JKGR-(IDB) :Capres dan cawapres Indonesia yang akan dipilih dalam pemilu tanggal 9
Juli kemungkinan akan memperkuat kebijakan Jakarta mengenai klaim
wilayah Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan.
Baik Joko Widodo, gubernur Jakarta yang sedang unggul, atau Prabowo
Subianto, pengusaha sukses, politikus veteran dan letjen angkatan darat,
akan menghadapi tekanan yang semakin mendesak dari Angkatan Bersenjata
Indonesia [TNI]. Tekanan itu menyerukan agar bangsa Indonesia membuat
garis batas yang jelas terhadap serangan Tiongkok yang ditakuti atas
kedaulatan Indonesia di atas hamparan pulau-pulau kecil yang berpotensi
kaya energi di kawasan tersebut.
“Ketegangan baru di Laut Tiongkok Selatan menyebabkan kegelisahan di
antara sebagian kami di kawasan,” disampaikan Menteri Pertahanan
Indonesia, Purnomo Yusgiantoro kepada para pemimpin dunia dalam Dialog
Shangri-La di Singapura, tanggal 1 Juni. Acara ini diselenggarakan oleh
International Institute of Strategic Studies [IISS] di London.
Purnomo berupaya untuk menghindari permusuhan dengan Tiongkok secara terang-terangan.
“Modernisasi militer Indonesia tidak didasarkan pada musuh negara
tertentu,” katanya. “Modernisasi kami terutama merupakan program untuk
menjaga – membuat – angkatan bersenjata kami lebih profesional dan lebih
mampu untuk menanggulangi sejumlah ancaman keamanan non-tradisional.”
Namun demikian, “anggaran pertahanan kami telah tumbuh secara
signifikan dan kami bermaksud untuk terus memodernisasi angkatan
bersenjata kami untuk mencapai kemampuan yang diperlukan kekuatan
penting kami pada tahun 2020-an” dinyatakan Purnomo.
Suatu konsensus telah muncul di antara para pimpinan politik dan
militer di Jakarta, bahwa TNI harus secara drastis menata ulang angkatan
bersenjatanya untuk menghadapi berbagai macam tantangan di abad ke-21,
dari mereka yang harus ditanggulangi selama 67 tahun bangsa ini merdeka.
Bisa dikatakan, selama ini, TNI harus menanggulangi konflik internal
lokal maupun regional yang berkisar dari separatisme sampai bentrokan
besar antar etnis dan agama.
TNI Ingin Mampu Menanggapi Agresi Eksternal
Namun, sekarang TNI merencanakan kekuatan konvensional yang lebih
dahsyat, yang mampu menanggapi agresi eksternal secara cepat dan
efektif.
“Tiongkok yang sedang mengintensifkan langkah untuk menegaskan klaim
atas Laut Tiongkok Selatan telah memberikan dorongan segar bagi
Indonesia untuk membangun militer yang mampu mengerahkan kekuatannya
dengan lebih terfokus pada risiko eksternal,” dilaporkan Bloomberg News.
“Setelah bertahun-tahun berkonsentrasi pada ancaman separatis di
seluruh nusantara yang rentangnya bagai sejauh New York sampai Alaska,
Indonesia berencana mengerahkan helikopter serbu ke sejumlah pulaunya di
ujung selatan Laut Tiongkok Selatan, dan meluaskan kekuatan angkatan
lautnya,” tulis Bloomberg News. “Capres pemilu 9 Juli yang sedang
unggul, Joko Widodo, bermaksud meningkatkan pembelanjaan departemen
pertahanan hingga 1,5 persen sebagai bagian dari perekonomiannya, yang
merupakan terbesar di Asia Tenggara.”
Sebelumnya, pembelanjaan departemen pertahanan Indonesia masih di bawah 1 persen PDB-nya.
Di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama dua
masa pemilihan, Indonesia telah menyeimbangkan hubungan bidang keamanan
serta perekonomiannya dengan Amerika Serikat dan hubungan baik serta
peningkatan perdagangan dengan Tiongkok.
Pada tahun 2013, “hubungan dagang bilateral antara kedua negara
[Indonesia dan Tiongkok] berjumlah hingga $52,45 miliar, dan nilai ini
diperkirakan mencapai $80 miliar pada tahun 2015. Investasi langsung
Tiongkok di Indonesia mencapai jumlah $292,1 miliar [tahun 2013],
kenaikan yang dramatis dari $141 miliar [tahun 2012],” diberitakan
Jakarta Globe tanggal 28 Mei.
Anggota ASEAN Khawatir
Konflik teritorial yang terus meningkat antara Tiongkok dengan Jepang,
Filipina dan Vietnam, mengkhawatirkan Indonesia. Filipina dan Vietnam
merupakan beberapa dari 10 anggota kemitraannya di Perhimpunan
Bangsa-Bangsa Asia Tenggara [ASEAN].
Tiongkok terus mengalami jalan buntu dengan Vietnam setelah
mengirimkan peralatan pengeboran minyaknya Hai Yang Shi You 981 ke
perairan wilayah yang diklaim oleh Hanoi. Filipina telah menghabiskan
dua tahun terakhir menantang upaya Tiongkok untuk mengendalikan perairan
Scarborough Reef.
TNI “sedang mengembangkan sekitar 40 persen kekuatan dasar minimum,
atau MEF, sebelum tahun 2029, untuk menjaga wilayahnya, dengan
menambahkan tank, kapal selam, helikopter dan jet pemburu ke gudang
persenjataannya,” menurut pengamatan yang diberikan kepada mereka oleh
Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin. “Berdasarkan MEF,
pemerintah akan mengakuisisi 274 kapal angkatan laut, 10 skuadron
pemburu dan 12 kapal selam diesel-listrik baru,” tulis Bloomberg News.
“Indonesia memilih untuk tidak ikut campur dalam perselisihan negara
tetangganya dengan Tiongkok atas Laut Tiongkok Selatan, dan bukan
merupakan penuntut resmi atas daerah yang dipersengketakan. Tetapi,
dalam beberapa bulan belakangan ini, negeri ini berkata bahwa penafsiran
Tiongkok atas peta 9 garis putus-putus-nya – yang menjadi dasar untuk
klaim teritorialnya – kini menyusup ke dalam zona perekonomian eksklusif
Indonesia,” tulis Bloomberg News.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa telah memimpin
kekuatan moderat untuk menghindari konflik dengan Tiongkok, dan
mengupayakan resolusi perundingan yang damai atas semua konflik
teritorial di kawasan. Namun tetap saja, ia menyerukan pada bulan April,
mendesak Tiongkok untuk menjelaskan peta yang sudah diterbitkannya,
yang menyatukan tuntutan maksimalisnya di Laut Tiongkok Selatan.
Indonesia Memperkuat Hubungan Dengan A.S.
Posisi Indonesia yang lebih kuat juga mencerminkan frustrasi yang terus
meningkat di Jakarta atas kegagalan ASEAN sebagai suatu organisasi untuk
bersikap lebih tegas dan koheren terhadap agresi Tiongkok yang terus
meningkat di Laut Tiongkok Selatan. Seperti Filipina dan Vietnam,
Indonesia telah menanggapi dengan memperkuat hubungannya dengan Amerika
Serikat.
Ralph Winnie, kepala program Tiongkok di Eurasian Business Coalition,
mengatakan kepada Asia Pacific Defense Forum [APDF] bahwa reaksi ini
bertentangan dengan pertumbuhan perdagangan dan impor Tiongkok dari
kawasan itu.
“Tiongkok telah memperoleh banyak sekali keuntungan dari hubungan
perdagangan yang terus berkembang secara damai dan pesat dengan
Indonesia serta investasinya di sana,” katanya kepada APDF. “Pengaruh
Beijing telah meluas lebih besar daripada sebelumnya, tanpa menimbulkan
risiko konflik yang signifikan dengan Indonesia, Amerika Serikat, atau
bangsa lainnya di kawasan Asia Tenggara.”
“Tiongkok yang secara agresif memburu sumber daya energi di Laut
Tiongkok Selatan, dan mendukung berbagai kebijakan yang populer di
antara konstituen nasionalis di dalam negerinya, bertentangan dengan
kebijakan tradisional tersebut,” kata Winnie.
“Tiongkok tentu saja ingin mempertahankan hubungan baiknya saat ini
dengan Indonesia, dan meluaskan investasinya di sana, dan Jakarta
menunjukkan tanda-tanda yang menginginkan agar proses ini berlanjut,”
kata Winnie. “Tetapi, Tiongkok juga berkomitmen untuk menetapkan dirinya
sebagai kekuatan dunia yang besar.”
TNI mendukung retorikanya dengan peningkatan pengerahan militer di kawasan, dilaporkan APDF sebelumnya.
IHS Jane melaporkan pada bulan Maret bahwa Indonesia tengah
memodernisasi pangkalan udaranya di Ranai, Kepulauan Riau, yang
merupakan perbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan, dan meluaskannya
untuk mengoperasikan pesawat pemburu Sukhoi Su-27 dan Su-30 buatan
Rusia.
Apa pun hasil dari pemilu 9 Juli, pemenangnya akan memikul tugas
berat untuk meluaskan dan memodernisasi kekuatan TNI untuk membela
kedaulatannya atas 17.000 pulau negara ini yang terbentang luas, setara
dengan bentangan Amerika Serikat.
Apakah langkah yang seharusnya diambil Indonesia untuk menata kembali militernya?