpisah, Wakil Menteri Luar Negeri Libia Khaled Kaim menuduh Inggris mengebom sebuah ladang minyak di Al-Sarir di tenggara Libia, Rabu. 
"Pengebom tempur Inggris menyerang ladang minyak Al-Sarir, membunuh tiga penjaga di tempat itu dan melukai beberapa orang lainnya yang sedang bekerja di ladang minyak tersebut," kata Kaim. 
Serangan udara itu merusak lokasi dan terutama pipa penyalur yang menghubungkan Al-Sarir ke Pelabuhan Tobruk, yang berada di bawah kendali oposisi. 
Sebuah kapal tanker bertolak dari Tobruk pada Rabu membawa pengiriman pertama minyak sejak pemerintah oposisi memenangkan pengakuan dari beberapa negara. 
Kapal tanker itu merapat sehari sebelumnya dalam rangka memuat kiriman minyak mentah Libia senilai 100 juta dolar AS untuk ekspor, yang pertama sejak serangan udara koalisi Barat dimulai pada 19 Maret dan dimaksudkan untuk membiayai perjuangan kelompok oposisi terhadap kekuatan tentara Khadafy. 
Libia sebelum serangan koalisi Barat, 19 Maret lalu, menyumbang sekitar 2 persen dari hasil minyak dunia. Tentara koalisi, Kamis, juga menyerang pertahanan tentara Khadafy di Ajdabiya. Namun, kubu oposisi di timur Libia mengatakan, serangan udara NATO mengenai pasukan mereka. 
Para dokter di Ajdabiya mengatakan, 13 pejuang oposisi tewas karena serangan yang mengenai tank pasukan oposisi. Seperti dilansir BBC, Kamis, telah terjadi kekacauan di pinggiran Kota Ajdabiya. Dikabarkan, pasukan oposisi menarik diri karena serangan udara NATO. 
Puluhan truk besar menarik kendaraan lapis baja dan peluncur roket milik pasukan oposisi menuju Kota Brega. Beberapa ambulans mengarah ke rumah sakit Ajdabiya setelah serangan NATO. 
Kubu Khadafy kemarin kembali terpukul dengan bertambahnya jumlah pembelot dari kalangan dalam pemimpin Libia itu. Mantan Menteri Energi Omar Fathi bi Shatwan dikabarkan melarikan diri ke Malta dari Kota Misrata, Kamis, dengan sebuah kapal pukat kecil.

Sumber: Suarakarya

0 komentar:

Posting Komentar