JAKARTA-(IDB) : Telah dilaksanakan
penandatanganan Nota Kesepahaman antara Badan Litbang Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) dan BATAN tentang kerja sama penelitian dan
pengembangan di bidang energi dan sumber daya mineral dengan menggunakan
iptek nuklir, yang dilakukan oleh Kepala Balitbang ESDM, F.X.
Sutijastoto dan Sekretaris Utama BATAN, Falconi Margono dengan
disaksikan oleh wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo dan pejabat tinggi
dilingkungan Kementerian ESDM.
Ruang lingkup kerjasama antara kedua belah pihak meliputi tentang
teknologi minyak dan gas bumi, teknologi ketenagalistrikan, energi baru,
terbarukan dan konservasi energi,teknologi mineral dan batu bara,
geologi kelautan dan bidang-bidang lainnya yang disepakati antara para
pihak,Penandatanganan tersebut diadakan bertepatan dengan acara Rapat
Kerja Badan Litbang ESDM di Kantor LEMIGAS, Kebayoran Lama.
Pada
kesempatan yang sama juga dilaksanakan penandatangan Nota kesepahaman
antara Balitbang ESDM dan Perguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah. Dalam
sambutannya Wamen ESDM mengatakan bahwa kerja sama ini diharapkan dapat
mensinergikan litbang dasar dan terapan sehingga menghasilkan penelitian
yang mendukung terwujudnya keamanan pasokan energi, mengembangkan dan
pemanfaatan teknologi energi, mendorong berkembangnya industri dan jasa
energi dalam negeri untuk menjawab tantangan meningkatnya kebutuhan
energi domestik dan penurunan produksi minyak nasional.
Kepala Balitbang ESDM dalam sambutannya juga mengharapkan agar kerja
sama yang telah dilaksanakan ini akan banyak terobosan dalam rangka
meningkatkan ketahanan energi nasional dan peningkatan nilai tambah, dan
sebagai upaya agar semua hasil penelitian dan pengembangan di bidang
energi dan sumber daya mineral dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran bangsa dan Negara Indonesia.
Penjelasan BATAN mengenai Program Energi Nuklir
Masalah pro dan kontra rencana Pembangunan PLTN pada akhir-akhir ini
menjadi suatu topik hangat dalam pemberitaan surat kabar, terutama surat
kabar lokal di daerah Jawa Tengah. Dalam bulan ini telah terjadi
beberapa kali demo anti nuklir/pembangunan PLTN telah dilakukan di
Jepara, Kudus, Pati, dan bahkan di Jakarta. Beberapa kali diskusi juga
telah dilakukan di beberapa tempat di Jawa Tengah.
Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
memberikan penjelasan terkait dengan issue tersebut. Penjelasan ini
dibuat berdasarkan dasar ilmiah profesional sesuai dengan tugas, fungsi
dan wewenang dari BATAN selaku Lembaga Pemerintah yang mempunyai tugas
dan fungsi untuk: membuat kebijakan di bidang teknologi nuklir serta
sebagai lembaga promotor dan pelaksana Kegiatan Litbangyasa teknologi
nuklir di Indonesia.
Mengapa diperlukan penggunaan Energi Nuklir di Indonesia?
Energi nuklir diperlukan dalam mendukung terwujudnya keamanan
pasokan energi nasional jangka panjang (longterm energy security of
supply).
- Peran Energi Nuklir dalam pembangkitan listrik (diversifikasi, konservasi, dan pelestarian lingkungan)
- Penggunaan untuk non listrik
- Manfaat lain iptek nuklir dalam bidang energi
Persiapan yang sudah dilakukan selama ini?
Persiapan pembangunan PLTN di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun
1972. Kemajuan penyiapannya berjalan seiring dengan situasi nasional dan
internasional yang terkait dengan perkembangan kebijakan harga energi,
maupun juga situasi sosial ekonomi, politik yang ada di Indonesia.
Berbagai kecelakaan nuklir yang ada di dunia, terutama Three Miles
Island (1979), dan Chernobyl (1986) tentunya juga menjadi pertimbangan
dan mempengaruhi terhadap rencana pembangunan PLTN di Indonesia.
Studi CADES (Comprehensive Assessment for Different Energy Sources
for Electricity Generation) telah dilakukan pada tahun 2001-2002 oleh
tim yang terdiri dari BATAN, BPPT, DESDM/DJLPE/DJMIGAS, BAPEDAL, PLN,
BPS, LSM dan dibantu oleh tenaga ahli dan software dari IAEA.
Sasaran studi tahap pertama CADES adalah untuk memberikan dukungan dalam
perencanaan sektor energi dan listrik secara nasional dan membantu
proses pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan faktor-faktor
ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam studi ini juga dikaji dengan
pemberlakuan kebijakan lingkungan dalam kerangka melindungi atmofir
dengan memasukkan faktor pengurangan emisi C02 Sedangkan sasaran tahap
kedua adalah untuk memperoleh solusi optimal dalam energy mix jika
faktor kerusakan lingkungan (external cost,yaitu harga kompensasi yang
harus diberikan pada ongkos pembangkitan listrik sebagai akibat dampak
lingkungan yang ditimbulkan) dipertimbangkan dalam analisis penyediaan
energi jangka panjang.
Hasil studi tersebut telah disampaikan oleh IAEA (Diwakili oleh
Deputy Director General) kepada Pemerintah Indonesia c.q Presiden
Megawati Soekarnoputri pada tanggal 6 Agustus 2003. Hasil CADES juga
disampaikan oleh Kepala BATAN kepada Menteri ESDM dan merupakan salah
satu pertimbangan dan landasan dalam menyusun Blue Print energi. Dalam
kajian tersebut, dipergunakan harga energi pada tahun 2000 yaitu sekitar
US $ 25 per barrel. Dengan faktor-faktor pertimbangan lingkungan,
pengurangan C02 dan dengan eksternalitas, kajian ini menunjukkan bahwa
PLTN secara tekno-ekonomis layak untuk digunakan di jaringan
Jawa-Madura-Bali pada tahun 2016-2017. Hasil perhitungan external cost
untuk pembangkit listrik di Jawa adalah sebesar 0,270 sen/kWh untuk PLTU
Batubara, 0,078 sen/kWh untuk pembangkit gas dan 0,006 sen/kWh untuk
PLTN.
Kesiapan teknis telah dilakukan dengan menyiapkan program BATAN yang
seiring dan mendukung rencana tersebut. Penyiapan fasilitas penelitian,
program penelitian, dan pembinaan personil diarahkan untuk mendukung
program PLTN. Operasi dan perawatan reaktor di Bandung, pembangunan,
operasi dan perawatan reaktor Kartini di Yogyakarta, pembangunan dan
operasi Reaktor RSG-GAS di Serpong, serta disain reaktor Produksi Isotop
(tidak jadi dibangun) merupakan suatu bentuk penyiapan Nuclear
Engineers dalam penyiapan program PLTN.
Pemilihan
tapak (sites) dimana PLTN akan ditempatkan telah dilakukan melalui
serangkaian proses seleksi sesuai dengan ketentuan dan prosedur standar
yang dikeluarkan oleh Badan Tenaga Atom Internasional (International
Atomic Energy Agency). Dari 14 kandidat calon tapak, akhirnya setelah
melalui berbagai proses, dapat ditetapkan 3 calon tapak yang paling
baik.
Untuk selanjutnya, pada calon tapak yang terbaik (Ujung Lemah
Abang, Kab Jepara), dilakukan pemantauan terhadap berbagai parameter
tapak secara terus menerus. Hal ini diperlukan dalam rangka memenuhi
persyaratan perizinan dan sekaligus sebagai input dalam melakukan disain
PLTN yang cocok dan memenuhi peryaratan keselamatan sesuai kondisi
setempat.
Apakah SDM cukup untuk membangun dan mengoperasikan PLTN?
Sebelum lebih lanjut membicarakan masalah SDM untuk mendukung operasi
PLTN, perlu diinformasikan bahwa PLTN sebenarnya sama dengan Pembangkit
Listrik termal lainnya, hanya saja sumber panas dari PL termal sumber
panas berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (BBM, batubara, gas),
dalam hal PLTN pembangkit panasnya berasal dari reaksi nuklir. Sedangkan
pada bagian turbin lainnya adalah sama, baik itu untuk pembangkit
listrik termal maupun nuklir. Kalau toh terdapat perbedaan, terutama
hanya dari segi ukurannya. Pembangkit termal yang ada saat ini biasanya
dalam orde 600 MW sedangkan pada pembangkit nuklir dapat sampai 1.400 –
1.600 MW.
Mengingat bahwa pada PLTN terdapat bagian pembangkit uap nuklir/reaktor
nuklir yang berbahaya, maka pada bagian yang terkait ini dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan atau dikenal dengan sistem yang terkait
dengan keselamatan (safety related system). Pada seluruh bagian yang
terkait dengan keselamatan dikenakan sebagai subjek dari suatu jaminan
mutu nuklir (Nuclear Quality Assurance Program-OAP)dengan segala
persyaratan dan aturan yang terkait. Nuclear Quality Assurance
diberlakukan sejak saat disain, konstruksi, operasi dan perawatan dari
PLTN ini.
Persiapan penyediaan SDM PLTN sebetulnya sudah dimulai sejak awal
1980-an bersamaan dengan pembangunan RSG-GAS, yang saat itu sudah
direncanakan sebagai suatu persyaratan awal sebelum masuk ke Industri
Nuklir (baik untuk energi maupun non energi). Pembentukan Jurusan Teknik
Nuklir di Fakultas Teknik Nuklir UGM, Jurusan instrumentasi Nuklir dan
Proteksi Radiasi di bagian Fisika UI, serta Pendidikan Ahli Teknik
Nuklir (sekarang Sekolah Tinggi Teknik Nuklir) merupakan suatu bagian
besar penyiapan SDM untuk pembangunan dan operasi PLTN.
Namun dengan
adanya program PLTN yang tidak segera diputuskan, maka Jurusan Teknik
Nuklir di UGM saat ini sudah berubah dan diganti menjadi Teknik Fisika.
Jurusan Instrumentasi dan juga Jurusan Proteksi Radiasi dari Bagian
Fisika UI, secara formal sekarang sudah tidak ada lagi. Saat ini masih
terdapat kegiatan pendidikan tentang Iptek Nuklir di ITB sebagai bagian
dari Departemen Fisika ITB (S1, S2, S3) dan juga di UGM (S3), meskipun
peminatnya tidak banyak.
Tidak terhitung alumnus yang sudah dihasilkan dari program pendidikan
tersebut yang tidak tertampung atau merasa karirnya tidak berkembang
dan berubah profesi ke bidang lain. Sebagian lainnya masih berada di
lingkungan BATAN, Bapeten, Lembaga Pemerintah maupun swasta yang
bergerak di bidang industri nuklir (untuk industri, kesehatan, dsb).
Bilamana program PLTN segera diputuskan, rasanya tidak akan
ketinggalan kalau sekarang ini segera mengaktifkan program-program yang
pernah ada tersebut karena personil masih ada. Penyediaan SDM mempunyai
lead time sekitar 10 tahun dan dapat dikerjakan bersama dengan para
pemasok teknologi, sebagai bagian dari kontraknya. Bila program PLTN
diaktifkan lagi dan segera diputuskan, berarti juga kita sekaligus
melakukan preservasi terhadap nuclear knowledge dan know-how di
Indonesia, yang saat ini ada ditangan orang-orang yang mendekati umur
pensiunnya.
PLTN di dekat pemukiman, aspek keselamatan?
Aspek Keselamatan pada PLTN selalu menjadi pertanyaan semua orang.
Banyak pertanyaan terkait dengan masalah keselamatan dan kalau diberi
suatu keterangan bahwa keselamatan PLTN tinggi, mengapa tidak dibangun
di Jakarta. Atau dari sisi lain, mengapa PLTN tidak dibangun di pulau
terpencil dan listriknya saja disalurkan ke pusat beban?.
Keselamatan PLTN menjadi perhatian utama semua pihak yang tekait
dengan penyediaan jasa PLTN (desainer, konstruktor, operator, penyedia
bahan bakar, pihak maintenance, dll. termasuk juga pihak
pengawas/regulator). Disadari bahwa kecelakaan yang terjadi pada suatu
PLTN menjadi masalah bagi semua pihak industri nuklir global.
Kecelakaan
nuklir di PLTN TMI, Chernobyl, kecelakaan di pabrik bahan bakar di
Tokai-mura). Menghadapi kondisi seperti ini, maka industri nuklir maupun
organisasi yang terkait (WANO, dll) maupun organisasi resmi
internasional (IAEA, IEA-OECD) memberlakukan suatu standar keselamatan
yang harus diikuti oleh anggotanya. Badan Pengatur (Regulatory Body)
yang bertindak sebagai pemberi izin harus mengawasi (melalui inspeksi
dan berbagai kegiatan lain) sejak desain, operasi dan perawatannya.
Keselamatan PLTN
PLTN harus dibangun pada suatu tempat yang memenuhi syarat-syarat
bebas dari adanya berbagai fenomena alam yang dapat mengancamnya, atau
secara teknis dapat dihindarkannya. Misalnya harus bebas dari daerah
yang bebas dari kemungkinan bahaya alam (vulkanologi, tsunami, tornado,
dsb, dimana teknologi tidak dapat digunakan untuk mengatasinya), maupun
bahaya yang dibuat oleh manusia (dekat dengan lapangan terbang, dekat
dengan fasilitas militer yang mempunyai gudang amunisi, dll). Di samping
itu PLTN juga harus dibangun di suatu lokasi dimana terdapat suatu
jaringan listrik yang dapat memasok cadangan dan sekaligus menyalurkan
hasil listriknya dalam suatu batasan teknis tertentu.
PLTN sebagai suatu produk teknologi tentunya merupakan suatu hasil
optimasi antara aspek teknologi dan keekonomiannya. Dalam hal gempa
bumi, data gempa bumi baik dari sejarah kegempaan daerah tersebut,
maupun pengukuran gempa/percepatan tanah digunakan sebagai suatu
parameter input dalam menentukan desain keselamatan PLTN yang akan
dibangun. Intensitas gempa terbesar yang pernah terjadi dari sejarah
gempa seratus tahun, dikalikan dengan faktor keamanan tertentu, akan
dijadikan sebagai input untuk mendesain bahwa PLTN dan komponennya harus
tahan bila peristiwa tersebut terulang lagi.
Berbagai kondisi yang dapat terjadi, dijadikan sebagai suatu input
dalam disain keselamatan PLTN. Sistem keselamatan yang ada dibuat
berdasarkan dengan “inherent safety feature” maupun “engineered safety
feature”, yang akhirnya akan disimulasikan sebagai suatu sumber
kecelakaan yang dapat terjadi, dan bagaimana sistem keselamatan PLTN
tersebut dapat menahannya. Semua diskripsi sistem keselamatan dan
bagaimana sistem menangani masalah ini, dan juga bagaimana organisasi
pengelola PLTN menangani masalah ini harus dilaporkan dalam suatu
dokumen yang dinamakan dengan Prelimenary Safety Analysis Report (PSAR),
yang disyaratkan sebagai dokumen untuk memperoleh izin pembangunannya
(bersama dengan dokumen AMDAL).
PSAR harus dilengkapi dengan data pengujian kemampuan sistem
keselamatan yang sudah dibangun, dan laporan ini dituangkan dalam Safety
Analysis Report (SAR) dan harus diserahkan kepada Lembaga Perizinan
sebelum memperoleh Izin Commissioningl operasi sementara.
Untuk menjamin keselamatan PLTN, diterapkan tiga hal pokok: (1)
Penegakan peraturan dan pengawasan yang ketat oleh pengawas internal,
nasional dan internasional, (2) Penggunaan SDM operator yang handal,
tersertifikasi dan secara reguler disegarkan, dan (3) Pemanfaatan
teknologi yang proven (teruji) dengan sistem pertahanan berlapis
(defence-in-depth).
Masalah Limbah Radioaktif
Limbah radioaktif yang berasal dari kegiatan industri nuklir, dapat
digolongkan menjadi (menurut bentuk fisiknya) limbah padat, cair/semi
cair, dan gas. Fasilitas nuklir didisain untuk menangani masalah limbah
tersebut dengan sempurna, artinya bahwa sejak tahap disain, fasilitas
sudah harus menyiapkan diri untuk menangani limbah gas, cair/semi-cair,
dan gas. Hal ini harus dicantumkan dalam dokumen PSAR/SAR dan subjek
penilaian dalam penerbitan izin konstruksi.
Paparan (exposure) dari zat Radioaktif (termasuk di antaranya dari
penanganan limbah) merupakan subjek dari keselamatan nuklir yang
dijadikan items dalam inspeksi oleh lembaga keselamatan yang berwenang.
Bilamana ketentuan terhadap keselamatan tidak dipenuhi, pengusaha
fasilitas nuklir (dalam hal ini pemiliknya) dapat dikenakan tuntutan
pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dari aspek aktivitas dari
limbah, limbah radioaktif dapat dibedakan menjadi 3 kategori, limbah
umur pendek, menengah dan panjang. Identifikasi jenis limbah (sampai
dengan jenis radioaktif dan umurnya) dapat dilakukan dengan mudah, dan
berdasarkan identifikasi ini, limbah radioaktif ditangani sesuai standar
yang berlaku dan disesuaikan dengan jenisnya.
Untuk diketahui bahwa menurut UU No. 10 th 1997, BATAN mempunyai
tugas untuk menangani seluruh limbah radioaktif di Indonesia. Sampai
saat ini, dengan fasilitas yang ada di Serpong, disamping limbah
radioaktif yang dihasilkan oleh kegiatan nuklir oleh Batan sendiri,
limbah radioaktif dari industri, rumah sakit di seluruh Indonesia
ditanangi dengan baik.
Masalah masyarakat yang tidak mempunyai kepercayaan terhadap pemerintah, korupsi, dll.
Masalah masyarakat distrust terhadap pemerintah merupakan suatu
tantangan tersendiri dalam sosialisasi tentang PLTN. Namun hal ini
memang masyarakat tidak dapat disalahkan dan hanya dapat diselesaikan
oleh pihak pemerintah, karena bilamana tidak dapat diselesaikan maka
kita tidak akan pernah maju dan semakin tertinggal dengan negara lain.
Terhadap masalah ini, yang dapat dilakukan adalah:
- Setuju bahwa korupsi harus diberantas dan proyek pembangunan PLTN harus terbebas dari korupsi
- Perlu partisipasi dari seluruh masyarakat untuk melakukan pengawasan
terhadap hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan program PLTN, dengan
menyertakan mereka dalam kegiatan terkait dengan PLTN.
- Selagi masih ada beberapa tahun yang tersisa sampai dengan
pelaksanaan pembangunan dimulai dan kemudian PLTN dioperasikan, perlu
dilakukan Penyiapan peraturan (tentang CSR, Comunity Development),
penyediaan SDM yang nantinya akan diperlukan dalam kegiatan pembangunan
dan pengoperasian PLTN.
Siapa yang akan mengoperasikan, bentuk organisasi, dampaknya pada pelaksana operasi? Budaya tidak disiplin?
Pengoperasian PLTN dapat dilakukan oleh BUMN, maupun swasta.
Corporate culture dari perusahaan pengelola perlu ditumbuhkan sehingga
penegakan disiplin dapat dilakukan. Melihat kinerja dan penampilan
beberapa perusahaan swasta di Indonesia, yang memiliki sistem yang baik
dan juga penggajian yang memadai, rasanya tidak terlalu sulit untuk
mengubah pola kerja dari pekerjanya.
Sumber : Batan