TD-(IDB) : Masih ingat berita hangat dari berbagai media Nasional dan Lokal Kalimantan Barat beberapa waktu yang lalu, dimana pemerintah Malaysia secara terang-terangan telah membangun Beacon (dudukan Mercusuar) di perairan Tanjung Datok wilayah Laut Teritorial Kodam XII/Tanjungpura.!
Merujuk pada perjanjian Landas Kontinen antara RI-Malaysia yang disyahkan di Kuala Lumpur 27 Oktober 1969 masing-masing pemerintah RI oleh Mentaben Prof Dr. Ir. Sumantri Brodjonegoro dan pemerintah Malaysia oleh Penguam Negara Abdul Kadir bin Jusof. Kemudian Indonesia meratifikasi dengan Keppres No.89 Tahun 1969 tanggal 5 Nopember 1969 (Lembaran Negara 1969 No. 54) telah disepakati penetapan 25 titik coordinat yaitu: 10 titik di Selat Malaka, 10 titik di Laut Natuna dan 5 titik di utara Tanjung Datok, wilayah Prov Kalbar.
Dimana Garis Pangkal (baseline 21) pada coordinat 109º 38´ 8ʺ BT- 02º 05´ 0ʺ LU (± 210 meter dari pantai utara Tanjung Datok) yang dilengkapi dengan Base Point 35 atau Titik Dasar (TD.35) atau Titik Ikat di pantai Tanjung Datok, telah di depositkan di lembaga internasional PBB.
Patok Dishidros TNI AL pada TD.35 Tahun 2005 tergusur abrasi pantai, berkat kepedulian Babinsa Tanjung Datok dan masyarakat binaannya, patok itu dapat diselamatkan, ± 5 meter dari kedudukan patok semula, dibangun Pos Babinsa Permanen Tanjung Datok, dari hasil Swadaya.
Pembangunan Mercusuar Malaysia Mei 2014 itu jika mengacu pada MoU Indonesia-Malaysia di Kuala Lumpur 27 Oktober 1969, Pasal 1, ayat (1), point A, dinyatakan bahwa Base Line 21 di Tanjung Datok telah disepakati pada coordinat 109º 38’ 8” BT - 02º 05’ 0” LU, sedangkan Mercusuar Malaysia yang dibangun di wilayah Laut Teritorial Indonesia di coordinat 109º 38’ 8,70” BT - 02º 05’ 0,3” LU. Terdapat selisih hitungan 5,70” BT – 0,3” LU (masuk wilayah Laut Teritorial NKRI sejauh ± 1.390 meter, atau ± 800 meter dari pantai terdekar di Tanjug Datok Indonesia).
Sementara itu, sesuai Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) dalam Pasal 80 secara tegas telah disebutkan bahwa: “negara yang mempunyai hak berdaulat di Landas Kontinen dan Hak Eksekutif untuk membangun dan memiliki kewenangan serta pengaturan instalasi (mercusuar) di atasnya; adalah Negara Kepulauan seperti NKRI”.
Oleh karena itu saya tidak mengatakan bahwa Beacon yang dibagun oleh fihak Malaysia di wilayah abu-abu (wilayah sengketa), hal ini bisa membuka celah hukum dan Malaysia akan menuntut ke mahkamah internasional atas wilayah abu-abu itu. Demikian jawaban Kasilistra Pendam XII/Tpr Mayor Inf Drs. Umar Affandi, M.H atas pertanyaan Presenter pada acara Berita TNI AD di Studio ANTV Wisma Antara Jl. Merdeka Jakarta Selatan Lantai 9, pada segmen Dialog dengan tema “Pangamanan Perbatasan di Tanjung Datok, Kalimantan Barat baru-baru ini.
Pertanyaan Presenter ke dua: “seberapa penting perbatasan bagi suatu negara, khususnya dikaitkan dengan kedaulatan NKRI” ?. Jawaban narasumber yaitu bahwa: “batas suatu negara penting ketika pemerintah telah menjadikan wilayah perbatasannya sebagai halaman depan negara. Oleh karena itu batas negara menjadi sangat penting jika dihadapkan pada kedaulatan negara, karena hal ini berkaitan dengan multiplayer efect, misalnya dalam pengelolaan Sumber Daya Alam, penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Nasional, Pangamanan Perbatasan dll”.
Pertanyaan ketiga: “mungkinkah pelanggaran batas negara menjadi sumber konflik seperti Israel dengan Palestina”. ? Jawaban narasumber: “harus kita bedakan antara pelanggaran batas negara dengan konflik Israel-Palestina.
Dimana konflik tersebut dipicu adanya aksi penculikan warga Israel oleh Palestina, dibalas dengan penculikan warga Palestina oleh Israel. Eskalasinya berkembang menjadi konflik bersenjata. Sedangkan pelanggaran batas negara bisanya berupa: perkebunan lintas batas negara, perusakan patok tanda batas negara, penghilangan patok, bahkan penggeseran patok sehingga salah satu negara wilayahnya berkurang. Oleh karena itu persoalan antara Indonesia dengan Malaysia selaku sesama anggota Asean tentu saja dapat diselesaikan via forum diplomatik.”
Pertanyaan ke empat: “strategi apa untuk menghindari ancaman “? Jawaban narasumber: “melalui Operasi Pengamanan Perbatasan Darat Indonesia-Malaysia, sebagaimana diatur dalam Perkasad /94/XI /2009, maka strategi yang dilakukan guna menghindari ancaman wilayah perbatasan negara kita adalah: a) Mencegah upaya peluasan wilayah darat negara kita oleh negara lain yang berbatasan langsung dengan NKRI. b) Mencegah kegiatan infiltrasi dari negara lain, yang akan melewati wilayah perbatasan darat dengan NKRI. dan c) Mencegah pemanfaatan wilayah perbatasan negara sebagai titik pertemuan aktifitas terorisme internasional. Serta d) Mencegah semua kegiatan illegal (illegal action) melalui perbatasan darat dengan NKRI dll”.
Pertanyaan Presenter pada sesien terakhir yaitu: “kehadiran imigran di wilayah perbatasan Indonesia, menguntungkan atau merugikan kita” ?.Jawaban narasumber bahwa: “berbicara tentang untung atau rugi, maka kehadiran imigran di wilayah Indonesia tentu saja dapat merugikan kita, karena akan menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi pemerintah Indonesia”.
Usai talk show, narasumber menjelaskan bahwa: “aksi negeri Jiran ini sontak membuat Indonesia bertindak, sebagai langkah awal TNI AL mengerahkan 1 kapal perang kelas Korvet, KRI 877 Sutedi Senoputro, Kapal dengan Meriam dan Torpedo ini juga mengangkut tim Hidro Oceanografi untuk melakukan survei dilokasi Beacon dan TNI AL mengirim pesawat intai amfibi Casa U621 yang bertugas untuk memonitor lokasi tsb.
Berikutnya TNI AL mengerahkan 3 unit kapal perang dan berusaha mendekat ke lokasi pembangunan Beacon, Upaya TNI ini membuat Kru pembanguan Beacon dan kapal perang Malaysia yang bertugas mengawal pembanguan Mercusuar itu, lari tunggang langgang, ini dilihat dari kepulan asap hitam yang keluar dari kapal perang Malaysia yang menandakan mereka pergi dengan buru-buru dan memacu kecepatan kapal sekencang mungkin.
Yang menjadi pertanyaan mengapa kapal perang Malaysia terkesan kabur saat didekati oleh kapal perang Indonesia? bukankah dulu mereka menampilkan sikap arogansi saat sengketa di Karang Unarang (Ambalat) yang membuat harga diri bangsa kita benar-benar dipandang sebelah mata oleh Malaysia. Menurut kabar dari TKP di perairan Tanjung Datok, ternyata kapten kapal Malaysia Fauzi mengidentifikasi ada beberapa kekuatan bawah laut dari pihak TNI AL yang ternyata diam-diam telah mengepung mereka, bahkan kontak dari kapten kapal kepada petinggi TLDM ternyata sia-sia karena kekuatan tidak terlihat dari pihak Indonesia telah meng-intercept komunikasi mereka, wow…pantas ia kabur dengan terburu-buru.
Yang menjadi pertanyaan berikutnya, untuk apa Beacon ini mereka buat? tentu saja banyak yang bisa didapat oleh Malaysia jika berhasil memasang peralatan di wilayah ini, salah satunya sebagai bukti pendukung jika suatu saat mereka kembali mengajukan masalah ini ke mahkamah internasional di PBB, tapi tunggu dulu…. menurut analisa saya, ternyata itu bukan Beacon sembarangan, pembanguan ring ini bukan murni untuk dudukan Mercusuar, tetapi akan digunakan untuk kepentingan TLDM, dimana di ring ini nantinya akan diinstall berbagai Alutssista.
Kapten kapal Malaysia Fauzi menerangkan bahwa pembangunan Beacon ini atas perintah Kerajaan dan jika sudah selesai membangun di Tanjung Datok pemerintah Malaysia berencana akan membangun 6 unit yang sama dan 1 unit diperairan Sebatik Kalimantan Timur. Demikian kata salah seorang penjaga Suar Tanjung Datok berinisia lBS dari Dinas Perhubungan Laut Wilayah III/Ptk, yang didampingi anggota Satgas Pamtas Yonif 143/TWEJ berinisial Serda SG.
Merujuk pada perjanjian Landas Kontinen antara RI-Malaysia yang disyahkan di Kuala Lumpur 27 Oktober 1969 masing-masing pemerintah RI oleh Mentaben Prof Dr. Ir. Sumantri Brodjonegoro dan pemerintah Malaysia oleh Penguam Negara Abdul Kadir bin Jusof. Kemudian Indonesia meratifikasi dengan Keppres No.89 Tahun 1969 tanggal 5 Nopember 1969 (Lembaran Negara 1969 No. 54) telah disepakati penetapan 25 titik coordinat yaitu: 10 titik di Selat Malaka, 10 titik di Laut Natuna dan 5 titik di utara Tanjung Datok, wilayah Prov Kalbar.
Dimana Garis Pangkal (baseline 21) pada coordinat 109º 38´ 8ʺ BT- 02º 05´ 0ʺ LU (± 210 meter dari pantai utara Tanjung Datok) yang dilengkapi dengan Base Point 35 atau Titik Dasar (TD.35) atau Titik Ikat di pantai Tanjung Datok, telah di depositkan di lembaga internasional PBB.
Patok Dishidros TNI AL pada TD.35 Tahun 2005 tergusur abrasi pantai, berkat kepedulian Babinsa Tanjung Datok dan masyarakat binaannya, patok itu dapat diselamatkan, ± 5 meter dari kedudukan patok semula, dibangun Pos Babinsa Permanen Tanjung Datok, dari hasil Swadaya.
Pembangunan Mercusuar Malaysia Mei 2014 itu jika mengacu pada MoU Indonesia-Malaysia di Kuala Lumpur 27 Oktober 1969, Pasal 1, ayat (1), point A, dinyatakan bahwa Base Line 21 di Tanjung Datok telah disepakati pada coordinat 109º 38’ 8” BT - 02º 05’ 0” LU, sedangkan Mercusuar Malaysia yang dibangun di wilayah Laut Teritorial Indonesia di coordinat 109º 38’ 8,70” BT - 02º 05’ 0,3” LU. Terdapat selisih hitungan 5,70” BT – 0,3” LU (masuk wilayah Laut Teritorial NKRI sejauh ± 1.390 meter, atau ± 800 meter dari pantai terdekar di Tanjug Datok Indonesia).
Sementara itu, sesuai Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) dalam Pasal 80 secara tegas telah disebutkan bahwa: “negara yang mempunyai hak berdaulat di Landas Kontinen dan Hak Eksekutif untuk membangun dan memiliki kewenangan serta pengaturan instalasi (mercusuar) di atasnya; adalah Negara Kepulauan seperti NKRI”.
Oleh karena itu saya tidak mengatakan bahwa Beacon yang dibagun oleh fihak Malaysia di wilayah abu-abu (wilayah sengketa), hal ini bisa membuka celah hukum dan Malaysia akan menuntut ke mahkamah internasional atas wilayah abu-abu itu. Demikian jawaban Kasilistra Pendam XII/Tpr Mayor Inf Drs. Umar Affandi, M.H atas pertanyaan Presenter pada acara Berita TNI AD di Studio ANTV Wisma Antara Jl. Merdeka Jakarta Selatan Lantai 9, pada segmen Dialog dengan tema “Pangamanan Perbatasan di Tanjung Datok, Kalimantan Barat baru-baru ini.
Pertanyaan Presenter ke dua: “seberapa penting perbatasan bagi suatu negara, khususnya dikaitkan dengan kedaulatan NKRI” ?. Jawaban narasumber yaitu bahwa: “batas suatu negara penting ketika pemerintah telah menjadikan wilayah perbatasannya sebagai halaman depan negara. Oleh karena itu batas negara menjadi sangat penting jika dihadapkan pada kedaulatan negara, karena hal ini berkaitan dengan multiplayer efect, misalnya dalam pengelolaan Sumber Daya Alam, penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Nasional, Pangamanan Perbatasan dll”.
Pertanyaan ketiga: “mungkinkah pelanggaran batas negara menjadi sumber konflik seperti Israel dengan Palestina”. ? Jawaban narasumber: “harus kita bedakan antara pelanggaran batas negara dengan konflik Israel-Palestina.
