Pages

Kamis, Agustus 28, 2014

Panglima TNI Minta DPR Baru Tak Salah Langkah

JAKARTA-(IDB) : Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko hadir sebagai pemateri pada kegiatan Pembekalan dan Pemantapan Wawasan Kebangsaan bagi Anggota DPR RI periode 2014-2019 di Aula Gd. Dwi Warna Purwa Lemhannas RI, Rabu (27/8/2014).

Dalam materi yang diberi judul ‘Peran TNI Dalam Menjaga Kedaulatan dan Keutuhan NKRI’, Panglima TNI menjelaskan mengenai perbedaan ciri-ciri masyarakat di negara maju, dengan negara berkembang. Negara maju di huni oleh masyarakat yang memiliki kebutuhan tinggi akan prestasi, memiliki disiplin yang tinggi, mempunyai tanggung jawab pribadi, menyukai tantangan, serta keunggulan dalam pekerjaan.


Sedangkan pada masyarakat di negara berkembang memiliki ciri sensitif terhadap reaksi orang lain, anti kritik, juga mudah melakukan penyelewengan.


“Saya yakin anggota DPR RI termasuk ke dalam ciri-ciri masyarakat maju,” kata Panglima TNI.

Lebih lanjut Panglima TNI mengatakan bahwa potensi konflik di Indonesia adalah masalah Ideologi (degradasi pengamalan Pancasila sebagai ideologi bangsa, keinginan kelompok tertentu merubah Pancasila dengan ideologi lain); Politik (sengketa Pemilu, demokrasi transaksional); ekonomi (masalah hutang luar negeri, masalah BBM, defisit anggaran perdagangan bebas, pencucian uang); Sosial Budaya (kemiskinan, pengangguran meningkat kerusakan lingkungan hidup, korupsi, konflik SARA, wabah penyakit, narkoba, TKI ilegal); Hankam (separatisme, terorisme, masalah perbatasan kejahatan lintas negara).


Kegiatan pembekalan dan pemantapan yang diselenggarakan atas kerjasama Lemhannas RI dengan DPR RI ini, menurut Panglima TNI adalah momentum yang tepat untuk mendiskusikan berbagai permasalahan kebangsaan yang sedang dihadapi saat ini.


“Ini adalah momentum, anggota DPR bisa berkumpul di Lemhannas RI untuk membicarakan persoalan-persoalan demi kemajuan bangsa,” ungkap Panglima TNI.


Panglima TNI berulang kali mengingatkan supaya anggota DPR RI tidak salah langkah dalam membuat kebijakan. Kemacetan politik yang terjadi dapat dimunculkan, dapat pula dipecahkan oleh anggota DPR RI.


“Hati-hati, begitu salah membuat kebijakan akan banyak prajurit yang menjadi korban,” kata Jenderal TNI Dr. Moeldoko.


Jenderal Moeldoko juga mengimbau agar anggota DPR RI selalu memperhatikan situasi geopolitik di kawasan Asia Pasifik.


“Lingstra mohon dipahami sebaik-baiknya oleh rekan-rekan anggota DPR,” kata Panglima TNI.


Bertindak selaku moderator dalam kegiatan yang baru pertama kali diselenggarakan oleh Lemhannas RI ini adalah Deputi bidang Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Lemhannas RI, Laksda TNI Ir. Leonardi.



Sumber : Tribunnews

Drone QF-16 Latihan Target

WASHINGTON-(IDB) : US Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) mendorong potensi Drone QF-16 untuk mampu memberikan dukungan udara kepada pasukan dalam pertempuran masa depan, seperti General Atomics MQ-1 Predator dan MQ-9 Reaper yang lebih dahulu diterjunkan ke medan tempur


IHS Jane mengatakan pesawat tanpa awak QF-16 ideal untuk serangan ke wilayah musuh dan misi yang berbahaya “di mana Anda tidak ingin menempatkan pilot dalam situasi bahaya”.


Saat ini QF-16 dibatasi hanya untuk operasi di dua pangkalan AS, Tyndall Air Force Base, Florida dan White Sands (WSMR), New Mexico. Stasiun kontrol QF-16 di darat akan kehilangan kontak dengan pesawat, jika pesawat terbang di atas cakrawala atau melebihi batas yang ditentukan.

Tapi Boeing ingin meng-upgrade sistem kontrol untuk memberikan QF-16 agar bisa terbang seperti UAV lain. “Langkah pertama adalah, kita benar-benar ingin pesawat terbang ini bisa terbang lebih luas tidak harus terikat pada dua stasiun,” kata Cejas dari Boeing.


“Tidak ada alasan QF – 16 tidak bisa melakukan apa yang UAV saat ini lakukan”.

Kemampuan QF-16 adalah sama dengan F-16 yang menggunakan pilot, Boeing telah dikontrak oleh USAF untuk mengkonversi 126 F-16 ke versi QF-16 untuk uji coba. Kebutuhan jangka panjang pemerintah AS adalah 210 pesawat QF-16.

Liputan video :





Sumber : JKGR

Menhan : TNI AL Akan Diperkuat 48 Unit KCR

SURABAYA-(IDB) : Kementerian Pertahanan mencatat besaran kebutuhan ideal alat utama sistem senjata (Alutsista) untuk memperkuat keamanan perairan Indonesia sesuai rencana strategis mencapai 48 unit kapal, termasuk armada untuk perang.

"Dari puluhan kapal itu sebanyak 16 unit berupa kapal cepat rudal (KCR) 60 meter, 16 unit KCR 40 meter, dan 16 unit kapal patroli cepat," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro ditemui usai menerima kapal pesanan TNI AL yang kedua, KCR 60 M dengan nama KRI Tombak-629, di Dermaga PT PAL Indonesia, di Surabaya, Rabu.

Mengenai pembangunan 16 unit KCR tersebut, ungkap dia, membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Apalagi, sampai sekarang kapasitas produksi PT PAL Indonesia hanya tiga unit kapal per tahun.

"Total KCR yang kami pesan tergolong multi role karena dipersenjatai dengan rudal, meriam, dan software yang bisa digunakan untuk perang elektronik," ujarnya.

Sementara, jelas dia, desain kapal yang dilengkapi sistem multi role itu diyakini mampu bertempur dengan mengantisipasi serangan udara, laut, maupun darat.

"Bahkan terhadap perang warfare sekalipun," katanya.


Pada kesempatan serupa, KSAL Laksamana Marsetyo, menambahkan, pembangunan KCR 60 meter akan diserahkan ke PT PAL Indonesia sebagai Lead Integrator. Sementara, untuk KCR 40 meter nantinya akan dibangun di galangan kapal di Batam.

"Dengan demikian, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui peningkatan produksi galangan kapal nasional," katanya.

Di sisi lain, Direktur Utama PT PAL Indonesia, M Firmansyah Arifin, mengemukakan, terkait pembangunan satu unit KCR 60 m tersebut membutuhkan dana Rp125 miliar. Besaran tersebut hanya pembangunan fisik atau belum termasuk biaya persenjataannya.

"Kini KCR kedua pesanan TNI AL tersebut diberi nama KRI Tombak-629. Kapal itu dipesan di tempat kami dan hari ini diterima langsung Menhan, Purnomo Yusgiantoro," katanya.

Sebelumnya, lanjut dia, Kemenhan telah menerima kapal pertama pada 28 Mei lalu yang diberi nama KRI Sampari. Rencananya, kapal terakhir pesanan Kemenhan diserahkan pada September tahun 2014 dan sekarang masih dalam proses. 


Menhan : Pembangunan Kekuatan Pertahanan Agar Diteruskan

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro berharap pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden terpilih, Joko Widodo, bisa meneruskan program pembangunan kekuatan pertahanan negara.

"Lima tahun ini kita telah membangun kekuatan pertahanan yang signifikan, sehingga Indonesia menjadi negara besar dan disegani negara lain," kata Yusgiantoro, usai upacara penyerahan kapal cepat rudal, KRI Tombak-692, produksi PT PAL Indonesia kepada TNI AL, di Surabaya, Rabu.

Didampingi Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Marsetio, ia mengemukakan, pembangunan kekuatan pertahanan telah menjadi salah satu program prioritas pemerintahan Presiden Susilo Yudhoyono dalam lima tahun terakhir.

"Saya berharap program itu bisa diteruskan pemerintahan yang baru, karena masalah keamanan dan ekonomi selalu berjalan bersama-sama. Ekonomi bisa jalan kalau kita mendapatkan rasa aman, dan rasa aman bisa diciptakan kalau kita kuat, yakni TNI kuat dan Polri juga kuat," ujarnya.

Namun demikian, Yusgiantoro mengakui pembangunan kekuatan pertahanan dan pengadaan arsenal TNI sangat bergantung pada politik anggaran dari pemerintah.

"Selama lima tahun terakhir, politik anggaran sudah cukup baik. Sektor pertahanan mendapatkan alokasi anggaran lima kali lipat dibanding anggaran 1999-2004 dan tiga kali lipat dari anggaran 2004-2009," katanya. 

Dengan anggaran yang besar itu, lanjut dia, pemerintah bisa membangun kekuatan pertahanan TNI dengan signifikan, seperti pengadaan kapal perang, pesawat tempur dan tank tempur, serta alutsista lainnya.

Sementara itu, kapal cepat rudal (KCR) ukuran 60 meter, KRI Tombak-629, yang diserahkan kepada TNI AL itu kapal kedua produksi PT PAL Indonesia (Persero), dari total 16 unit yang rencananya dibangun di perusahaan galangan kapal tersebut.

"Kapal itu penting bagi negara ini mengingat perairan Indonesia sangat luas. Kami yakin keberadaan armada itu sekaligus mampu meningkatkan rasa bangga dan kemandirian bangsa," kata Menhan.

Selain 16 KCR, Kementerian Pertahanan juga menargetkan pembangunan 16 unit KCR ukuran 40 meter dan 16 unit kapal patroli cepat untuk mendukung kekuatan TNI AL. 





Sumber : Antara

Indonesia Australia Sepakat Selesaikan Masalah Mata-Mata

JAKARTA-(IDB) : Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa dan rekannya Menlu Australia Julie Bishop akan menandatangani dokumen kesepakatan itu di Bali pada hari Kamis, demikian pernyataan juru bicara presiden Teuku Faizasyah.

Berbagai laporan sebelumnya mengatakan penandatangangan itu awalnya diharapkan berlangsung hari Rabu, bersamaan dengan kunjungan Bishop ke Indonesia.

Indonesia menuntut kedua negara membuat kode etik setelah terungkap bahwa badan intelijen Australia menguping pembicaraan telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para menteri, bahkan ibu negara Ani Yudhoyono, pada tahun 2009.

“(Kesepakatan) Ini secara khusus menyatakan Australia dan Indonesia tidak akan menggunakan sumberdaya yang mereka punya, termasuk sumber intelijen, untuk merugikan kepentingan satu sama lain,” kata Bishop kepada ABC.

”Ini juga meletakkan dasar bagi kerjasama yang lebih besar diantara lembaga intelijen kami.”

Kegiatan mata-mata Australia atas Indonesia terungkap melalui dokumen-dokumen yang dibocorkan oleh Edward Snowden, bekas kontraktor di badan rahasia Amerika National Security Agency (NSA).

Indonesia menarik duta besar dari Canberra sebagai bentuk protes dan menghentikan kerjasama dalam bidang pertahanan, intelijen dan pembatasan penyelundupan manusia.




Sumber : DW

Oerlikon Skyshield TNI AU

JKGR-(IDB) : TNI AU ternyata memilih sistem pertahanan udara Oerlikon Skyshield mobile, untuk melindungi Pangkalan dan alutsista mereka.


Platform yang dipilih adalah truk 6×6 yang disuplai oleh PT Alam Indomesin Utama (AIU). Sederhana namun taktik, karena areal yang dipertahankan oleh TNI AU adalah teritorial dengan medan yang mulus, seperti hanggar maupun Pangkalan Udara. Untuk mengantisipasi jumlah yang belum sepadan dengan Pangkalan udara! Oerlikon Skyshield dipilih yang bersifat mobile, agar mudah di pindahin ke titik hot spot.

Pada perkembangannya,satuan brigade mekanis juga membutuhkan anti pertahanan udara seperti ini, yang akan efektif menghajar drone, rudal maupun helikopter.


Untuk itu FNSS Turki mengembangkan Oerlikon Skyshield dengan platform kendaraan lapis baja, yakni ACV-300.

Pada MEF I, Panser Anoa dikembangkan ke berbagai varian: APC, IFV, Ambulance dan recovery.


Pola ini bisa dilihat dan tampaknya akan diadopsi untuk Langkah Pindad selanjutnya, yakni membuat lapis baja dengan penggerak rantai. Tank medium Pindad itu sedang didisain bersama FNSS Turki, pembuat APC dan Tank ACV 300.


Diharapkan Pindad bisa memanfaatkan kerjasama itu, untuk membuat Oerlikon Skyshield platform tracked, yang nantinya akan dibutuhkan oleh TNI AD dan AU. Dengan demikian, produksi dari Tank Nasional pada MEF II dapat digenjot jumlahnya oleh Pindad.

Bukan hanya FNSS Turki, sejumlah produsen senjata dari negara lain juga mengadopsi sistem pertahanan udara Oerlikon Skyshield berbasis tank (rantai/ roda).




Sumber : JKGR

China Kembangkan Kapal Selam Super Cepat

BEIJING-(IDB) : Para ilmuwan di Harbin Institute of Technology, China, dikabarkan tengah membangun dan mengembangkan sebuah kapal selam super cepat. Dalam laporan yang ditulis media setempat, kapal selam ini diklaim bisa melaju hingga 4.500 Km/Jam.

Melansir Russia Today, Selasa (25/8/2014), menurut Profesor Li Fengchen, berdasarkan teori, kapal selam ini bisa menempuh perjalanan melintasi Samudera Pasifik hanya dalam waktu 100 menit. Sementara untuk perjalanan transatlantik dapat dilakukan dalam waktu kurang dari satu jam.

“Kami sudah mendapat kemanjuan dalam mengembangkan kapal selam ini. Namun, masih ada rintangan yang signifikan yang harus harus diatasi, seperti membuat kontrol kemudi yang tepat dan sebuah mesin cukup kuat untuk menyalakan seluruh operasi,” ucap Li.

Kapal selam ini rencananya dikembangkan untuk keperluan militer China. Tetapi Li menyatakan, di masa depan teknologi semacam ini mungkin akan juga digunakan dalam alat transportasi masal. “Teknologi ini bisa membuka pintu untuk transportasi air model baru,” kata Li.

Bila teknologi ini kelak benar-benar rampung, maka negara yang paling terancam adalah Amerika Serikat, yang merupakan salah satu rival China. Ancaman ini muncul karena, menurut Li untuk mencapai Amerika Serikat, secara teori kapal selam ini hanya membutuhkan waktu dua jam.




Sumber : Sindo

Mengapa Rusia Menggunakan 3 Jenis Jet Tempur Baru Yang Mirip?

MOSCOW-(IDB) : Angkatan Udara Rusia telah memperkenalkan tiga jet tempur baru. Bukan jet tempur siluman Sukhoi T-50 yang ramai dipublikasikan beberapa tahun belakangan, tapi tiga varian berbeda dari Flanker klasik Sukhoi Su-27. Ketiga varian jet tempur baru itu masih mengandalkan desain hasil rancang Biro Desain Sukhoi, hanya saja pembangunannya dilaksanakan oleh dua produsen jet tempur yang berbeda, yaitu KnAAPO dan Irkut.
 

Hal ini sebenarnya cukup aneh dan berpotensi pemborosan. Berbeda dengan Angkatan Udara AS yang hanya fokus membeli satu jenis pesawat tempur baru, yaitu F-35 Joint Strike Fighter. Angkatan Udara AS menginginkan sebanyak 1.763 unit F-35A untuk menggantikan sebagian besar jet tempur yang ada saat ini, yang dalam teorinya untuk meningkatkan efisiensi persenjataan.
 

Sebaliknya, Rusia membeli beberapa lusin jet tempur baru yang terdiri dari Su-30M2, Su-30SM dan Su-35S yang ketiganya masih berdasarkan desain dari Su-27 yang dikenal oleh NATO sebagai Flanker. Hingga saat ini Rusia belum menjelaskan maksud pembelian atau pengembangan varian-varian baru Sukhoi ini, namun analis menilai bahwa pembelian ini salah satunya dimaksudkan untuk menjaga keberlangsungan produksi kedua pabrik tersebut ditengah merosotnya ekspor jet tempur Rusia.



Rusia giat mengembangkan varian Sukhoi untuk memenuhi kebutuhan angkatan udaranya, yang mana saat ini sebagian besar terdiri dari pesawat dari tahun 1980-an. Namun karena pengembangan sang siluman T-50 selalu mendominasi berita utama, tanpa disadari pengenalan 3 jet tempur baru ini tenggelam.
 

Dari ketiganya, Su-30M2 adalah yang pertama yang bergabung dengan Angkatan Udara Rusia, yaitu pada akhir tahun 2012 untuk menjadi bagian dari Pangkalan Udara 6972 di Krymsk di wilayah selatan Krasnodar.
 

Tiga Su-30SM pertama tiba di Pangkalan Udara 6982 di Domna pada bulan November 2013. Pangkalan yang berbasis di Siberia ini memperoleh 10 Su-30SM hingga akhir tahun 2013. Pada tahun ini, 10 unit lagi dijadwalkan akan diterima untuk melengkapi satu resimen penuh.



Sementara itu, Februari lalu Su-35S operasional pertama mulai bergabung dengan 23rd Fighter Aviation Regiment di Pangkalan Udara 6883 di Dzemgi, di wilayah Khabarovsk  di timur jauh Rusia.
 
Su-30M2
 

Su-30M2 dinilai sebagai yang tercanggih dari seluruh varian Su-30. Jet ini merupakan turunan dari Su-30MKK multiperan yang dikembangkan untuk China oleh KnAAPO, yang berbasis di timur jauh Rusia.
 

Su-30MKK bisa dikatakan merupakan upgrade dari Su-30 interseptor dua kursi, meskipun tidak lebih canggih dari saingannya Su-30MK buatan Irkut. Su-30MKK mampu air refueling, avionik memberikannya kemampuan multiperan, namun tidak memiliki canard foreplanes dan thrust-vectoring control engines seperti halnya Su-30MK dari Irkut.



Setelah memperoleh banyak pesanan dari China - kemudian ditingkatkan lagi dengan kemampuan anti kapal - KnAAPO kemudian menjual turunan Su-30MK2 ke Vietnam, Indonesia, Venezuela, dan Uganda. Pengenal varian ekspor Su-30MKK/MK2 dan Su-30M2 dengan varian yang digunakan oleh Rusia terletak pada tailfin kembar datar di atasnya.



Moskow mulai membeli Su-30M2 pada musim panas 2009. Jet ini memiliki banyak kesamaan dengan Su-27SM3, jet tempur satu kursi buatan KnAAPO dengan avionik upgrade.
 

Kementerian Pertahanan Rusia memesan empat Su-30M2 bersama dengan 12 Su-27SM3, dan bisa diasumsikan bahwa sang dua kursi Su-30M2 dimaksudkan untuk mendukung saudara satu kursi mereka dalam urusan pelatihan tempur atau mungkin untuk misi yang kompleks. Order Rusia untuk Su-30M2 diketahui sebanyak 20 pesawat.
 
Su-30SM



Penampilannya juga sangat mirip dengan Su-30M2, Su-30SM adalah produk dari pabrik saingan KnAAPO yaitu Irkut Corporation, yang berbasis di Irkutsk di Siberia dan juga merupakan bagian dari United Aircraft Corporation yang mengkonsolidasikan seluruh pabrik pesawat Rusia.
Su-30SM tampaknya bisa kita lihat sebagai turunan Su-30MK versi Rusia, salah satu produk unggulan Irkut di pasar ekspor dengan menjualnya kepada India, Malaysia dan Aljazair.

 

Dibandingkan dengan Su-30MKK dari KnAAPO, Su-30MK memiliki proposisi yang lebih baik, tidak hanya menggabungkan tata letak aerodinamis yang lebih modern, tetapi juga pilihan untuk menggunakan avionik barat. Para pembeli bisa memilih avionik dari Rusia, Ukraina, Prancis, India atau bahkan Israel.


Keunggulan Su-30MK yang juga muncul pada Su-30SM Angkatan Udara Rusia lainnya adalah dua kursi, canard foreplanes dan thrust-vectoring engines, dan terkombinasi dengan fly-by-wire flight control system canggih. Berbeda dengan jet dari KnAAPO, Su-30MK dan Su-30SM yang dibangun Irkut memiliki tailfin yang khas.
 

Kementerian Pertahanan Rusia memesan Su-30SM pada Maret 2012. Dan pada bulan Desember di tahun yang sama menggandakan order menjadi dua kali lipat dari 30 pesawat. Laporan dari media-media Rusia menyebutkan bahwa 60 jet ini harus segera dikirimkan pada akhir 2015.
 

Laporan-laporan media pada Februari lalu menyebutkan bahwa Depertemen Pertahanan Rusia berencana untuk menandatangai kontrak tambahan senilai USD 2 miliar untuk pengiriman 40 unit Su-30SM lainnya. Menariknya, sebagian (tidak semua) pesawat-pesawat ini dikabarkan akan bisa beroperasi dengan Angkatan Laut Rusia, dengan pesawat pertama kemungkinan akan tiba sebelum akhir 2015.


Dibandingkan dengan Su-30MKI, sang "Rusianisasi" Su-30SM mengganti avionik India dan Israel dengan avionik Rusia sendiri. Namun, sebagian besar avionik asli Perancis temasuk head up display dan sistem digital tidak diganti.

 

Sementara Su-30M2 menggunakan radar N001V -evolusi dari radar standar Su-27-, Su-30SM menggunakan radar N011M Bars-R yang lebih canggih dengan passive electronically scanned array. Satu lagi yang bisa dibandingkan dengan Su-30MK adalah pada kursi ejeksi. Kursi ejeksi pilot Su-30SM lebih kuat mengatasi bobot pilot Rusia yang lebih berat.
 
Su-35S
 

Su-35 cukup berbeda dari varian Su-30. Ketika Su-30 merupakan keturunan konseptual dari Su-27 Soviet, tapi Su-35 mulai dikembangkan di awal 2000-an.



Untuk meningkatkan kemampuan tempur Su-35S, KnAAPO membuat airframe baru, dan meningkatan avionik dan mesin. Su-35 menggunakan mesin AL-41F1S dengan thrust vectoring, fly-by-wire system canggih, dan perlengkapan optronik baru, canard foreplanes dihilangkan, dan perbaikan pada sisi aerodinamis lainnya yang cukup untuk membuatnya menjadi pesawat super manuver.
Sementara Rusia masih belum memperkenalkan radar active electronically scanned array (AESA) baru - mungkin menunggu T-50 siap -  Su-35S menggunakan radar N135 Irbis.

 

Seperti halnya Su-30M2 dan Su-30SM Angkatan Udara Rusia, Su-35S awalnya juga ditujukan sebagai jet tempur ekspor. Beberapa tahun belakangan, media terus menghubungkan penjualan Su-35S kepada China, meskipun hingga kini belum ada kesepakatan yang ditandatangani.



Pada tahun 2009, Moskow melangkah sendiri dengan memesan Su-35S untuk angkatan udaranya. Hingga Februari, Moskow sudah menerima 22 unit Su-35. Pengiriman batch pertama 48 Su-35S kemungkinan akan rampung pada 2015 dilanjutkan dengan kemungkinan pesanan 48 unit lagi.
 

Dengan kemampuan dan peralatan yang canggih, mungkin Su-35S yang paling realistis untuk menjadi tulang punggung kekuatan tempur udara Rusia hingga Rusia cukup memiliki T-50. Su-35S mampu menggunakan rudal udara ke udara RVV-BD yang berjangkauan 200 kilometer. Su-35S juga membuktikan dirinya sebagai pengganti yang layak untuk interseptor MiG-31.
 
Teka-Teki Kekuatan Udara Rusia
 

Sebenarnya apa alasan Angkatan Udara Rusia menggunakan tiga varian baru Flanker? Jika dinilai, tentunya akan lebih efisien jika Rusia hanya fokus pada satu varian. Tapi kenyataan bahwa persaingan produksi tentang pabrik mana yang seharusnya mendapat order pesawat, mungkin inilah yang menjadi dilema Rusia. Selama varian Su-30 laris manis di pasar eskpor, memiliki dua pabrik (KnAAPO dan Irkut) tampaknya memang tidak akan menjadi masalah. Seperti halnya Su-30M2 yang dinilai sebagai yang paling berpotensi tumbuh di masa mendatang, selain karena kabar menyebutkan bahwa Rusia membeli Su-30M2 hanyalah karena airframe yang berlebih akibat batalnya penjualan kepada China.
 

Soal kecanggihan, Su-35 memang dapat diandalkan. Mengusung mesin yang lebih powerfull, radar superior, dan peralatan pertahanan diri canggih. Namun di sisi lain, ketimbang Su-35, Su-30SM lebih tersedia untuk pasar, murah dan memiliki keuntungan dua awak, yang cocok untuk misi tempur yang kompleks atau juga pelatihan.


Dan sekarang, penjualan jet tempur Rusia ke asing sedang cekak. Pembeli terbanyak seri Su-30 selama ini adalah India dan China, namun saat ini mereka sudah mampu membuat sendiri Su-30 dengan lisensi Rusia (tidak termasuk China yang memproduksi tanpa izin).
 

Malaysia juga dikabarkan telah memutuskan untuk sementara tidak menambah armada Su-30MKM guna memenuhi kebutuhan jet tempur multi perannya, juga sempat dikabarkan bahwa Malaysia lebih memilih opsi sewa pesawat. Yang dinilai cukup mungkin adalah Indonesia, yaitu Su-35 untuk menggantikan F-5.
 

Moskow memesan tiga jet berbeda lebih mungkin ditujukan untuk menopang keberlangsungan produksi pabrik KnAAPO dan Irkut. Dan bilamana Angkatan Udara Rusia mengoperasikan ketiganya tentu akan menarik minat pembeli.
 

Angkatan Udara Rusia memang sangat membutuhkan jet tempur baru yang banyak. Sedangkan program T-50 belum kunjung selesai, meskipun laporan-laporan media Rusia beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa pesawat siluman ini akan siap diproduksi pada tahun 2016.



Berbeda dengan F-35 Amerika, uji coba T-50 tidak dipublikasikan pada publik. Tapi beberapa waktu sempat bocor kabar (tidak diketahui juga kebenarannya) bahwa desain T-50 sedang dirombak secara signifikan. Jika memang kabar itu benar adanya, tentu jadwal operasional T-50 semakin jauh.
 

Juga dikabarkan, T-50 awalnya direncanakan untuk diserahkan kepada pusat uji terbang Angkatan Udara Akhtubinsk untuk evaluasi pada tahun ini, tapi kemudian tampaknya meleset ke tahun 2016 yang tentu menjadikannya belum akan siap diproduksi atau dioperasikan  oleh Angkatan Udara Rusia pada akhir tahun 2016.
 

Skenario terbaik T-50 adalah diproduksi sebanyak 60 untuk dari rentang tahun 2016 hingga 2020, tapi tampaknya sudah bakal meleset. Jika ini terjadi, Angkatan Udara Rusia tentu membutuhkan jet tempur baru sembari menunggu produksi dan kecukupan armada T-50.
 

Dari ratusan jet tempur garis depan Angkatan Udara Rusia, sebagian besar sudah berumur. Runtuhnya Uni Soviet dan dilanjutkan dengan krisis ekonomi telah menurunkan produksi jet-jet tempur Rusia. Baru dalam beberapa tahun terakhir ini Rusia memiliki sumber daya yang besar untuk membeli banyak jet tempur baru.

Sementara tiga Flanker baru ini merupakan kemajuan yang cukup besar dalam hal kemampuan dibandingkan Flanker pendahulu, pesanan Rusia saat ini masih belum sepenuhnya mencukupi kebutuhan Angkatan Udara Rusia. Bahkan dengan puluhan Su-30M2, Su-30SM dan Su-35S, armada tempur Rusia sebagian besar masih terdiri dari pesawat tua.
 

Jumlah MiG-29 juga semakin berkurang. Soal penjualan, versi terbaru MiG-29SMT juga ditolak oleh Aljazair. Petempur kelas berat MiG-31 dinilai memang masih sangat bisa diandalkan di garis depan, tapi mengingat jumlahnya yang sedikit dan upgrade MiG-31BM yang belum menunjukkan peningkatan kemampuan yang signifikan, tentu Rusia membutuhkan jet baru.
 

Dengan menguapnya rencana upgrade MiG-29 dan upgrade MiG-31 juga tampak tidak akan sesuai harapan (atau mungkin upgrade hanya ditujukan untuk menarik minat pembeli), mungkin inilah salah satu alasan Rusia mengoperasikan beberapa varian sukhoi baru untuk membela langit Rusia untuk jangka panjang.
 

Apakah Moskow akan terus membeli Su-30M2, Su-30SM, atau Su-35? Kita tidak tahu. Namun yang pasti, masa depan armada tempur udara Rusia sangat tergantung dari nasib proyek T-50. (War is Boring).



Sumber : Artileri