WASHINGTON-(IDB) : Robot mungkin menjadi masa depan perang, tapi untuk saat ini tampaknya
para robot masih harus 'berbagi' medan perang dengan manusia atau
kendaraan yang dioperasikan manusia. Sangat sulit untuk mendaratkan
pesawat tempur tak berawak yang berbadan besar di dek kapal induk,
risikonya bisa menabrak pesawat lain yang sedang parkir, jatuh ke laut,
atau membuat celaka kru kapal induk dan kapal induk itu sendiri.
Tapi Juli tahun lalu, X-47B UCAS (Unmanned Combat Air System)
Amerika Serikat menjadi pesawat tempur nir awak pertama yang berhasil
lepas landas dan mendarat di kapal induk, meskipun pada saat
pendaratannya segala sesuatu di dek kapal induk disingkirkan. Dan
kemarin, Minggu 17 Agustus 2014, pertama kalinya juga dalam sejarah,
X-47B melakukan lepas landas dan mendarat di kapal induk bersama dengan
pesawat tempur berawak F/A-18E Super Hornet.
Uji coba oleh US Navy kemarin dimulai di pagi hari di atas kapal induk
USS Theodore Roosevelt dengan meluncurkan X-47B dan F/A-18. Setelah
terbang selama delapan menit, X-47B kemudian mendarat, melipat sayapnya
dan
segera menyingkir dari area pendaratan agar F/A-18 bisa mendarat.
Sebenarnya misi uji coba kemarin tidak hanya itu, misinya adalah
menerbangkan dua X-47B dari dek USS Theodore Roosevelt dengan jarak
waktu lepas landas satu sama lain 90 detik. Demikian juga pada saat
pendaratan, kedua X-47B harus mendarat dalam jarak waktu 90 detik satu
sama lain. Dengan jarak waktu lepas landas hanya 90 detik, berarti X-47B
kedua harus sudah siap di landasan dan berada sangat dekat di belakang
X-47B pertama, dan harus berlindung di belakang tameng logam besar yang
disebut dengan "jet blast deflectors," sebelum akhirnya maju untuk
ditempatkan posisinya di ketapel peluncur di kapal induk. Begitu pula
pada saat pendaratan, X-47B pertama harus segera melepaskan diri dari
kabel arrestor dan menyingkit dari landasan secepat mungkin agar X-47B
kedua bisa mendarat. Namun hingga artikel ini dibuat, belum ada
konfirmasi selanjutnya apakah US Navy berhasil melakukannya.
Tempo lepas landas dan mendarat seperti itu akan diperlukan dalam misi yang membutuhkan banyak sumber daya dan kecepatan, yaitu menerbangkan armada tempur udara dengan cepat dan mendaratkan mereka kembali ketika sudah kehabisan bahan bakar atau mengisi ulang amunisi. Jika X-47B tidak mampu melakukannya dengan cepat, maka hanya akan memperlambat misi dan tentunya tidak dapat dioperasikan bersama pesawat tempur berawak pada saat situasi mendesak.
Inti 'goal' dari uji coba kemarin adalah untuk mengintegrasikan pesawat
tempur tak berawak sesuai dengan apa yang biasa dilakukan
pesawat-pesawat tempur berawak di kapal induk atau dengan kata lain
untuk menghemat waktu pendaratan.
Kedua demonstrator X-47B UCAS yang digunakan dalam uji coba kemarin
telah di-upgrade dengan perangkat lunak dan mekanisme baru yang
memungkinkannya mampu melepaskan tailhook-nya dari kawat arrestor,
melipat sayapnya, dan kemudian menyingkir dengan cepat dari landasan
agar pesawat berikutnya bisa mendarat. Kedua demonstrator X-47B yang
digunakan itu masih belum dilengkapi dengan JPALS (Joint Precision
Approach and Landing System), sistem yang saat ini masih dikembangkan
yang berfungsi untuk memandu pesawat berawak dan tak berawak di masa
depan.
Sama-sama pesawat tak berawak dan sama-sama bisa membawa senjata, namun
X-47B berbeda dengan drone tempur (seperti Predator). X-47B dibuat
seukuran pesawat tempur, sedangkan drone lainnya jauh lebih kecil.
Kasarnya, X-47B dikembangkan berdasarkan pesawat tempur, kemudian dibuat
tidak berawak dan otonom, yang kemampuan tempurnya sama atau melebihi
pesawat tempur berawak.
X-47B juga disebut-sebut sebagai cikal bakal pesawat tempur generasi keenam. Sedangkan drone seperti Predator merupakan pengembangan lebih lanjut dari drone-drone kecil di masa lalu yang tidak bersenjata. Meskipun drone-drone AS sekarang sudah bisa membawa beberapa rudal atau senjata lainnya, namun senjata, jangkauan dan kemampuannya belum bisa dibandingkan dengan pesawat tempur berawak. Terlebih lagi drone seperti predator masih dikendalikan dari pangkalan alias tidak otonom.
X-47B juga disebut-sebut sebagai cikal bakal pesawat tempur generasi keenam. Sedangkan drone seperti Predator merupakan pengembangan lebih lanjut dari drone-drone kecil di masa lalu yang tidak bersenjata. Meskipun drone-drone AS sekarang sudah bisa membawa beberapa rudal atau senjata lainnya, namun senjata, jangkauan dan kemampuannya belum bisa dibandingkan dengan pesawat tempur berawak. Terlebih lagi drone seperti predator masih dikendalikan dari pangkalan alias tidak otonom.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar