Pages

Senin, Agustus 18, 2014

X-47B UCAS Berhasil Mendarat Di Kapal Induk Bersama F/A-18

X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt


WASHINGTON-(IDB) : Robot mungkin menjadi masa depan perang, tapi untuk saat ini tampaknya para robot masih harus 'berbagi' medan perang dengan manusia atau kendaraan yang dioperasikan manusia. Sangat sulit untuk mendaratkan pesawat tempur tak berawak yang berbadan besar di dek kapal induk, risikonya bisa menabrak pesawat lain yang sedang parkir, jatuh ke laut, atau membuat celaka kru kapal induk dan kapal induk itu sendiri.



Tapi Juli tahun lalu, X-47B UCAS (Unmanned Combat Air System) Amerika Serikat menjadi pesawat tempur nir awak pertama yang berhasil lepas landas dan mendarat di kapal induk, meskipun pada saat pendaratannya segala sesuatu di dek kapal induk disingkirkan. Dan kemarin, Minggu 17 Agustus 2014, pertama kalinya juga dalam sejarah, X-47B melakukan lepas landas dan mendarat di kapal induk bersama dengan pesawat tempur berawak  F/A-18E Super Hornet.



Uji coba oleh US Navy kemarin dimulai di pagi hari di atas kapal induk USS Theodore Roosevelt dengan meluncurkan X-47B dan F/A-18. Setelah terbang selama delapan menit, X-47B kemudian mendarat, melipat sayapnya dan segera menyingkir dari area pendaratan agar F/A-18 bisa mendarat.



Sebenarnya misi uji coba kemarin tidak hanya itu, misinya adalah menerbangkan dua X-47B dari dek USS Theodore Roosevelt dengan jarak waktu lepas landas satu sama lain 90 detik. Demikian juga pada saat pendaratan, kedua X-47B harus mendarat dalam jarak waktu 90 detik satu sama lain. Dengan jarak waktu lepas landas hanya 90 detik, berarti X-47B kedua harus sudah siap di landasan dan berada sangat dekat di belakang X-47B pertama, dan harus berlindung di belakang tameng logam besar yang disebut dengan "jet blast deflectors," sebelum akhirnya maju untuk ditempatkan posisinya di ketapel peluncur di kapal induk. Begitu pula pada saat pendaratan, X-47B pertama harus segera melepaskan diri dari kabel arrestor dan menyingkit dari landasan secepat mungkin agar X-47B kedua bisa mendarat. Namun hingga artikel ini dibuat, belum ada konfirmasi selanjutnya apakah US Navy berhasil melakukannya.


Tempo lepas landas dan mendarat seperti itu akan diperlukan dalam misi yang membutuhkan banyak sumber daya dan kecepatan, yaitu menerbangkan armada tempur udara dengan cepat dan mendaratkan mereka kembali ketika sudah kehabisan bahan bakar atau mengisi ulang amunisi. Jika X-47B tidak mampu melakukannya dengan cepat, maka hanya akan memperlambat misi dan tentunya tidak dapat dioperasikan bersama pesawat tempur berawak pada saat situasi mendesak.



X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt

X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt

X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt

X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt


Inti 'goal' dari uji coba kemarin adalah untuk mengintegrasikan pesawat tempur tak berawak sesuai dengan apa yang biasa dilakukan pesawat-pesawat tempur berawak di kapal induk atau dengan kata lain untuk menghemat waktu pendaratan.



Kedua demonstrator X-47B UCAS yang digunakan dalam uji coba kemarin telah di-upgrade dengan perangkat lunak dan mekanisme baru yang memungkinkannya mampu melepaskan tailhook-nya dari kawat arrestor, melipat sayapnya, dan kemudian menyingkir dengan cepat dari landasan agar pesawat berikutnya bisa mendarat. Kedua demonstrator X-47B yang digunakan itu masih belum dilengkapi dengan JPALS (Joint Precision Approach and Landing System), sistem yang saat ini masih dikembangkan yang berfungsi untuk memandu pesawat berawak dan tak berawak di masa depan.



Sama-sama pesawat tak berawak dan sama-sama bisa membawa senjata, namun X-47B berbeda dengan drone tempur (seperti Predator). X-47B dibuat seukuran pesawat tempur, sedangkan drone lainnya jauh lebih kecil. Kasarnya, X-47B dikembangkan berdasarkan pesawat tempur, kemudian dibuat tidak berawak dan otonom, yang kemampuan tempurnya sama atau melebihi pesawat tempur berawak. 

X-47B juga disebut-sebut sebagai cikal bakal pesawat tempur generasi keenam. Sedangkan drone seperti Predator merupakan pengembangan lebih lanjut dari drone-drone kecil di masa lalu yang tidak bersenjata. Meskipun drone-drone AS sekarang sudah bisa membawa beberapa rudal atau senjata lainnya, namun senjata, jangkauan dan kemampuannya belum bisa dibandingkan dengan pesawat tempur berawak. Terlebih lagi drone seperti predator masih dikendalikan dari pangkalan alias tidak otonom.



Sumber : Artileri

PT. Pindad Kembangkan Senjata SS1 Marinir

BANDUNG-(IDB) : PT Pindad, terus berinovasi mengembangkan produknya. Saat ini, BUMN tersebut sedang menyiapkan senjata marinized SS1 yang disiapkan untuk marinir.

”Jadi senjata ini untuk medan berat seperti sungai,” ujar Dirut PT Pindad, Sudirman Said kepada Republika, Ahad petang (18/8).


Perlu diketahui, proses pelapisan khusus, menjadikan senjata SS1 Marinized tahan terhadap air laut atau tidak mudah berkarat. Bahkan, senjata tetap berfungsi setelah terendam lumpur atau pasir. Sentuhan warna yang elegan, membuat SS1 Marinized tampak lebih gagah.


Menurut Sudirman, untuk senjata tempur PT Pindad sedang menyelesaikan modifikasi (retrofit) tank AMX-13 milik TNI. Populasinya besar, sekitar 40 unit se- Indonesia. Untuk tahap pertama, PT Pindad akan menyerahkan 9 unit ke Dephan.  ”Kalau ini berhasil, bisa dapat tambahan,” katanya.


Sedangkan untuk SS1 Marinized, kata dia, ordernya belum ada. Karena, baru tahap perkembangan. Tapi, produk yang lain, banyak sekali. Misalnya, roket yang sifatnya development.


Dikatakan Sudirman, untuk tank, PT Pindada akan bekerja sama dengan Eropa. Karena, tank itu ada dua komponen. Yakni, komponen kendaraan dan turet ( untuk senjatanya). Secara kendaraan, PT Pindad cukup mapan karena memiliki pengalaman dalam memproduksi vanser.  ”Turet, akan kerja sama dengan perusahaan Perancis,” katanya.


Kalau kerja sama dengan Perancis, kata dia, mereka akan membangun pabrik di Indonesia. Jadi, nantinya PT Pindad bisa menyuplai ke partner Perancis. Misalnya, negara Arab. ”Kami sudah sertifikasi. Jadi secara industri kami memenuhi syarat menjadi pemasok mereka,” katanya.




Sumber : Republika

Industri Pertahanan Asing Berebut Investasi Di Indonesia

JAKARTA-(IDB) : Upaya mewujudkan kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) dengan menumbuhkan industri pertahanan dalam negeri terus dilakukan.

Keberadaan UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan diyakini telah membawa pengaruh besar terhadap kebangkitan industri pertahanan di Tanah Air.

Kepala Divisi Perencanaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Said Didu mengungkapkan, saat ini kemampuan industri pertahanan dalam negeri memang masih kalah dibandingkan luar negeri. Jika dibuat skala 0-10, maka dirinya memberikan nilai rata-rata industri pertahanan 5.

“Amerika Serikat itu 10, Rusia juga 10, Korea Selatan 8,” katanya di Jakarta, Minggu (17/8/2014).

Dia menuturkan, nilai akan semakin tinggi jika industri pertahanan mampu melakukan hal baru. Misalnya, untuk PT Dirgantara Indonesia bisa memproduksi pesawat tempur, PT PAL bisa menghasilkan kapal selam, dan PT Pindad bisa membuat senjata kaliber besar.

“Kendala kita ada di kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Kalau ini benar-benar disiapkan, 10-15 tahun lagi kita bisa,” tuturnya.

Saat ini, kata Said, banyak produsen pertahanan luar negeri yang tertarik untuk bekerja sama dengan industri pertahanan dalam negeri. Beberapa contoh yang telah melakukan kerja sama yaitu Airbus Military, dan perusahaan propelan dari Prancis.

“Dampak UU ini, industri pertahanan asing berebut untuk masuk,” beber dia.

Dia menambahkan, dalam UU Industri Pertahan tersebut telah mewajibkan untuk pengadaan alpalhankam semua harus berasal dari dalam negeri, kecuali yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.

Jika harus impor, maka harus memenuhi sejumlah persyaratan antara lain 85 persen nilai pengadaan harus bisa kembali ke dalam negeri dan dari 85 persen itu, 35 persen di antaranya berupa kandungan lokal dan offset yang bisa dimanfaatkan bagi pengembangan industri pertahanan dalam negeri. 




Sumber : Sindo

China Considers Buying Four Russian Amur-Class AIP Submarines

BEIJING-(IDB) : China reportedly signed two military sale frameworks with Moscow, of which Russia will jointly build four Amur-Class AIP submarines with China and sell them to the country while China will buy 24 Su-35 fighters from Russia, reports Sina's military news portal.

It is the first major military procurement China has made with Russia in 10 years, said the report. China needs submarines to counter threats from India's fleet and build a fleet to resist America's influence, said the Voice of Russia, the Russian government's international radio broadcasting service. A manager for a Russian national defense export company said Moscow and Beijing have been negotiating over submarine technologies. China has not revealed how many submarines it wants to buy and has not scheduled to sign a supply contract.

It is natural for India and China to show interest in Russia's Amur-Class submarines, said a retired Russian Navy general named Sivkov. The submarine is superior to the export version of China's 877 submarine and China would want the Amur-Class vessel since India has them. The Russian submarine can also effectively fight against American submarines and destroy Los Angeles and Virginia-class nuclear-powered submarines from long distances. Since it produces little noise underwater, American submarines cannot detect the its presence. The characteristic allow the submarine to make fire warning shots or destroy enemy ships effectively during real battles.

Although the Amur-Class submarine can attack multiple targets on land, it cannot carry an anti-guided missile system. China does not own any submarine-based anti-missile systems as of now.

India's defense ministry made emergency orders over concerns of the country's declining defense capabilities. India has skipped the bidding process and ordered two diesel-electric Amur-Class submarines 677 from Russia to enhance its sea combat capabilities.

Currently China owns 60-plus submarines while India has 14 with a leased Russian-made nuclear-powered submarine Nerpa since 2012. The vessel is superior to Chinese submarines since it produces far less noise, said Russian experts. He believes China will not wage a war against India now even though the Chinese fleet has greater combat power than India's. China considers its fleet as a force against America and does not feel threatened by India. 




Source : Wantchinatimes

TNI Dan TDRM Kerja Sama Tingkatkan Keamanan Perbatasan

NUNUKAN-(IDB) : Komando Daerah Militer (Kodam) VI/Mulawarman-Tentara Diraja Malaysia (TDRM) menjalin kerja sama meningkatkan keamanan perbatasan Indonesia-Malaysia.

Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) VI/Mulawarman Dicky Wainal Usman usai menjadi inspektur upacara peringatan detik-detik Proklamasi HUT ke-69 Kemerdekaan RI di Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Minggu, mengklaim telah bekerja sama dengan TDRM untuk meningkatkan keamanan di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.

"Kami (Kodam VI Mulawarman) telah bekerja sama dengan TDRM (Malaysia) untuk menjaga keamanan di wilayah perbatasan," katanya.

Terkait dengan adanya peristiwa penembakan di wilayah Malaysia yang belum diketahui penyebabnya itu, dia menegaskan, perlu melihat kasus tersebut pihak mana yang melakukan kesalahan.

Ia mengatakan, setiap pertemuan dengan pimpinan TDRM (Malaysia) selalu menyampaikan agar tidak sampai melukai hati warga negara Indonesia (WNI) yang berada di wilayah perbatasan kedua negara tersebut.

Soal kerja sama itu, kata dia , berjalan lancar melalui perwakilan masing-masing sehingga hubungan persaudaraan TNI AD dengan TDRM cukup baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Kita selalu membangun komunikasi antara TNI AD dengan TDRM melalui perwakilan masing-masing," ujar dia.

Berkaitan dengan adanya sejumlah patok perbatasan yang mengalami kerusakan dan hilang, Dicky Wainal Usman menegaskan, seringkali berkoordinasi dengan pemerintah Malaysia untuk bersama-sama memperbaikinya.

Berkat kerjasama yang baik antara TNI AD dengan TDRM, katanya, maka segala persoalan yang terjadi berkaitan dengan kepentingan keamanan kedua negara langsung ditindaklanjuti melalui diskusi dalam satu pertemuan.

"Jika ada permasalan atau perselisihan yang berkaitan dengan keamanan perbatasan dapat diketahui melalui satelit pengintai yang dimiliki, kata dia. 




Sumber : Antara

Kasdam Cenderawasih Pastikan OPM Manokwari Gabung NKRI

PAPUA-(IDB) : Kepala Staf Kodam XVII/Cenderawasih Brigjen Inf Hinsa Siburian memastikan ratusan orang pendukung kelompok Operasi Papua Merdeka (OPM) di Kampung Susmoruf, Distrik Ransiki, Kabupaten Manokwari Selatan, Papua Barat pada Sabtu (16/8) siang, menyatakan bergabung ke NKRI.

“Memang benar adanya penyerahan diri itu. Tidak ada yang direkayasa. Itu ada senjatanya dan ada foto-fotonya,” kata Hinsa di Jayapura, Minggu, ketika dikonfirmasi terkait keraguan pihak tertentu terhadap informasi bergabungnya kelompok OPM dalam jumlah banyak itu.


Ia mengatakan, bergabungnya ratusan OPM itu langsung diterima oleh Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Christian Zebua, yang disaksikan langsung Caretaker Bupati Manokwari Selatan Eko Budianto, Danrem 171/PVT Brigjen TNI Djoko Subandrio dan Asintel Kolonel Arh Imanuel Ginting.


Dalam acara penyerahan diri itu, pimpinan OPM Yance Mandacan, Niko Aiba, dan Sayori menyerahkan delapan pucuk senjata organik dan rakitan.


“Jadi yang benar itu ada 700 OPM yang tinggal di kampung dan di hutan disana yang menyerahkan diri. Senjatanya itu delapan pucuk, tiga diantaranya rakitan dengan rincian dua revolver dan enam laras panjang,” katanya.


Hinsa menyampaikan bahwa jika Yance, Niko dan Sayori merupakan kelompok OPM Kaswari I dan Kaswari II yang berjuang di hutan-hutan Manokwari, namun mereka merasa tidak ada perubahan sehingga menyatakan sikap untuk kembali kepangkuan NKRI guna mendapatkan sentuhan pembangunan di segala bidang.




Sumber : Antara

TLDM Perolehan Enam Buah Littoral Combat Ship (LCS)

KUALA LUMPUR-(IDB) : Seiring dengan Visi TLDM untuk menjadi sebuah Tentera Laut Bertaraf Dunia, Armada TLDM bakal dilengkapkan dengan enam buah LCS kelas Frigat yang mempunyai keupayaan peperangan empat dimensi.  
 
Kontrak perolehan ini ialah di antara Kerajaan dengan Boustead Naval Shipyard Sdn Bhd (BNS).  Perolehan ini juga adalah kesinambungan daripada perolehan enam buah New Generation Patrol Vessel (NGPV) daripada BNS sebelum ini. 
 
LCS akan dilengkapkan dengan peralatan dan sistem untuk peperangan 4 dimensi antaranya sistem Surface to Air Missile (SAM), Surface to Surface Missile (SSM), Medium Caliber Gun (MCG), Small Caliber Gun (SCG), Towed Array Sonar (TAS), Torpedo dan juga Decoy Launching System (DLS) yang canggih. 
 
Selain itu, LCS yang diperolehi ini mempunyai reka bentuk stealth yang moden dan bakal memenuhi keupayaan pertahanan abad ke-21. Perolehan ini akan turut mengukuhkan TLDM sebagai sebuah angkatan laut yang kredibel di rantau Asia Tenggara dan antarabangsa.




Sumber : MalaysiaNavy

RAPBN 2015, Nota Keuangan Dan Pertahanan

JAKARTA-(IDB) : Seperti biasanya, menjelang 17 Agustus, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato kenegaraan di hadapan anggota DPR-RI. Pidato ini berisikan perencanaan pembangunan untuk tahun selanjutnya (2015), yang tertuang dalam RAPBN 2015 serta Nota Keuangan 2015. Di bidang pertahanan, Kementrian Pertahanan mendapat jatah terbesar yaitu mencapai Rp 95 Trilyun.

Dari dokumen yang diperoleh ARC, dana sebanyak itu nantinya akan digunakan untuk  berbagai macam hal. Yang tertulis pasti dalam dokumen nota keuangan adalah dana diperuntukan untuk melanjutkan program MEF diantaranya pembelian Apache, Upgrade F-16 serta program KFX. Pembelian Apache sendiri menelan dana lebih dari 500 juta USD, dan kabarnya sebagian sudah dibayarkan.

Untuk program KFX, dalam dokumen rencana kerja pemerintah 2015, Pemerintah menganggarkan sebanyak Rp 1500 milyar atau Rp 1,5 Trilyun. Seperti diketahui, mulai saat ini program KFX sudah memasuki tahapan EMD. Lebih jauh proyeksi kedepannya Pemerintah juga sedah berancang-ancang dalam hal pendanaan di program ini. Bahkan proyeksi pendanaan dilakukan hingga tahun 2018 dengan jumlah yang terus meningkat setiap tahunnya.

Selain itu, dalam nota keuangan juga tercantum dana penyertaan modal negara (PMN) bagi sejumlah BUMN. Dalam hal pertahanan, PT. PAL mendapat suntikan cukup besar yaitu mencapai Rp 1500 Milyar alias Rp 1,5 Trilyun. Dana ini tak lain tak bukan digunakan untuk membangun sarana dan prasarana pembuatan kapal selam. Indonesia sendiri telah membeli 3 unit Kapal Selam dari Korsel, dimana 1 diantaranya nanti rencananya akan dibangun di PT.PAL Surabaya.




Sumber : ARC

Pindad Akan Luncurkan Panser Anoa Versi Terbaru

BANDUNG-(IDB) : Dimulai pada 1808 sebagai bengkel untuk pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan alat-alat perkakas senjata Belanda bernama Contructie Winkel (CW) di Surabaya, kini perusahaan yang berganti nama PT Pindad ini telah prestasi baik tingkat nasional hingga Internasional. Perusahaan di bawah naungan Kementerian BUMN ini telah membantu hasilkan alat utama sistem senjata (alutsista) bagi pertahanan negara.


Salah satunya kendaraan taktis (rantis) atau Panser Anoa 6×6 yang telah diproduksi sebanyak ratusan unit dan tersebar di Indonesia maupun negara lain. Kepuasaan pelanggan membuat rantis yang terdiri 5 varian yakni Armored Personnel Carrier (APC), Ambulance, Logistic, Recovery dan Remote Control Weapon System (RCWS) ini tidak pernah luput dari permintaan.

Karena kepercayaan tersebut, PT Pindad kembali meluncurkan varian baru. Panser ini menggunakan Kanon 20 mm dengan turret buatan industry pertahanan asal Jerman, Rheinmetall.


“Iya kita kerjasama dengan Rheimentall, karena selain dengan turret kanon sendiri yang sangat menjanjikan itu di munisinya. Nah munisinya sekalian, kita kerjasama. Mudah-mudahan minggu-minggu ini akan ditampilkan,” Ucap Direktur Ops Produk Hankam PT Pindad, Tri Hardjono di kantornya, Bandung, Jawa Barat, Minggu (17/08/2014).


Tri menjelaskan, kerjasama PT Pindad dengan Rheinmetall sudah dilakukan sejak lama. Panser Anoa tipe Kanon ini mengadopsi desain otomotif yang lebih baik dari varian sebelumnya.


“Kita sudah melakukan pengujian penembakan, sekarang sedang dilakukan perbaikan di sisi otomotifnya. Karena menggunakan suspensi sedikit baru dibandingkan versi sebelumnya ini sedang dilakukan perbaikan di sistem kemampuan dan daya muat,” tambahnya.


Menurut Tri, ancaman perang saat ini sudah berubah doktrinnya. Penggunaan senjata dengan daya jangkau lebih jauh menjadi trend ke depan. Untuk itu pihaknya melakukan pengembangan ke varian sebelumnya termasuk menambah peluru kendali pada Panser buatannya.


“Ini Anoa varian Kanon jadinya, Ada permintaan dari user terutama di Infanteri mekanik itu harapannya dilengkapi dengan Kanon di atas 20 mm. Saya juga bicara dengan pengguna, dia mengatakan sekarang musuh datang dari cukup jauh, artinya kita harus bisa menembak dengan cukup jauh. Semua ditingkatkan harapannya infanteri juga punya daya tembak lebih jauh, kemudian arhanudnya juga demikian, jadi alat-alat perangnya harus diperbaiki,” jelas pria berkacamata ini.


“Sebenarnya sekarang itu, Kanon yang dimintain itu Kanon berkaliber kecil seperti 20, 30, 35 mm. Itu karena lebih ringan. Kemudian kendaraan lebih ringan. Di sebelahnya akan dipasangin rudal. Kalau nembak kendaraan besar ya pakai rudal,” ucap Tri.


Dalam pengembangan ini, PT Pindad tidak sendiri. Selain menggandeng mitra dari luar negeri, sejumlah perusahaan Tanah Air baik negeri maupun swasta turut membantu mengembangkannya.


“Ini sudah menggunakan system automatic, yang mahal di sistem senjata adalah sistem penembakannya. Nah ini yang harus kita kuasai dan Pindad untuk sementara belum masuk di elektronik dan optiknya. Ini akan didukung oleh instansi lain seperti BPPT, PT Inti, PT Len, dll,” imbuh Tri.

Pindad Ekspansi Ke Brunei Darussalam

PT Pindad optimistis kerjasama peralatan militer akan berkembang pesat usai kunjungan putra mahkota Brunei Darussalam Jenderal Pangeran Muda Haji Al Muhtadee. Perusahaan senjata yang berada di bawah BUMN ini pun menyiapkan sejumlah alutsista untuk dipamerkan kepada Brunei.


Sejumlah alutsista yang akan dipamerkan antara lain kendaraan taktis, Panser Anoa 6X6 ini kembali diminati oleh militer Brunei Darussalam. Menurut Direktur Operasi Produk Pertahanan Keamanan (Hankam) PT Pindad, Tri Hardjono, kedatangan Putra Mahkota Brunei kemarin menjadikan alat utama sistem persenjataan (alutsista) buatan Pindad semakin dipercaya.


“Kerjasama antara kami dengan Brunei sudah lama. Kedatangan Putra Mahkota ke pabrik  membuat hubungan semakin dekat. Kami juga menawarkan dan menyampaikan informasi bahwa Anoa kami sudah dilengkapi dengan remote system. Mereka juga minta kemarin untuk anoa recovery,” ucap Tri di area PT Pindad, Minggu (17/08/2014).


Selama ini produk Pindad sudah menoreh prestasi salah satunya kejuaraan menembak tingkat Internasional seperti Autralian Skill at Arms Meeting (AASAM) dan ASEAN Armies Rifle Meet. Melalu prajurit TNI, Indonesia berhasil menang secara berturut-turut.


Pemerintah Brunei pun tertarik melakukan kerjasama dengan TNI dan dikirim sejumlah prajurit membantu militer negara tetangga tersebut. Keberhasilan ini juga berdampak baik kepada Pindad, karena senjata yang digunakan TNI dalam kompetisi merupakan asli karya anak bangsa.


“Untuk senjata ringan mereka minta yang bisa untuk lomba tembak. Ini yang untuk lomba seperti SS-2 V4 dan lain-lain. Mortir juga mereka butuhkan, seperti kaliber 80 mm,” tutur Tri.

Tri berharap, kerjasama dengan negara Brunei ini bisa menjadikan jalan sesuai visi Pindad yaitu menjadi produsen peralatan pertahanan dan keamanan terkemuka di Asia pada 2023. “Ekspansi” ke Brunei akan dimulai usai hari Kemerdekaan .


“Kami berharap ini jalan, tentunya di komoditi asean ini  saling melengkapi-lah untuk peralatan-peralatan militer di seluruh militer di Asia. Kemarin kami sudah bicara dengan bidang pertahanan Brunei yang berkompeten di sana dan rencana setelah hari kemerdekaan dan mudah-mudahan awal tahun depan sudah ada jawabannya,” harapnya.




Sumber : SCTV

Menhan : Wujudkan Pembangunan Pertahanan Menuju Postur Ideal

JAKARTA-(IDB) : Peayaan hari kemerdekaan merupakan refleksi terhadap perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Sejumlah tantangan dan ujian dalam pembangunan bangsa, telah dilalui bersama. Banyak keberhasilan pembangunan yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia selama kurun waktu kemerdekaan ini. Salah satu keberhasilan itu, terlihat pada aspek pembangunan pertahanan.

“Keberhasilan ditandai dengan kebangkitan dan penguatan industri pertahanan nasional dalam mendukung pemenuhan kebutuhan alutsista pertahanan. Peran industri pertahanan nasional harus terus didukung dan didayagunakan agar master plan-nya selalu sesuai dengan pembangunan kekuatan TNI, mulai dari pemenuhan kekuatan pokok TNI sampai pada perwujudan postur ideal,” kata Menhan Purnomo Yusgiantoro dalam sambutannya saat menjadi Inspektur Upacara Peringatan HUT ke-69 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, di Lapangan Setjen Kemhan, Jakarta, Minggu (17/8).

Menhan menjelaskan industri pertahanan nasional merupakan pilar utama suksesnya pertahanan dan secara umum sangat berguna bagi pembangunan Indonesia. Disamping itu, pembelian dan pengadaan alutsista untuk ketiga matra TNI terus dilakukan sebagai bagian dari moderisasi alutsista TNI.

Terpisah, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan, Brigjen TNI Sisriadi menyampaikan perkembangan modernisasi alat utama sistem persenjataan (Alutsista) prioritas TNI sebelum dan sesudah Oktober 2014 termasuk perkembangan industri pertahanan.

Menurut Sisriadi, modernisasi alutsista prioritas TNI khusus untuk Mabes TNI, TNI AD, TNI AL, dan TNI AU.

Sisriadi menjelaskan, Mabes TNI memiliki 75 unit kendaraan taktis (Rantis) sebelum Oktober 2014 dan ditargetkan 590 unit sesudah Oktober 2014. Mabes TNI juga mengadakan Alutsista sebanyak 75 unit kendaraan angkut munisi 5 ton sebelum Oktober 2014 dan ditargetkan 225 unit sesudah Oktober 2014.

Sisriadi juga menyampaikan perkembangan alutsista TNI AD. Menurutnya, sebelum Oktober 2014, TNI AD memiliki satu unit Heli serang dan direncanakan sebanyak 11 unit. Selanjutnya, sebelum Oktober 2014, TNI AD memiliki 6 unit Heli Angkut Bell dan 16 unit Heli Serbu serta senjata dan munisi. Selain itu, untuk kendaraan tempur (Ranpur) jenis MBT Leopard sebelum Oktober 2014 sebanyak 56 unit dan 124 unit sesudah Oktober 2014.

Sementara itu, Alutsista prioritas TNI AD yakni ME Armed 155 Howitzer Caesar buat Prancis sebanyak 4 unit sebelum Oktober 2014 dan 33 unit sesudah Oktober 2014; Rudal MLRS Astros II sebanyak 13 unit sebelum Oktober 2014 dan 25 unit sesudah Oktober 2014; Rudal Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) jenis VSHORAD Mistral buatan Prancis sebanyak 9 unit sebelum Oktober 2014 dan 127 unit sesudah Oktober 2014; dan Rudal Arhanud jenis Thales, UK produk luar negeri ditargetkan 111 unit sesudah Oktober 2014.

Sementara itu, alutsista TNI AL meliputi Tank Amfibi BMP-3F Sucad sudah diserahkan 37 unit pada tanggal 28 Desember 2013; Kapal Bantu Hidro Oceanografi sebanyak 2 unit yang akan diserahkan pada 11 Oktober 2015; Panser Amfibi BTR 4 sebanyak 5 unit sesudah Oktober 2014; MLRS Kal 122 MM buatan China sebanyak satu unit dan pengadaannya sesudah Oktober 2014; demikian juga satu unit MLM KRI KLS Korvet Tahap I yang dibuat di Inggris akan diserahkan pada 30 April 2016; satu unit MLM KRI KLS Korvet Tahap II yang dibuat di PT PAL Indonesia sebanyak satu unit. Sementara itu, 2 unit CN-235 MPA akan diproduksi di PT Dirgantara Indonesia sesudah Oktober 2014; Kapal Layar Latih asal Spanyol sebanyak satu unit sesudah Oktober 2014; Multi Role Light Frigates (MRLF) buatan Singapura saat ini sudah ada sebanyak 3 unit; dan Heli Aks+Sucad buatan PT DI sebanyak 11 unit sesudah Oktober 2014.

Untuk Alutsista TNI AU, lanjut Sisriadi, saat ini sudah ada 16 unit Pesawat Tempur T50i hasil kerja sama KAI dan Korea, 6 unit SU-30 MK2 dan DUK buatan Rusia; dan Heli Full Combat SAR Mission direncanakan 6 unit sesudah Oktober 2014.

TNI AU juga saat ini telah memiliki 7 unit Pesawat CN-295 hasil kerja sama PTDI dan Airbus Military, dan akan ditambah 2 unit sesudah Oktober 2014. Selanjutnya, saat ini telah ada 2 unit Oerlikon Contrabes AG buatan Swiss, dan ditambah 4 unit sesudah Oktober 2014.

Sisriadi menambahkan, program khusus Alutsista non bergerak direncanakan 8 unit setelah Oktober 2014 untuk jenis Heli Serang Apache AH-64E buatan Amerika Serikat. Selain itu, 6 unit hasil Up Grade pesawat F-16, saat ini berjumlah 6 unit dan direncanakan 18 unit sesudah Oktober 2014.

Sementara itu, dua unit Restorasi C-130 Hercules yang ada saat ini, akan ditambah 2 unit yakni pada Nopember 2014 dan Maret 2015.

Kemhan, lanjut Sisriadi, 3 unit Kapal Selam Diesel Electric Klas DSME 209 buatan Korea Selatan akan diserahkan kepada TNI AL pada Maret 2017, Oktober 2017 dan Desember 2018.

Alutsista non prioritas lainnya untuk TNI AL, adalah satu unit Kapal Perusak Kawal Rudak (PKR) buatan Belanda yang rencananya akan didatangkan pada Juni 2016 dan satu unit lagi pada bulan Juni 2018.

Sementara itu, TNI AU juga telah memiliki 4 unit Pesawat Super Tucano buatan Brazil dan 12 unit akan diserahkan minggu kedua bulan September 2014.

Dalam Renstra 2010-2014, Kemhan juga mendorong pengadaan Alutsista dalam negeri. Sebagai contoh, alutsista untuk TNI AD saat ini dalam proses produksi di PT Pindad yakni Retrofit AMX-13 termasuk 14 unit Panser APS 2 (6x6) yang juga sedang dalam proses pembuatan di PT Pindad.

Alutsista TNI AL yang diproduksi dari dalam negeri sebanyak 3 unit untuk jenis Platform KCR Type 40 diproduksi di PT Palindo Marine dan diserahkan ke TNI AL pada 15 Januari 2014. TNI AL juga akan mendatangkan alutsista produk dalam negeri yakni 2 unit Kapal Angkut Tank yang diproduksi PT Dok Perkapalan Kodja Bahari pada 9 September 2014 dan satu unit Kapal Tank produk PT Daya Radar Utama pada 2 September 2014.

Sedangkan TNI AU juga mendorong pengadaan alutsista produk dalam negeri, misalnya satu unit CN-235 produk PTDI yang ditargetkan selesai pada Desember 2015. “Kemhan terus mendorong pengadaan alutsista yang diproduksi dari dalam negeri,” kata Brigjen TNI Sisriadi.




Sumber : Jurnas

Nasib Pengadaan MBT Leopard Kedepan

Pengadaan Tank Leopard Harus Didukung Pemerintahan Baru.
 
JAKARTA-(IDB) : Kepala Puskom Publik Kementerian Pertahanan Brigjen Sisriadi kembali menegaskan, pengadaan MBT Leopard sudah melalui kajian yang tepat. Bahkan, kata dia, prosesnya sudah dibahas sejak belasan tahun lalu.

Tujuan TNI AD memiliki tank kelas berat juga karena negara tetangga telah memilikinya, meski dengan pabrikan berbeda. Namun, keinginan matra AD baru terwujud pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena anggaran tersedia.

Karena itu, Sisriadi menepis berbagai penilaian yang menyatakan pembelian MBT Leopard tidak tepat. Karena proses politik sudah selesai, dirinya berani mengklarifikasi masalah tersebut agar tidak ada informasi simpang siur di masyarakat.

"Jadi, Leopard tidak merusak jalan. Pernyataan saya ini jangan dikonfrontasi dengan presiden baru, yang mungkin ada pembisik. Pembelian tank kelas berat ini sudah dikaji Batalyon Kavaleri TNI AD sejak pangkat saya masih Letkol," kata Sisriadi dalam acara halalbihalal bersama wartawan di Jakarta, Minggu (17/8).

Menurutnya, karena sudah teken kontrak maka pemerintah baru harus menghormati keputusan Kemenhan. Pasalnya, pembelian yang sudah melalui tahap kerja sama dengan pemerintah Jerman tidak bisa seenaknya dibatalkan begitu saja, dengan alasan tidak cocok versi pemerintahan baru.

"Ini sudah kontrak, ada hukum, salah satu melanggar itu ada konsekuensinya. Pengadaan MBT ini sudah melalui simulasi, semuanya logis. Kalau ada wacana mau mengkaji, dari aspek apa? Kalau dinilai berat? Leopard ini ada roda rantai untuk meratakan beban tanah," ujar mantan kepala Dinas Penerangan AD itu.

Bagian Perencanaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Said Didu membenarkan jalan di Indonesia tidak akan rusak ketika dilintasi MBT Leopard.

Diakui, pernyataan Jokowi terkait Leopard kurang tepat. Pasalnya, ia sudah mengkaji sendiri dan menaikinya bahwa tank buatan Jerman tersebut memiliki daya beban ke tanah lebih ringan lantaran ditopang roda rantai yang lebar.

"Tidak merusak, saya sudah mencobanya. Saya yang memutuskan membeli di (pabrik) Rheinmetall. Ini perlu dibuka karena pilpres telah selesai. Singapura saja negara kecil punya Leopard, apa yang dikatakan presiden kurang paham," kata mantan sekretaris BUMN tersebut.

Nilai proyek pengadaan MBT Leopard sebesar US$ 280. Setelah melalui proses diplomasi dan perundingan, akhirnya pihak Rheinmetall menyetujui untuk membuatkan MBT Leopard 2A4 RI sebanyak 124 unit.

Sebanyak dua unit MBT Leopard dan dua unit tank Marder telah diserahkan pada 22 September 2013. Sebanyak 26 unit MBT 2A4 plus 26 unit tank Marder rencananya datang pada pekan pertama September mendatang. Sisanya, akan datang bergelombang pada 2015 dan 2016. 

Kontrak Pembelian Tank Leopard Sudah DisepakatiKementerian Pertahanan mengatakan, secara hukum kontrak pembelian main battle tank (MBT) Leopard sudah disepakati antara kedua belah pihak. Dia pun mempertanyakan pihak-pihak yang ingin mengkaji kembali kontrak pembelian tank yang didatangkan dari Jerman tersebut.

"Kalau ada yang mau mengkaji ulang, maka berarti mencoba melanggar (kontrak). Kalau mau mengkaji memang dari aspek apa?" kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhan, Brigjen TNI Sisriadi di Jakarta, Sabtu (17/8/2014).

Dia mengatakan, proses pengadaan alat sistem utama persenjataan (alutsista) dilakukan melalui pendekatan bottom up dan top down. Pendekatan bottom up, kata Sisriadi, pihaknya melibatkan pengguna (user) yang paling bawah yang akan menggunakan tank berat.

"Dalam konteks Leopard adalah komando persenjataan kavaleri. Mereka yang lahir dan besar bersama tank," kata dia.

Sisriadi mengatakan, pentingnya memiliki tank berat sebenarnya menjadi isu yang sudah lama. Dia mengaku saat dirinya masih berpangkat letkol pada 2004, isu mengenai tersebut sudah beredar.

"Tapi saat itu belum bicara merek lho ya, sekarang kan mereknya sudah ada yaitu Leopard. Tapi memang Indonesia butuh MBT," ucap dia.

Sementara itu, Sisriadi mengatakan pendekatan top down sebelum memutuskan membeli tank Leopard juga sudah dipenuhi. Hal-hal tersebut termasuk anggaran dan aspek politik yang dibahas dengan lembaga terkait.

"Jadi kalau ada yang bilang ambles itu ya sudah dibahas para letnan-letnan itu. Leopard yang kita beli itu kan dipasang roda rantai untuk meratakan beban pada tanah," terang dia.

"Setelah saya hitung, tekanan gandar mobil Avanza itu besarnya 67 newton/cm per segi, Leopard cuma 0,7 newton/cm per segi. Jadi Avanza bahkan lebih merusak (jalan) daripada Leopard," kata Sisriadi. 

Indonesia Pusat Perbaikan Tank Leopard Pengadaan lebih dari 100 tank tempur utama (main battle tank/MBT) Leopard dari Jerman membawa angin segar bagi industri pertahanan Tanah Air, khususnya PT Pindad. Gara-gara Indonesia memborong tank canggih tersebut, PT Pindad akan menjadi pusat perawatan Leopard untuk kawasan Asia Pasifik.

Kepala Divisi Perencanaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Said Didu membeberkan, tank tempur utama Leopard yang dibeli Indonesia memiliki spesifikasi khusus yang telah disesuaikan dengan kondisi alam Indonesia. Jumlah yang akan dibeli mencapai lebih dari 100 unit.

Banyaknya jumlah yang akan dibeli ini membuat Indonesia memiliki nilai tawar tinggi terkait dengan upaya kerja sama yang lebih luas dengan Jerman. “Disepakati nanti perbaikan Leopard untuk wilayah Asia Pasifik itu dilakukan di PT Pindad, karena kita membeli besar,” terang, Said di Jakarta, Minggu (17/8/2014).

Keputusan ini membatalkan rencana Jerman yang bakal membuka pusat perbaikan Leopard wilayah Asia Pasifik di Singapura. Seperti diketahui, Negara itu sudah lebih dulu dibandingkan Indonesia dalam mengoperasikan Leopard. “Mereka harus bicara empat jam untuk mengubah keputusan menutup di Singapura,” sebutnya.

Model kerja sama dalam pengadaan Leopard ini dinilai menguntungkan dibandingkan dengan pemerintah membuat sendiri MBT. Sebab, hingga saat ini PT Pindad belum memiliki kemampuan memadai untuk memproduksi tank kelas berat.




Sumber : Beritasatu

Pindad Incar Pengadaan Senjata Polisi Dan Polhutan

BANDUNG-(IDB) : Badan usaha milik negara bidang industri pertahanan, PT Pindad (Persero), ingin memaksimalkan penjualan produk dalam negeri dengan membidik pengadaan senjata untuk polisi dan polisi kehutanan (polhutan).

"Selain meningkatkan ke TNI, juga diharapkan dalam beberapa tahun ke depan bisa meningkatkan penjualan ke Polri dan polisi kehutanan," kata Direktur Utama PT Pindad Sudirman Said di Bandung, Minggu.

Menurut Sudirman, berdasarkan hasil penjajakan pasar yang sudah dilakukan, kebutuhan senjata polhutan cukup besar dan dia optimistis perusahaannya mampu memenuhi kebutuhan senjata polhutan.

"Kebutuhan senjata bagi polhutan masih tinggi, kami berharap dalam beberapa waktu ke depan peremajaan dan penambahan senjata di institusi itu terus meningkat," katanya.

Selain itu Pindad juga ingin meningkatkan penjualan senjata, amunisi, dan kendaraan taktis (rantis) Anoa maupun Komodo ke Kepolisian RI (Polri).

"Kebutuhan persenjataan Polri masih cukup tinggi, terutama senjata genggam maupun laras panjang, termasuk juga kendaraan taktis," katanya.

"Selain memenuhi pesanan senjata dan kendaraan taktis, Pindad juga saat ini mengerjakan proyek Tank AMX-13 Retrofit bagi sejumlah tank. Masih cukup banyak tank jenis itu yang akan dilakukan retrofit," katanya.




Sumber : Antara

Tidak Perlu Impor, Indonesia Sudah Bisa Buat

JAKARTA-(IDB) : Presiden terpilih Joko Widodo berniat mendatangkan drone atau pesawat terbang tanpa awak dari luar negeri. Namun, Kepala Staf Perencanaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), M Said Didu menilai rencana tersebut lebih baik dibatalkan karena industri dalam negeri, PT Dirgantara Indonesia bisa membuatnya.

"Drone yang diinginkan Jokowi itu kan hanya pesawat untuk memantau. Itu mudah. Indonesia bisa membikinnya. Jadi, sebetulnya tidak perlu impor dari luar," kata Said.

Menurut Said, drone itu bukan pesawat yang begitu dahsyat. Universitas dalam negeri pun bisa melakukan riset-riset untuk pengembangan drone tersebut.

"Drone itu kan gampang. Itu orang-orang saja yang membesarkan dengan menyebut drone agar kelihatan keren, ibaratnya itu kan cuma pesawat mainan," ujarnya.

Yang penting, saat ini, lanjut Said, presiden baru nanti harus mengerti dengan pengembangan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang tengah dibangun dalam rancangan strategis jangka panjang. Melalui upaya ini, proses modernisasi alutsista dan pengembangan industri pertahanan negara semakin maju.

"Kalau pemimpinnya nanti adalah Jokowi-Jusuf Kalla, saya rasa Pak JK yang lebih siap dan cepat untuk melanjutkan program pertahanan ini," katanya.

Kepala Pusat Komunikasi (Kapuskom) Publik Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Sisriadi menyampaikan, pemerintah telah memutuskan untuk pengadaan pesawat terbang tanpa awak (PTTA) sebanyak satu skuadron atau 16 pesawat untuk TNI AU. Separuhnya diproduksi oleh PT DI.

"Jadi, kita pengadaan drone itu sebanyak 16 unit. Delapan buatan dalam negeri dan delapan lagi diimpor. Sekarang sudah empat drone Wulung. Dari PT DI dua unit dan dari Filipina dua unit," terangnya.

Kemenhan : Indonesia Sudah Punya Enam "Drone"

Kementerian Pertahanan (Kemenhan) meyakini industri pertahanan dalam negeri mampu membuat pesawat tanpa awak (drone) atau unmanned aerial vehicle (UAV) seperti yang disampaikan presiden terpilih Joko Widodo.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Sisriadi mengatakan, saat ini Kemenhan bahkan sudah memiliki program pengadaan pesawat tanpa awak.

"Sebenarnya kita sudah beli juga. Yang disampaikan (Jokowi) itu sudah ada. Juga kita punya program pengadaan pesawat tebang tanpa awak," kata Sisriadi di Jakarta, Minggu (17/8/2014).

Sisriadi menjelaskan, saat ini Kemenhan sudah memiliki empat unit pesawat tanpa awak yang disebut Wulung. Program pembuatan pesawat itu, kata dia, merupakan kerja sama konsorsium antara Kemenhan, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), dan PT Dirgantara Indonesia.

Selain itu, Sisriadi menjelaskan, pihaknya juga mendatangkan dua pesawat tanpa awak dari Filipina. Rencananya pesawat tanpa awak dari dalam dan luar negeri itu akan digabungkan dalam satu skuadron atau 16 unit dengan komposisi 50:50.

"Jadi bukan kita diintervensi. Wong kita sudah laksanakan," kata jenderal bintang satu itu.

Sementara itu, Kepala Divisi Perencanaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Said Didu mengatakan, pesawat tanpa awak tidak memerlukan satelit seperti yang dikatakan beberapa pihak.

Dia meyakini bahwa sebenarnya Indonesia cukup mampu membuat pesawat tersebut tanpa perlu membeli dari luar negeri.




Sumber : Vivanews