Pages

Senin, Februari 24, 2014

Menhan Terima Dubes Polandia Baru Untuk Indonesia

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan RI, Purnomo Yusgiantoro, Jumat (21/2) menerima Dubes Polandia untuk Indonesia Tadeuz Szumowski, di Kantor Kemhan RI. Maksud kunjungan Tadeuz Szumowski ke Menhan merupakan perkenalan dirinya sebagai Duta Besar Polandia yang baru setelah kedatangannya pada bulan Januari lalu.
 
Dubes Polandia ini juga mengakui bahwa Menhan adalah menteri yang pertama di kunjungi dirinya setelah bertemu dengan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara beberapa waktu lalu bersama Dubes dari negara sahabat lainnya.


Pada pertemuan itu Dubes Polandia mengatakan untuk meneruskan hubungan bilateral di bidang pertahanan khususnya kerjasama militer kedua negara secara lebih aktif, terlebih lagi peluang kerjasama di sektor industri pertahanan. Disamping itu Dubes Polandia juga menyampaikan undangan dari Menhan Polandia kepada Menhan Purnomo Yusgiantoro untuk bisa berkunjung ke Polandia dalam sebuah kegiatan pameran militer yang diselenggarakan pemerintah Polandia pada bulan November yang akan datang.


Sementara itu Menhan, Purnomo Yusgiantoro merespon secara positif penawaran kerjasama pertahanan dari pemerintah Polandia. Menhan juga menyampaikan kepada Dubes Polandia bahwa setiap kerjasama pertahanan yang ingin di jalin dengan beberapa negara biasanya Kementerian Pertahanan berdiskusi terlebih dahulu bersama Mabes TNI, dan Ketiga Matra (Darat, Laut dan Udara) sebagai user (Pengguna).


Ditambahkan Menhan, bahwa setiap kerjasama pertahanan biasanya juga pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan akan berkonsultasi dengan pihak Parlemen dalam hal ini Komisi I DPR RI. Untuk itu Menhan menghimbau kepada Dubes Polandia agar melakukan kunjungan kepada User dan pimpinan Komisi I DPR RI untuk mengkomunikasikan tentang potensi kerjasama pertahanan yang akan dilaksanakan kedua negera.


Turut mendampingi Menhan dalam pertemuan tersebut, Staf Ahli Menhan Bidang Keamanan Mayjen TNI Paryanto, Dirkersin Strahan, Brigjen TNI Jan Pieter Ate M.Bus, dan Kapuskom Publik Kemhan, Brigjen TNI Sisriadi.




Sumber : DMC

Panglima TNI Ke China Tingkatkan Kerja Sama Pertahanan

JAKARTA-(IDB) : Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko berkunjung ke Beijing, China untuk mengenalkan diri sekaligus meningkatkan kerja sama militer kedua negara yang selama ini terjalin dengan baik.

Dalam kunjungan kerja itu Panglima TNI didampingi Asisten Operasi Panglima TNI Mayjen TNI Ridwan, Kepala Badan Intelijen Strategis TNI Mayjen M Erwin S, dan Kepala Pusat Kerjasama Internasional Laksma TNI Suselo, menurut Kadispenum Puspen TNI, Kolonel Inf Bernardus Robert, dalam keteranga tertulisnya di Jakarta, Senin.

Kadispenum Puspen TNI mengatakan, selama berada di China, Moeldoko beserta rombongan akan mengunjungi China Power Investmen Corporation (CPL), Financial Street, Xicheng District Beijing, Bayi August 1st Building (Markas Besar PLA), Capital Air Defence Command Center, Ministry of National Defence, People's Republic of China dan Markas Central Mulitary Commission.

"Pada hari pertama di China, Panglima TNI dan rombongan melakukan kunjungan ke China Power Investmen Corporation (CPL) yang berada di Building 3 No. 28, Financial Street dan Xicheng District Beijing."

Dalam kunjungannya ke Bayi August 1st Building yang merupakan Markas Besar PLA, Panglima TNI akan diterima langsung oleh Chief of General Staff Jenderal Fang Fenghui, dilanjutkan bertolak ke Capital Air Defence Command Center.

Di Ministry of National Defence, People's Republic of China, Moeldoko akan diterima oleh Jenderal Chang Wanguan.

Dalam kunjungan kehormatan ini, Panglima TNI juga didampingi Duta Besar RI untuk RRC, Asops Panglima TNI, Kabais TNI, Kapuskersin TNI, dan Athan RI untuk China.

Kemudian di Markas Central Mulitary Commission, Moeldoko akan disambut oleh Vice Chairman of Central Military Chommission Jenderal Fan Changlong.




Sumber : Antara

Taruna AAL akan Arungi China Dengan KRI Banjarmasin 592

SURABAYA-(IDB) : Gubernur Akademi Angkatan Laut (AAL) Laksda TNI I.N.G.N. Ary Atmaja, memimpin rapat laporan kesiapan rencana pelaksanaan latihan dan praktik (lattek) pelayaran ke Qing Dao, China. Peserta lattek akan pergi selama 62 hari.

Pelaksanaan lattek berlangsung di Gedung Dewakang, Mako AAL, Surabaya, Senin (24/2/2014).

Dalam rilis yang diterima detikcom, lattek yang diberi nama Kartika Jala Krida (KJK) 2014 ini akan diikuti oleh taruna tingkat II angkatan 61 berjumlah 89 orang. Lattek KJK 2014 rencananya akan menggunakan kapal perang KRI Banjarmasin 592 untuk pelayaran tahap I (Surabaya – Tarakan – Qing Dao – Busan – Sasebo – Manila – Bitung). Sedangkan tahap II menggunakan KRI Dewaruci (Bitung – Sorong – Makassar – Benoa – Surabaya).

Pada rapat tersebut, Gubernur AAL menerima paparan tentang kesiapan lattek KJK 2014 ini dari Perwira Pelaksana Latihan (Palaklat) Letkol Laut (P) Bambang Kuncoro. Dalam paparannya, Kamalat Departemen Pelaut ini menjelaskan kepada Gubernur AAL tentang rencana kegiatan latihan praktik "Qing Dao Sail 2014". Kegiatan tersebut mulai dari rencana rute tujuan negara yang akan disinggahi, rencana latihan selama lintas laut pelayaran, rencana kegiatan selama sandar dan rencana mengikuti Multilateral Maritime Exercise In The Traditional Security Field dan International Fleet Review 2014 di Qing Dao, China.

Kegiatan yang disebutkan terakhir merupakan ajang bergengsi yang diikuti oleh banyak negara dan akan membangun persepsi dunia bahwa TNI AL layak menjadi 'World Class Navy'. Disamping itu selain ke China, KJK 2014 akan singgah ke Busan (Korsel), Sasebo (Jepang) dan Manila (Filipina).

Rencananya pelayaran ini akan berlangsung selama kurang lebih 62 hari yaitu 38 hari tahap I (7 April – 14 Mei) dan 24 hari tahap II (15 Mei – 7 Juni). Kegiatan ini dimaksudkan untuk membentuk karakter prajurit matra laut dan mental kejuangan taruna AAL sebagai calon perwira TNI AL yang bermoral, disiplin, profesional dan bertanggung jawab, mempraktikkan semua pelajaran yang telah didapatkan di kelas dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Juga tercapainya publikasi/promosi tentang Indonesia, TNI AL dan AAL di dunia, dan tercapainya pemahaman profesi dasar matra laut, serta wawasan taruna tentang pergaulan internasional.

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur AAL menyatakan bahwa kegiatan latihan ini merupakan sarana latihan dan praktik bagi taruna untuk merasakan langsung bagaimana kehidupan di kapal perang. Untuk itu Gubernur berpesan untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang.

"Persiapkan segala sesuatunya dengan cermat, teliti dan baik," ucap Laksamana berbintang dua ini.

Gubernur AAL juga berpesan untuk selalu memperhatikan masalah keamanan baik personel maupun material dalam setiap kegiatan.

Dalam acara itu, hadir juga Wagub AAL Laksma TNI Dedy Yulianto, Seklem AAL Kolonel Mar RM. Trusono, S.Mn, Komandan Resimen Taruna Kolonel Mar Bambang Suswantono, SH, para direktur dan kepala departemen/program pendidikan, serta para perwira pendamping/pengasuh taruna.
 



Sumber : Detik

KASAL Terima Kunjungan KASAL Belanda

JAKARTA-(IDB)Commander of The Royal Netherland Navy (setingkat Kepala Staf Angkatan Laut) Belanda Vice Admiral  Matthieu J.M. Borsboom melaksanakan kunjungan kehormatan kepada Kepala Staf Angkataan Laut (Kasal) Laksamana TNI Dr. Marsetio di Markas Besar Angkatan Laut (Mabesal), Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (24/2/2014).
Didampingi Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia H.E. Mr. Tjeer de Zwaan dan empat perwira, Kasal  Belanda Laksamana Madya Matthieu J.M. Borsboom disambut secara resmi oleh Kasal Laksamana TNI Dr. Marsetio, dalam suatu upacara jajar kehormatan milliter yang dilaksanakan di pelataran Gedung Utama Mabesal.
Kunjungan Kasal Belanda terhadap Kasal adalah untuk silaturahmi sekaligus dalam rangka memperkuat hubungan antara TNI Angkatan Laut dengan Angkatan Laut Belanda. Pada kesempatan tersebut Vice Admiral  Matthieu J.M. Borsboom    mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas sambutan hangat di Mabesal. Kasal Laksamana TNI Dr. Marsetio dalam kesempatan itu juga menyambut baik kunjungan orang pertama di Angkatan Laut Belanda tersebut dan berharap ke depan hubungan kerja sama Angkatan Laut Indonesia dengan Belanda dapat berjalan dengan baik dan kontrukstif.
Selama ini kerja sama antara Angkatan Laut kedua negara telah menunjukan trend ke arah yang positif dengan meningkatnya kunjungan pejabat kedua Angkatan Laut, kerja sama di bidang pendidikan, pemberian asistensi dan akses perolehan informasi terkait penulisan Buku Sejarah Perjuangan TNI Angkatan Laut, serta pengadaan perlatahan pertahanan, termasuk di antaranya pengadaan kapal perang kovet jenis SIGMA class.
Turut hadir mendampingi Kasal dalam kesempatan ini, Asrena Kasal Laksamana Muda TNI  Ade Supandi S.E., Aspam Kasal Laksamana Muda TNI Ir. I Putu Yuli Adnyana, M.Hum., Asops Kasal Laksamana Muda TNI Didit Herdiawan, M.P.A., M.B.A., Dansatgasyek Pengadaan Kapal Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI Mulyadi, S.I.P, M.A.P, serta pejabat terkait lainnya.
Prins Hendrik Medal Of Honour Untuk TNI AL

Panglima Angkatan Laut Kerajaan Belanda, Laksamana Madya Matthieu Borsboom, hari ini memberikan penghargaan Prins Hendrik Medal of Honour kepada TNI AL. Dia juga dijadwalkan berkunjung ke Jakarta pekan depan

Dalam siaran pers yang dikirim Kedutaan Besar Belanda di Jakarta, penghargaan itu diberikan atas nama Kerajaan Belanda sebagai bentuk apresiasi atas kerjasama yang terjalin erat di antara kedua Angkatan Laut. Hubungan kedua AL saat ini sangat dekat.
 
Kedua AL sama-sama memiliki pengalaman memilukan saat perang dunia II dulu. Saat itu, personel AL dari Benua Eropa, Eurasia, dan Indonesia terbunuh di atas kapal AL Belanda.

Setelah peristiwa itu berlalu, banyak pejabat TNI AL yang memperoleh pelatihan di Kampus AL Kerajaan Belanda. Selain itu sejak tahun 1970-an, sejumlah kapal AL bekas Belanda dan yang dibuat baru jenis corvette dijual ke Indonesia.

Melalui program penjualan alutsista itulah, AL Belanda turut memberikan bantuan.

Sementara hingga saat ini, beberapa pejabat asal RI turut dilatih di Sekolah Operasi Belgia Belanda di Kota Den Helder. Selain itu beberapa istilah informal dalam AL Belanda menggunakan Bahasa Indonesia.

Beberapa contoh di antaranya mantel "Atjeh" dalam seragam yang kerap dipakai oleh personel armada AL, "barang", "baru" dan "katje". Bahkan setiap hari Rabu, diadakan makan malam di kapal perang Belanda dengan menggunakan gaya Indonesia.

Kunjungi Indonesia

Laksamana Madya Borsboom pun dijadwalkan menyambangi RI pekan depan untuk menguatkan hubungan di antara kedua AL. Borsboom dijadwalkan akan meletakkan karangan bunga bersama dengan Kepala Staf TNI AL, Laksamana Marsetio, di pemakaman Kembang Kuning, Surabaya.  Hal ini untuk memperingati pertempuran di Laut Jawa.

Saat itu sebanyak 900 tentara tewas di kapal AL Belanda saat pertempuran Laut Jawa terjadi tahun 1942 silam, termasuk Komandan Skuadron Laksamana Muda Karel Doorman.

Prins Hendrik Medal of Honour merupakan penghargaan yang diberikan setiap tahun kepada institusi atau perorangan yang dianggap telah berjasa kepada AL Kerajaan Belanda.




Sumber : TNI AL

Permintaan Tambahan Anggaran Belanja Alutsista Ditolak

JAKARTA-(IDB) : Kementerian Pertahanan dan Kementerian Keuangan bertemu dalam rapat tertutup bersama Komisi I DPR RI, di Jakarta, hari ini, Senin (24/2). Dalam pertemuan tersebut perwakilan militer meminta tambahan anggaran untuk kontrak modernisasi alat utama sistem pertahanan negara (alutsista) tahun anggaran 2014.

Dari total pagu anggaran Kemenhan sebesar Rp 83 triliun, porsi alutsista mencapai Rp 16,7 triliun. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro membenarkan pihaknya meminta usulan dana tambahan Rp 11 triliun.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani menyatakan pihaknya menolak permintaan Kemenhan. "Sudah dibilangin APBN tidak punya space untuk itu," ujarnya selepas rapat.

Ditemui terpisah, Kemenhan mengaku usulan mendadak itu diklaim terpaksa diajukan akibat pelemah kurs. "Dolar naik. Berarti ada kekurangan. Itu yang kita minta. Tadi DPR kesimpulannya minta supaya kita pemerintah yang selesaikan itu kemenkeu, kemenhan dan Bappenas," kata Purnomo.

Menhan mengatakan, kontrak modernisasi alutsista sudah terlanjur dilakukan dengan rekanan TNI di luar negeri sejak tahun lalu. Karena sistemnya tahun jamak, alhasil kursnya dipatok fluktuatif.

"Kontrak kan kita masih pakai kurs Rp 9.700, sekarang sudah Rp 12.000," kata mantan Menteri ESDM ini.

Jika Kemenhan ngotot ingin tambahan, Askolani menyerahkan sepenuhnya wewenang itu kepada menteri keuangan Chatib Basri. Apalagi dalam rapat hari ini, ada pula tambahan anggaran untuk pos kemenhan lainnya. "Nanti kita review saja di internal pemerintah".

Purnomo pun menyatakan bakal membawa persoalan ini ke sidang kabinet. Persoalan kewajiban melunasi kontrak itu mendesak bagi target modernisasi alutsista. "Nanti kita bicarakan lagi dengan kemenkeu," tandasnya.

Sesuai data Kemenhan, percepatan pemenuhan alutsista untuk tahun anggaran 2013-2014 mencakup seluruh matra, baik mabes, AD, AL, dan AU.

Beberapa alat yang didatangkan misalnya kendaraan taktis 4X4 sebanyak 332 unit, dijadwalkan datang tahun ini. Ada juga enam unit helikopter serbu, 8 unit pesawat tempur F-16, serta 37 unit Tank Amphibi BMP-3F.



Sumber : Merdeka

Mabes TNI : KRI Bung Tomo Klass Siap Dikirim Ke Indonesia

JAKARTA-(IDB) : Pemerintah RI telah membeli tiga unit kapal perang jenis Multi Role Light Frigate (MRLF) dari Inggris senilai US$385 juta . Ketiga kapal itu kini telah rampung dibuat di galangan kapal di Inggris.

Demikian ungkap Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Untung Suropati saat dihubungi VIVAnews, Senin, 24 Februari 2014. Menurut Untung, ketiga kapal masih membutuhkan beberapa proses sebelum berlayar ke Indonesia.

"Harus ada pelatihan terlebih dahulu dari kru AL Indonesia di Inggris. Jadi, nanti pengiriman kru TNI AL pun secara bertahap dan menggunakan perwakilan. Untuk saat ini yang dikirim adalah perwakilan KRI Bung Tomo," kata Untung.

Tim perwakilan yang berangkat, lanjut Untung, dimulai dari kru ahli di bagian senjata, radar, mesin dan bagian lainnya dari kapal itu.

"Setelah dikirim dan bisa memandu anggota lainnya, baru lah sebuah rombongan besar diberangkatkan ke sana. Setelah dipastikan lancar, maka dilakukan pelatihan laut di Inggris dan KRI pun siap melintasi samudera," ujar Untung.

Ketiga KRI baru TNI AL ini akan namakan KRI Bung Tomo-357, KRI Jhon Lie-358 dan KRI Usman Harun-359. Penamaan Usman Harun sendiri beberapa pekan terakhir menimbulkan ketegangan dengan Singapura.

Untung mengatakan, ketiga kapal ini akan dikirimkan bergantian. KRI pertama yang dikirim adalah Bung Tomo sekitar 20 Juni 2014. Acara resmi akan digelar untuk menamai ketiga KRI.

"Mereka sudah dinamai ketika di Inggris, tetapi nanti begitu tiba di perairan Indonesia, akan dilakukan proses pengukuhan," kata dia.

Spesifikasi KRI 


Ketiga kapal fregat ini memiliki kecepatan maksimal 30 knot yang dilengkapi sensor radar dan avionik buatan Thales, Prancis, sonar FMS 21/3 Hull Mounted Sonar.

Untuk alat utama sistem persenjataan (alutsista) perang, kapal tersebut dilengkapi satu meriam utama 76 mm, dua meriam penangkis serangan udara kaliber 30 mm, torpedo antikapal selam, Thales Sensors Cutlass 22, rudal permukaan ke udara Sea Wolf 16, peluncur rudal Exocet MM40 Block II yang berjangkauan 180 km.

Kapal fregat ini pun memiliki hanggar yang mampu menampung satu helikopter antikapal selam jenis Sikorsy S-70 Seahawk.

Kapal tersebut dapat dioperasikan oleh 79 anak buah kapal termasuk sembilan perwira. Ketiganya memiliki ukuran panjang 95 meter, lebar 12,7 meter, dan bobot 2.300 ton. 

Dikirim Melalui Selat Singapura

Ketiga KRI baru Indonesia, salah satunya bernama Usman-Harun, telah rampung dibuat di Inggris dan akan segera dikirimkan ke tanah air. Rencananya dalam pengiriman, KRI jenis Multi Role Light Frigate (MRLF) ini akan berlayar melalui Selat Singapura.

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Untung Suropati, saat dihubungi VIVAnews, Senin 24 Februari 2014, mengatakan ketiga KRI akan melintasi Samudera Atlantik, Laut Mediterania, Teluk Suez, Laut Merah, Teluk Persia, Samudera Hindia dan turun ke Selat Malaka. Untung mengatakan, kendati melewati Selat Singapura, namun Usman-Harun hanya akan melintasi perairan internasional di selat tersebut. Jalur yang akan dilalui oleh ketiga KRI itu yakni perairan 4,5 NM milik Indonesia.

"Dari Selat Malaka maka akan turun ke Selat Singapura. Namun, tidak semua perairan di sana milik Singapura. Lebar Selat Singapura itu sekitar 9,0 mil laut, sementara menurut peraturan UNCLOS 82, batas teritorial perairan tersebut dibagi dua, 4,5 mil laut milik Singapura, dan sisanya milik RI," ungkap Untung.

Sebelumnya akibat kisruh penamaan Usman-Harun, Menteri Pertahanan Singapura, Ng Eng Hen kepada parlemen mengatakan bahwa KRI itu dilarang melintasi perairan mereka. Untung mengatakan bahwa itu hak Singapura, tapi jalur yang akan digunakan nanti adalah laut internasional.

"Mereka tidak punya hak melarang kita melintasi perairan itu. Jadi sebenarnya tidak ada masalah," tegas Untung.

Dia menambahkan ketika ada kapal yang melintasi perairan internasional, maka sudah menjadi tanggung jawab negara pantai untuk menjamin keamanan kapal itu. Dalam hal ini, area di sekitar Selat Singapura dan Malaka menjadi tanggung jawab tiga negara yakni Singapura, Malaysia dan Indonesia.

Untung melanjutkan setelah dari Selat Singapura, ketiga KRI lalu turun ke Jakarta baru berlayar menuju Surabaya. Untuk pelayaran dari Inggris hingga ke Surabaya memakan waktu dua minggu.




Sumber : Vivanews

Tabur Bunga Dan Sejarah Yang Membebaskan

MOELDOKO-(IDB) : Empat dekade silam, tepatnya pada 28 Mei 1973, pemimpin dan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew dengan hikmat melangkah memasuki Taman Makam Pahlawan Kalibata, di Jakarta Selatan. Hari itu ia menabur bunga di pusara dua prajurit KKO, Usman Haji Mohamed  Ali dan Harun Said.

 

Lima tahun sebelumnya, pada 17 Oktober 1968, Usman dan Harun menjalani hukuman gantung yang dijatuhkan pemerintah Singapura. Sejarah mencatat bahwa keduanya tak menampik meledakkan bom di MacDonald House, Orchard Road, pada 10 Maret 1965. Peledakan itu memang menjatuhkan korban penduduk sipil yang tak disangka, dan salah satu permintaan Usman serta Harun sebelum eksekusi adalah, mereka bisa dipertemukan dengan keluarga korban dan memohon maaf.

 

Peristiwa Usman dan Harun memang harus dilihat dalam kerangka konfrontasi. Konfrontasi di sini bukan hanya berupa perang dingin, yang menularkan demam ke berbagai belahan dunia, tapi juga konfrontasi antara ide besar tentang pelaksanaan tugas yang diemban oleh abdi negara dan kedaulatan bangsa yang harus ditegakkan. Ide-ide besar seperti ini bisa memancing reaksi yang sangat emosional dan berskala luas. Dan kebesaran seorang negarawan akan ditentukan oleh bagaimana ia menghadapi reaksi emosional itu sambil tetap menjunjung ide pelaksanaan tugas dan kedaulatan sebuah bangsa.

 


Jatuhnya korban sipil memang layak disesali. Pemerintah serta rakyat Singapura berhak merasa terluka dan wajib menegaskan kedaulatannya. Tapi, pada 28 Mei 1973 itu, Lee Kuan Yew bersedia mengatasi luka tersebut. Dengan menabur bunga, ia ikut mengukuhkan tindakan pemerintah Indonesia yang mengangkat martabat Usman dan Harun sebagai pahlawan nasional. Langkah khidmat dan taburan bunga tersebut menunjukkan betapa Lee Kuan Yew bersedia melepaskan diri dari sejarah masa silam yang sedih untuk menyiapkan masa depan yang kian mengukuhkan kelangsungan hidup dan kesejahteraan bangsanya.

 

Jika kita mengenang taburan bunga Bapak Pendiri Singapura Modern Lee Kuan Yew di Kalibata itu, kita memang bisa agak tersentak oleh reaksi rekan-rekan di Singapura berkaitan dengan penyematan nama "Usman Harun" di salah satu fregat Indonesia. Penyematan itu sungguh sejajar dengan taburan bunga: penghormatan kepada mereka, termasuk prajurit kecil, yang telah melaksanakan tugas negara sebaik-baiknya. Penyematan itu sama sekali bukan tanda untuk menyerbu tetangga terdekat.

 

Kita sudah hidup di abad ke-21, dan abad ini berlimpah dengan pelajaran sejarah yang menunjukkan bahwa niat menyerbu secara militer ke negara tetangga bukanlah niat yang patut dan beradab. Saya sepakat bahwa  perang fisik bukanlah kelanjutan dari diplomasi yang buntu, melainkan buah pahit  dari kegagalan inteligensi (failure of intelligence). Operasi militer hanya absah jika lawan sudah berhenti menggunakan inteligensinya.

 

Kegagalan inteligensi selalu bermula dari kegagalan membebaskan diri dari kungkungan sejarah, dan dari ketakmampuan menghargai harkat hidup orang lain, bangsa lain. Indonesia tidak mungkin lagi menyerbu Singapura. Indonesia bahkan berkepentingan agar Singapura, dan negara tetangga lain, berada dalam keadaan damai dan stabil. Sebab, hanya dalam perdamaian yang kukuh Indonesia bisa menegaskan kedaulatan negara dan kesejahteraan rakyatnya.

 

Betapapun juga, Indonesia dan Singapura adalah dua dari lima negara pendiri ASEAN. Perhimpunan kawasan yang semakin dihormati ini, kita tahu, didirikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya. Juga, tentu saja, untuk memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regional serta meningkatkan kesempatan untuk membahas perbedaan di antara para anggotanya dengan damai.

 

Sejak didirikan, ASEAN secara formal telah menyediakan ruang bagi para anggotanya untuk membicarakan perbedaan-perbedaan dan membereskannya dengan damai. Ada yang mengatakan bahwa itulah cara Timur, tepatnya Asia modern, untuk menyelesaikan konfliknya. Ruang seperti ini mungkin tak memuaskan semua pihak, tapi ia terbukti dapat menopang upaya mendorong pembangunan dan perdamaian di kawasan ASEAN.

 
Ruang seperti ini tak mungkin lahir jika para negarawan pendiri ASEAN membiarkan diri mereka terkungkung dalam sejarah yang membuat kita semua kehilangan kemampuan untuk merespons secara wajar kejadian-kejadian di sekitar kita. Kita memang tak dapat  membiarkan masa silam memenjarakan masa depan kita. Di Kalibata, PM Lee Kuan Yew, yang mengikuti syarat yang diajukan  Presiden Soeharto, berhasil menunjukkan bahwa pemimpin yang baik adalah mereka yang bisa memperlakukan sejarah secara bijak untuk bisa membebaskan masa depan bangsanya. 




Sumber : Irib

Rear Admiral James Goldrick Explains What Led To Australian Ships Entering Indonesian Waters

A former two-star admiral who led Australia's Border Protection Command has provided a detailed explanation of the error that he says led to Australian ships entering Indonesian waters six times under Operation Sovereign Borders.

CANBERRA-(IDB) : Writing for ABC News Online, Rear Admiral James Goldrick, who retired in 2012, says the controversy resulted from officers on board the Australian ships making what is by Navy standards, a basic mistake.

"What is apparent is that units simply misinterpreted the maritime boundaries around Indonesia", he said, by relying on the standard 12 nautical mile limit of territorial waters and failing to account for a complex formula that is applied when calculating the limit of archipelago nations such as Indonesia, which comprises thousands of islands.

"Drawing what is effectively a ring around all the islands also results in everything inside the archipelago being territorial waters, regardless of ... distance from the coast," he said.

"At the edge of the boundaries, a ship can be up to 50 nautical miles (in special circumstances over 60 nautical miles) from the nearest land and still be within the territorial sea.

"It is clear from the public statements that at no time did any Australian ship approach within 12 nautical miles of Indonesian land. For whatever reason, this 12 mile limit interpretation of international law seems to have been the one that dominated - incorrectly - the planning and execution of the operation at sea."

He dismisses subsequent speculation that the ships involved, Navy frigates Stuart and Parramatta and the Customs vessel Triton, may have inadvertently strayed off course.

What happened?

Retired Rear Admiral James Goldrick explains the error that he says led to Australian ships entering Indonesian waters six times under Operation Sovereign Borders.

"In this case, the ships seem at all times to have been well aware of their location, probably within about 100 metres, but did not include the critical legal element of the baselines in their calculations," he said.

In his report, Rear Admiral Goldrick says public comment over the errors has been justifiable, with the episode highlighting shortcomings of Operation Sovereign Borders.

He is concerned Customs officers on board Customs service vessels supporting the Navy lack appropriate training for complex seagoing missions.

"There are obvious issues of training here for the service, whose maritime capabilities have been steadily expanding over the last 20 years," he said.

"The vessels now operated by Customs and Border Protection or which work under charter to the service are seagoing in a way that the first Customs patrol boats were not."

In October, the Federal Government announced a significant increase in the size and capability of the Customs seagoing fleet, with the introduction of eight new Cape Class large long-range patrol boats that match the capabilities of the Navy's patrol vessels.

Rear Admiral Goldrick is also critical of the Navy; he says the problem was not the level of training, but the judgment of officers involved and expects the Chief of Navy to now investigate "any lapses of professional conduct".

Under the naval tradition of accountability, ship captains can expect to bear full responsibility.

"This is not so much a matter of discipline as of accountability, something inseparable from command at sea," he said.

"Accountability famously acknowledged and accepted by the captain of the British destroyer Nottingham when his ship hit Wolf Rock off Lord Howe Island in 2002.

"He was not in direct charge of the ship when the Nottingham went aground, but he was in no doubt that, as captain, he was ultimately responsible for everything that happened to his ship and everything that his officers and crew did."

The Nottingham's captain and three of his former officers later appeared before a court martial and were found guilty and received official reprimands.




Source : ABC

PT. INTI BUMN Produsen Radar Militer

JAKARTA-(IDB) : PT INTI (Persero) salah satu BUMN dibidang teknologi, mampu membuat produk radar canggih untuk menjaga perairan Indonesia yang dapat mengawasi pantai dari penyusup seperti kapal perang negara lain.

"Kami menyediakan sistem radar batas pantai. Radar ini kita desain dengan bekerjasama dengan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi)," ujar Humas PT INTI, Andy Nugroho, Minggu (23/2/2014).

Andy mengungkapkan, radar ini dibuat untuk mengawasi pantai dan pengaturan lalu lintas pelabuhan.

"Kelebihan radar ini dapat bekerja dengan daya listrik rendah, tidak terdeteksi oleh radar pemindai, dan dalam kategori radar tenang," ucapnya.

Untuk kelas radar ini untuk militer, maka untuk pembeliannya tidak bisa di jual bebas oleh masyarakat umum.

"Kalau membeli harus melalui kontrak penjualan berbasis kerjasama atau kontrak," tutupnya



Sumber : Detik




Lanud Adisutjipto Terima Tambahan Pesawat Latih

SLEMAN-(IDB) : Tim akrobatik udara TNI AU Jupiter Aerobatic Team (JAT), tiba kembali di home base Landasan Udara (Lanud) Adisutjipto, Kamis (20/2/2014). Delapan pesawat KT-01 Wong Bee ini selanjutnya akan menempati shelter Wingdik di Skadik 102.
 
Kedatangan JAT ke Lanud ini merupakan pertama kali sejak mengikuti ajang Singapore Airshow 2014, yang berlangsung di Bandara Changi 11 hingga 16 Februari. Dan mengisi acara Gebyar Dirgantara Selasa (18/2/2014) di Palembang.


Pesawat ini sempat tertahan beberapa hari di pangkalan TNI AU Halim Perdana Kusuma. Hal ini dikarenakan guyuran abu yang mendera DI Yogyakarta beberapa waktu lalu.


Kedatangan pesawat yang didominasi warna merah putih yang dipimpin oleh Kol Pnb Wahyu Anggono, SE. Serta Flight Leader adalah Mayor Pnb Ferry Yunaldi ini, disambut oleh Komandan Wingdik Terbang Kol Pnb Ir Bob H Panggabean.


Selain kedatangan tim akrobatik kebanggaan Indonesia, Lanud Adisutjipto juga menerima empat unit pesawat latih jenis Grob G120TP-A. Pesawat buatan Jerman ini merupakan upaya untuk modernisasi Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista) TNI AU. Direncanakan, Angkatan Udara akan memunyai 18 pesawat berjenis Grob.


18 pesawat ini diserahkan secara bertahap oleh Kementerian Pertahanan RI. Pada 2013 silam, telah diserahkan 10 armada Grob. Penyerahan ini dimaksudkan untuk menggantikan pesawat latih yang lama.


Sementara ini di Skadik 102 Lanud Adisutjipto, telah memiliki 14 pesawat Grob. Empat sisanya akan diterbangkan dari Lanud Halim hari ini, Jumat (21/2/2014).




Sumber : Tribunnews

Proyeksi Kemampuan Kapal Selam AL Australia Dan Indonesia

HMAS Rankin, Australian Collins-class  (photo: Seaman Ryan C. McGinley)
HMAS Rankin, Australian Collins-class
Australia

JKGR-(IDB) : Proyek kapal selam Australia dimulai sekitar tahun 1982. Proyek Collins class ini merupakan desain unik yang disesuaikan dengan persyaratan Australia. Bagian kapal selam pertama dibangun oleh Kockums di Swedia, namun sebagian besar pekerjaan dilakukan di Australia oleh galangan kapal lokal milik pemerintah. Keseluruhan kapal kedua sampai keenam dibangun secara lokal. 

Upaya ‘melokalisir’ design asli Kockums ini tanpa asistensi pemilik design aslinya kemudian dianggap sebagai blunder dalam pembangunan Collins class yang menyebabkan “cacat teknis”. Kapal selam tersebut mengalami penurunan kemampuan karena berbagai masalah (baterai, mesin, generator, towed array, dan propulsi darurat) yang telah diketahui secara luas selama bertahun-tahun. Bahkan sampai saat ini ada dua kapal selam sejenis yang tergeletak di dock selama sembilan tahun.

Dan selain masalah teknis Collins class, RAN juga mengalami masalah kekurangan crew untuk operator kapal selam mereka. Laporan 100 halaman pada tahun 2009 menyatakan bahwa akibat kekurangan crew, hanya 3 dari 6 Collins class yang bisa beroperasi. Laporan lanjutan malah menyebutkan hanya 2 dari 6 Collins class yang mampu beroperasi.

Untuk mengatasi kekurangan crew kapal selam ini, pemerintah Australia melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya. Diantaranya adalah dengan merekrut personil dari negara lain dengan diutamakan negara asal UK dan Cananda. Selain itu juga penawaran bonus sebesar $60.000 AUD untuk masa tugas 18 bulan di luar gaji pokok $56,000 – $85,000 per tahun

Saat ini RAN berusaha menggandakan jumlah kapal selam mereka menjadi 12 unit di tahun 2020-2030. Pemerintah Australia sudah menganggarkan dana riset sebesar $214 juta AUD hanya untuk pemilihan design kapal selam pengganti Collins class.

Estimasi dana pengadaan kapal selam baru sendiri dianggarkan sekitar $36-44 milyar AUD atau sekitar $3-3.6 milyar AUD per unit. Belum jelas apa kapal selam pengganti Collins class nanti. Tetap ada kemungkinan kembali menggunakan design Kockums seperti Collins class dengan type Archer/Challenger-class seperti yang digunakan RSN (The Republic of Singapore Navy) atau bahkan ikut melirik kapal selam Jerman terbaru pengembangan Type 216 HDW seperti Type 218SG.

Pada 2012 juga terdengar kabar Australia mempertimbangkan teknologi kapal selam Soryu-class dgn berat 4200 ton buatan Mitsubishi Heavy Industries. Dan selain itu terdengar juga wacana mengganti Collins class dengan kapal selam bertenaga nuklir. Yang menjadi parameter pertimbangan pihak terkait Australia sebelum memutuskan pilihan diantaranya adalah: Endurance, Fuel Load, Hull and Equipment Efficiencies, Reliability, Maintainability and Redundancy, Stowage Capacity, Crew Endurance, Payload Capacities, Hull Size, Range and Radius of Action. Selain itu juga ada wacana yang mensyaratkan kemampuan serang darat pada kapal selam masa depan RAN.

Jika RAN nanti kemudian benar-benar berhasil mengejar ambisi 12 kapal selam pada tahun 2020-2030 di tengah kesulitan mendapatkan crew kapal selam, maka bisa dipertanyakan crew dari negara mana saja yang sebenarnya mengawaki 12 kapal selam tersebut. Dengan dana sekitar $40 milyar AUD dan pengalaman berharga dari pembangunan Collins class sebelumnya, bisa dipastikan kekuatan kapal selam Australia 2020 akan meningkat pesat.

Indonesia

Saat ini TNI AL dengan Korps Hui Kencana mengoperasikan dua unit kapal selam U209/1300 buatan HDW Jerman tahun 1981 yang diberi nama KRI Cakra dan KRI Nenggala. Walau tidak digunakan oleh AL Jerman sendiri namun type U209 ini sukses dan digunakan oleh 13 negara termasuk Indonesia. Mengingat usianya yang sudah cukup tua kapal selam U209 TNI AL ini sudah mengalami overhaul and retrofit. Diantaranya dilakukan di dermaga Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering, Okpo, Korea Selatan, mencakup sistem kendali senjata, radar, sonar, alat komunikasi, hingga penggantian separuh badan kapal dari haluan sampai buritan dan menelan biaya $75 juta USD.


Beberapa tahun yang lalu pemerintah mengumumkan bahwa Indonesia akan membeli kapal selam Chang Bogo Class buatan Korea Selatan dengan skema alih teknologi. Kemudian juga disusul oleh pengumuman rencana pembelian Kilo-class Russia dan baru-baru ini juga berita opsi pengadaan kapal selam dari Turki.

Tidak seperti Kilo class yang banyak dukungan di kalangan penggemar militer, Chang bogo mendapatkan reaksi lesu dan bahkan negatif. Padahal Chang bogo merupakan upgrade dan pengembangan berbasis U209 oleh Korea Selatan, dimensinya berbeda dan mengalami penyesuaian dan peningkatan kemampuan, bukan lagi U209 standard yang dibangun dengan lisensi seperti yang dilakukan oleh Turki.

Diantara berbagai opsi pengadaan yang sudah disampaikan, saat ini Chang Bogo juga adalah opsi yang paling jelas perjalanannya dan merupakan proyek jangka panjang karena faktor ToT dan kaitannya masa depan kemandirian alutsista. Kontrak sudah dilakukan dan bahkan dana $250 juta USD untuk PT.PAL sebagai kontraktor dalam negeri sudah disetujui. Benarkan Chang bogo buatan Korsel ini adalah “Anjing Kampung di tengah serbuan anjing Herder?”

Seperti Collins class, proyek kapal selam Angkatan Laut Republik Korea (ROKN) juga dimulai pada tahun 1982. Program pengadaan sempat ditunda pada tahun 1984 namun dilanjutkan pada tahun 1986. Pemilihan U209 sebagai dasar bagi Kapal Selam Korsel melalui proses pemilihan panjang dengan berdasarkan keinginan pemerintah Korea untuk memiliki desain kapal selam yang sudah terbukti ketangguhannya. Kandidat pilihannya adalah Type 209, Agosta dan Sauro, dengan parameter pertimbangan: kinerja, harga, transfer teknologi dan asistensi militer dari segi pendidikan & pelatihan. Tipe 209 yang akhirnya dipilih.

Kapal selam pertama dibangun oleh HDW di Jerman (dengan perwakilan Dephan Korsel dan personil pembuatan kapal dikirim ke Jerman untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan) dan 8 unit sisanya akan dibangun dalam beberapa batch oleh galangan kapal Daewoo di Korea. Pada bulan Oktober 1992 kapal pertama melaut dan sejak saat itu Korea Selatan dan Angkatan Lautnya menunjukkan kemampuan luar biasa dalam hal kemampuan pembangunan kapal selam, pemeliharaan dan operasional.

Dalam berbagai latihan internasional seperti RIMPAC dan Tandem Thrust, kapal selam Angkatan Laut Korea Type 209 ini mampu menunjukkan keunggulan dalam mendeteksi dan menyerang “musuh” yang tangguh. Pada tahun 1998 kapal selam ROKN Lee Jong Moo berpartisipasi dalam RIMPAC mampu menenggelamkan 13 kapal perang, dan merupakan satu-satunya kapal selam yang mampu bertahan hingga akhir latihan.

Konvoy Kapal Perang AS dan Kanada dengan USS John C. Stennis (CVN 74) di lautan Pasifik, untuk berpartisipasi dalam  RIMPAC 2004 (photo: Jayme Pastoric)
Konvoy Kapal Perang AS dan Kanada dengan USS John C. Stennis (CVN 74) di lautan Pasifik, untuk berpartisipasi dalam RIMPAC 2004

Kapal selam Korea lainnya ROKN Park Wi berpartisipasi dalam RIMPAC 2000. Mengingat prestasi kapal selam Korea sebelumnya pada pada RIMPAC tahun 1998, pasukan “musuh” mencermati Park Wi ini dan menjadikan kapal itu prioritas utama untuk diburu dan ditenggelamkan selama latihan. Namun, kapal selam type 209 buatan Korea ini kembali mampu menenggelamkan 11 kapal musuh dan, lagi lagi, mampu selamat sampai akhir latihan tanpa terdeteksi sekali oleh pasukan musuh. Admiral Konetzni, COMSUBPAC pada saat itu, secara terbuka memuji kinerja kapal selam Angkatan Laut Korea Selatan.

Pada tahun 2002 ROKS Na Daeyong berpartisipasi kembali dalam RIMPAC. Menenggelamkan 10 kapal musuh, dan seperti yang terjadi sebelumnya juga mampu bertahan sampai akhir latihan. Yang menarik saat itu Na Daeyong satu group Opposition Force (OPFOR) dengan HMAS Sheean RAN, dan kemudian menjadi berita positif kualitas kapal selam Collins-class di dalam dan luar negeri di tengah berbagai berita miring akan berbagai kendala teknis mengenai Collins class, sementara Chang Bogo selalu memperlihatkan hasil konsisten.

RIMPAC (Rim of the Pacific Exercise) sendiri adalah latihan perang maritim terbesar di dunia. Diikuti oleh Australia, Kanada, New Zealand, UK dan US. Setelah itu kemudian secara rutin diikuti juga oleh Chile, Kolombia, Perancis, Indonesia, Jepang, Malaysia, Belanda, Peru, Singapura, Korea Selatan dan Thailand.

Beberapa negara lain diundang sebagai pengamat, diantaranya China, Ekuador, India, Mexico, Pilipina, dan Russia. Pada RIMPAC tahun 2004 CHANG BOGO ikut unjuk kemampuan. Kapal selam pilihan TNI ini berhasil meluncurkan total 40 torpedo simulasi terhadap 15 kapal permukaan, termasuk kapal induk bertenaga nuklir USS JOHN C Stennis dan kapal-kapal pengawalnya. Kapal selam Chang Bogo class ini lagi-lagi kembali mampu bertahan sampai akhir latihan tanpa terdeteksi dan tanpa mengalami kendala masalah mekanis selama beroperasi. Kinerja kapal selam ROKN pada latihan ini pun kembali telah mengundang perhatian yang tajam.

Sebagai gambaran tingkat kemampuan Chang Bogo kita harus mengetahui gambaran level kekuatan USS JOHN C Stennis yang berhasil diserangnya tanpa mampu membalas dalam simulasi perang RIMPAC 2004 lalu. USS John C. Stennis (CVN 74) adalah kapal induk kelas Nimitz bertenaga nuklir dengan berat 103.300 ton dan panjang 332.8 meter. Battle Group USS John C. Stennis, selain kapal induk tersebut mempunyai pengawal yang terdiri dari 1 cruiser (USS Mobile Bay), 4 destroyer (USS Dewey, Kidd, Milius,Wayne E. Meyer) dan 1 kapal supply (USNS Bridge) serta beberapa kapal selam yang tidak diketahui jumlahnya. Kinerja Chang bogo yang mampu “melukai” kapal induk USN plus para pengawalnya tanpa terdeteksi membuktikan bahwa Chang bogo adalah kapal selam yang punya kemampuan tinggi.

USS John C. Stennis (kiri) dibandingkan dengan kapal induk UK Invincible-class HMS Illustrious
USS John C. Stennis dibandingkan kapal induk UK Invincible-class HMS Illustrious

Dari berbagai faktor seperti kemampuan teknis, harga, dan akses ToT, tidak mengherankan Kemenhan dan TNI kemudian memilih Chang Bogo sebagai sumber alih teknologi kapal selam nasional. Langkah-langkah yang dilakukan Kemenhan dan TNI juga persis dengan langkah yang sebelumnya dilakukan Korsel ketika menyerap teknologi type U209 dari Jerman, sebelum kemudian dikembangkan sendiri menjadi Chang Bogo class.

Belum lama ini juga Indonesia melakukan upaya pengadaan Kilo class Russia. Pihak Kemenhan mengatakan bahwa bukan Kilo class-nya yang dikejar tapi rudal Klub S yang dibawanya. Apakah Indonesia hanya berniat mengoperasikan CBG dan Kilo class bersama-sama atau punya ambisi lebih jauh berkaitan dengan kemandirian alutsista belum bisa dipastikan. 
Tapi JIKA bentuk kapal selam nasional nanti adalah berbasis Chang Bogo yang dilengkapi persenjataan Russia, maka kapal nasional Indonesia nantinya sama sekali bukan anjing kampung yang hanya mampu muter-muter di halaman rumah sendiri, tapi harimau bersayap yang sudah teruji kemampuannya. Chang Bogo dan Kilo class baik beroperasi terpisah atau digabungkan kemampuannya sebagai sumber teknologi kapal selam nasional 2020-2030 sama-sama memberikan harapan tinggi bagi lompatan kemampuan Korps Hiu Kencana.



Sumber : JKGR

Soal Penyadapan, Telkomsel Usul Diproses Ke PBB

JAKARTA-(IDB) : Juru Bicara PT Tekomsel, Adita Irawati mengatakan bahwa terkait dengan dugaan keterlibatan Telkomsel dalam penyadapan sejumlah pejabat di Indonesia yang dilakukan oleh Australia dan Amerika Serikat, lembaganya mengusulkan kepada Kementrian Komunikasi dan Informatika agar permasalahan ini dapat dibawa ke forum International Telecommunications Union (ITU) sebagai badan telekomunikasi dunia di bawah PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).

Langkah itu agar dugaan penyadapan ini bisa diselesaikan oleh pihak yang lebih berwenang dan didapatkan pembahasan dan rekomendasi yang tepat. “Hal ini karena penyadapan yang dilakukan salah satunya oleh Australia ini, juga merupakan anggota ITU,” ujar Adita dalam keterangan tertulis, Minggu, 23 Februari 2014. 

Dalam usulan kepada Kementrian Komunikasi dan Informatika, Telkomsel menjelaskan posisi perusahaannya dalam permasalahan penyadapan dan sistem keamanan yang telah diterapkan selama ini. Adita mengatakan, terkait dengan permasalahan penyadapan, Telkomsel selalu merujuk pada ketentuan dan perundangan yang berlaku.

“Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, Telkomsel hanya dapat melakukan kerjasama dengan empat aparat penegak hukum dan satu lembaga yaitu Badan Intelejen Negara dalam membantu dan menyediakan data bagi kegiatan penyadapan yang diperlukan,” ujar Adita. 

Dalam pengamanan jaringan, Telkomsel telah melakukan berbagai hal antara lain adalah sistem pengamanan jaringan Telkomsel telah mengikuti dan sesuai dengan GSM Security Standard yang dikeluarkan oleh 3GPP/ETSI dan ITU (International Telecommunication Union) serta ketentuan teknis yang diatur dalam FTP 2000 (Fundamental Technical Plan). 

Secara internal melalui keputusan direksi, telah diatur kebijakan pengelolaan keamanan juga diatur mengenai informasi yang berisi standar dan prosedur mengenai pengamanan jaringan telekomunikasi baik secara akses fisik maupun kesisteman.




Sumber : Tempo