Dimana konflik tersebut dipicu adanya aksi penculikan warga Israel oleh Palestina, dibalas dengan penculikan warga Palestina oleh Israel. Eskalasinya berkembang menjadi konflik bersenjata. Sedangkan pelanggaran batas negara bisanya berupa: perkebunan lintas batas negara, perusakan patok tanda batas negara, penghilangan patok, bahkan penggeseran patok sehingga salah satu negara wilayahnya berkurang. Oleh karena itu persoalan antara Indonesia dengan Malaysia selaku sesama anggota Asean tentu saja dapat diselesaikan via forum diplomatik.”
Pertanyaan ke empat: “strategi apa untuk menghindari ancaman “? Jawaban narasumber: “melalui Operasi Pengamanan Perbatasan Darat Indonesia-Malaysia, sebagaimana diatur dalam Perkasad /94/XI /2009, maka strategi yang dilakukan guna menghindari ancaman wilayah perbatasan negara kita adalah: a) Mencegah upaya peluasan wilayah darat negara kita oleh negara lain yang berbatasan langsung dengan NKRI. b) Mencegah kegiatan infiltrasi dari negara lain, yang akan melewati wilayah perbatasan darat dengan NKRI. dan c) Mencegah pemanfaatan wilayah perbatasan negara sebagai titik pertemuan aktifitas terorisme internasional. Serta d) Mencegah semua kegiatan illegal (illegal action) melalui perbatasan darat dengan NKRI dll”.
Pertanyaan Presenter pada sesien terakhir yaitu: “kehadiran imigran di wilayah perbatasan Indonesia, menguntungkan atau merugikan kita” ?.Jawaban narasumber bahwa: “berbicara tentang untung atau rugi, maka kehadiran imigran di wilayah Indonesia tentu saja dapat merugikan kita, karena akan menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi pemerintah Indonesia”.
Usai talk show, narasumber menjelaskan bahwa: “aksi negeri Jiran ini sontak membuat Indonesia bertindak, sebagai langkah awal TNI AL mengerahkan 1 kapal perang kelas Korvet, KRI 877 Sutedi Senoputro, Kapal dengan Meriam dan Torpedo ini juga mengangkut tim Hidro Oceanografi untuk melakukan survei dilokasi Beacon dan TNI AL mengirim pesawat intai amfibi Casa U621 yang bertugas untuk memonitor lokasi tsb.
Berikutnya TNI AL mengerahkan 3 unit kapal perang dan berusaha mendekat ke lokasi pembangunan Beacon, Upaya TNI ini membuat Kru pembanguan Beacon dan kapal perang Malaysia yang bertugas mengawal pembanguan Mercusuar itu, lari tunggang langgang, ini dilihat dari kepulan asap hitam yang keluar dari kapal perang Malaysia yang menandakan mereka pergi dengan buru-buru dan memacu kecepatan kapal sekencang mungkin.
Yang menjadi pertanyaan mengapa kapal perang Malaysia terkesan kabur saat didekati oleh kapal perang Indonesia? bukankah dulu mereka menampilkan sikap arogansi saat sengketa di Karang Unarang (Ambalat) yang membuat harga diri bangsa kita benar-benar dipandang sebelah mata oleh Malaysia. Menurut kabar dari TKP di perairan Tanjung Datok, ternyata kapten kapal Malaysia Fauzi mengidentifikasi ada beberapa kekuatan bawah laut dari pihak TNI AL yang ternyata diam-diam telah mengepung mereka, bahkan kontak dari kapten kapal kepada petinggi TLDM ternyata sia-sia karena kekuatan tidak terlihat dari pihak Indonesia telah meng-intercept komunikasi mereka, wow…pantas ia kabur dengan terburu-buru.
Yang menjadi pertanyaan berikutnya, untuk apa Beacon ini mereka buat? tentu saja banyak yang bisa didapat oleh Malaysia jika berhasil memasang peralatan di wilayah ini, salah satunya sebagai bukti pendukung jika suatu saat mereka kembali mengajukan masalah ini ke mahkamah internasional di PBB, tapi tunggu dulu…. menurut analisa saya, ternyata itu bukan Beacon sembarangan, pembanguan ring ini bukan murni untuk dudukan Mercusuar, tetapi akan digunakan untuk kepentingan TLDM, dimana di ring ini nantinya akan diinstall berbagai Alutssista.
Kapten kapal Malaysia Fauzi menerangkan bahwa pembangunan Beacon ini atas perintah Kerajaan dan jika sudah selesai membangun di Tanjung Datok pemerintah Malaysia berencana akan membangun 6 unit yang sama dan 1 unit diperairan Sebatik Kalimantan Timur. Demikian kata salah seorang penjaga Suar Tanjung Datok berinisia lBS dari Dinas Perhubungan Laut Wilayah III/Ptk, yang didampingi anggota Satgas Pamtas Yonif 143/TWEJ berinisial Serda SG.
Sumber : TNI AD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar