JAKARTA-(IDB) : Ditinjau dari konstelasi geografisnya, wilayah perairan yurisdiksi
nasional Indonesia memiliki nilai yang sangat strategis, karena berada
di antara dua benua dan dua samudera. Dari letak itu, perairan Indonesia
masih dinilai rawan terhadap beberapa pelanggaran di laut. Menanggapi
masalah tersebut, Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI
Marsetio, berdasarkan catatan Dispenal menerangkan beberapa titik rawan
perairan Indonesia.
“Sejak dahulu kala, wilayah perairan Indonesia, terutama di Selat Malaka, telah menjadi jalur perdagangan dan minyak dunia. Selain itu, juga terdapat empat dari sembilan choke point dunia, yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Wetar, dan Selat Ombai, sehingga perairan Indonesia menjadi sangat ramai dilalui oleh kapal-kapal asing dan memberi konsekuensi terhadap tingginya kerawanan, baik terhadap keamanan maupun kedaulatan negara,” ujar Kasal.
Menurutnya, sampai dengan saat ini, perairan Selat Malaka masih menjadi daerah paling rawan di Indonesia, khususnya terhadap bahaya perompakan dan pembajakan. Namun, wilayah perairan lain juga memiliki tingkat kerawanan cukup tinggi, seperti wilayah perairan Laut Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut Tiongkok Selatan. Perairan tersebut tengah dipersengketakan Tiongkok dan empat negara anggota ASEAN.
Lebih lanjut, Kasal menjelaskan, wilayah perairan lain seperti Blok Ambalat dan Tanjung Datu juga masih memiliki potensi konflik dengan Malaysia, serta beberapa daerah di timur Indonesia kerap berpotensi konflik dengan negara tetangga.
“Di wilayah Timur Indonesia, tingkat kerawanan tertinggi berada di wilayah-wilayah perbatasan dengan negara tetangga, seperti di Selat Lombok dan Laut Arafuru. Sampai dengan saat ini wilayah tersebut masih menonjol kegiatan illegal fishing-nya dan masih menjadi hot area yang sewaktu-waktu dapat memicu konflik terbuka dengan negara tetangga, khususnya Australia,” paparnya.
Pasalnya, daerah-daerah itu berbatasan langsung dengan perairan Australia, sehingga tidak menutup kemungkinan, wilayah tersebut kerap digunakan sebagai area penyusupan negara tetangga. Kasal menegaskan, tingkat penyusupan di perairan itu terbilang sudah menurun.
“Berdasarkan jumlah laporan, penyusupan armada laut asing sudah menurun secara signifikan,” pungkas Kasal.
Sumber : JurnalMaritim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar