BATAM-(IDB) : Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal TNI Fuad M Basya,
menyatakan, empat prajurit Batalion Infantri 134 Tuah Sakti, Batam,
luka-luka akibat dipukuli dan ditembak di bagian kaki oleh oknum anggota
Brigade Mobil kepolisian setempat karena salah sasaran.
“Keempat korban sudah dilarikan ke rumah sakit umum,” kata Basya, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Ia menegaskan, dalam kejadian tersebut tidak ada bentrokan, namun yang terjadi penahanan sepihak oleh polisi kepada anggota TNI AD itu yang sedang melintas.
“Bukan bentrokan. Sementara informasi yang saya terima, justru ada penahanan sepihak
oleh polisi,” katanya.
Dijelaskan, sesaat sebelum kejadian, ada patroli polisi setempat yang sedang melakukan penggerebekan di lokasi penimbunan BBM, Minggu malam (21/9).
Pada saat itu pula, sepulang apel malam, dua anggota TNI AD itu melihat ada keramaian dan berhenti.
“Ada patroli polisi sedang menggerebek penimbunan BBM. Pulang apel dua orang anggota TNI melihat ada rame-rame dan berhenti. Malah ditangkap, digebuki dan ditembak kakinya,” jelas Basya.
Dua anggota TNI AD yang dihentikan itu sempat tergeletak, kemudian ada dua anggota lagi yang melintas dan bergegas ke Markas Brigade Mobil setempat yang tidak jauh dari lokasi.
Ternyata dua personel TNI AD itu lagi-lagi mendapatkan perlakuan sama. Keempat anggota TNI yang terluka tembak itu Prajurit Satu AK, Prajurit Dua HS, Prajuit Kepala EB, dan Prajurit Satu ES.
“Anggota batalion infantri itu sempat ada yang ingin keluar, tetapi sudah ditahan komandan batalionnya, jangan sampai keluar kesatrian,” ujarnya.
Basya mengatakan, saat ini TNI masih menggali informasi dari pihak-pihak terlibat dalam aksi penembakan dan penganiayaan.
“Saat ini sudah ada pertemuan antara komandan Korem dan kepala Kepolisian Daerah untuk mediasi,” tuturnya.
Kapuspen TNI menegaskan, aksi oknum Brigade Mobil kepolisian setempat itu tidak dibenarkan dan melanggar hukum, karena itu pihaknya mendesak agar kasus tersebut diproses hukum.
“Tidak dibenarkan bertindak seperti itu. Kami minta agar pelaku diproses secara hukum. Kalau ada anggota kami yang juga melanggar, akan kami tindak. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi tindakan susulan,” ujar Basya.
Provost Jaga Ketat Gudang Senjata Yonif 134/TS
Insiden penembakan terhadap empat personel Batalyon 134/Tuah Sakti
(TS) di Batam, Kepulauan Riau, membuat Komando Daerah Militer (Kodam)
I/Bukit Barisan melakukan langkah pengamanan. Gudang senjata dijaga
ketat sebagai bentuk antisipasi.
Dalam keterangan kepada media, Senin (22/9/2014) Panglima Kodam I/Bukit Barisan Mayjen TNI Istu Hari Subagio menyatakan, begitu mendengar ada insiden, dia langsung memerintahkan komandan batalyon untuk mengambil berbagai langkah.
Antara lain, seluruh anggota batalyon diapelkan dan tetap berada di markas. Termasuk personel yang tidak tinggal di komplek batalyon, segera masuk ke batalyon. Mereka tetap berada di batalyon sampai sekarang ini.
“Sampai sekarang (personel) masih di lapangan, berbivak di lapangan. Gudang senjata juga dijaga provost,” kata Pangdam Istu di Makodam I/BB, Jalan Gatot Subroto, Medan, Sumatera Utara.
Pagi tadi, Pangdam Istu juga sudah mengirim beberapa perwira tinggi dan menengah, seperti Kasdam, Asisten Intelijen serta Komandan Polisi Militer Kodam ke Batam. Bersama Muspida setempat, mereka sudah menjenguk para personel yang dirawat di rumah sakit.
TNI-Polri Bentrok Enam Kali Dalam Setahun
Indonesia Police Watch (IPW) mengungkap, konflik TNI dan Polri akan terus terjadi, dan seakan tak bisa dihentikan.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, mengatakan, dalam setahun terakhir, yakni dari 19 Oktober 2013 hingga 21 September 2014 sudah terjadi enam kali bentrokan antara TNI dan Polri.
“Akibatnya, delapan anggota TNI luka, empat di antaranya tertembak dan lima polisi luka. Untungnya, tidak ada yang tewas dalam bentrokan ini,” kata Neta, Selasa (23/9/2014).
Neta merinci, bentrokan terbanyak terjadi di tempat hiburan, yakni tiga peristiwa. Jawa Barat memegang rekor terbanyak bentrokan TNI-Polri dalam setahun terakhir, yakni ada tiga kasus. Sedangkan Jakarta, Sulteng, dan Kepri masing-masing satu kasus. “Sebagian besar bentrokan terjadi antara oknum TNI dengan Brimob. Elit TNI maupun Polri perlu menyikapi hal ini agar bentrokan di jajaran bawah tidak terus terjadi dan meresahkan masyarakat,” ungkapnya.
Dikatakan Neta, bentrokan terus terjadi karena bibit-bibit potensi konflik di jajaran bawah antara TNI-Polri tidak pernah diselesaikan secara tuntas. “Sehingga letupan gampang tersulut menjadi konflik dan bentrokan yang memakan korban. Ujung dari akar masalah ini sebenarnya adalah soal ekonomi atau ketimpangan ekonomi,” ungkapnya.
Biaya hidup yang kian tinggi, kata Neta, kerap membuat jajaran bawah, baik TNI maupun Polri terlibat aksi “backing-backingan” maupun “jasa pengamanan”. Di antaranya menjadi backing di tempat hiburan malam, kawasan pertokoan, lokasi industri, sampai pada kegiatan ilegal, seperti penimbunan BBM ilegal atau melindungi bandar narkoba.
Nah, dalam persaingan “jasa pengamanan” ini kerap muncul semangat korps atau semangat korsa yang berlebihan. “Masing-masing oknum terkadang lebih mengedepankan arogansi dan superioritas, terutama jika satu sama lain merasa terganggu kepentingannya,” katanya.
Sebab itu, kata Neta, untuk mengatasi konflik ini, perlu kesamaan persepsi dan tindakan di kalangan masing-masing elit bahwa para elit maupun jajaran bawah tidak boleh terlibat dalam aksi “jasa pengamanan” itu.
“Bagi yang terlibat, institusi akan memecatnya. Konsekwensinya negara harus memberikan kesejahteraan yang layak buat TNI maupun Polri. Selama ini masing-masing elit cenderung permisif untuk kegiatan ilegal ini. Sepanjang para atasan tidak menertibkan sikap dan prilakunya, jangan harap bentrokan di jajaran bawah bisa dihentikan,” tutup dia.
Soal Rivalitas
Gesekan antara anggota TNI dan Polri seakan tak ada ujungnya.
Bentrokan tersebut selalu memakan korban, seperti kejadian terbaru
antara anggota Brimob Polda Kepri dan anggota Batalyon Infantri (Yonif)
134/Tuah Sakti di Batam, Kepulauan Riau. Empat anggota TNI tertembak
dalam insiden tersebut.
“Perkelahian itu pada umumnya 95 persen dilakukan antara prajurit TNI lawan Brimob, dan dari data tersebut kebanyakan Brimob selalu bersenjata. Kasus terakhir pun di Batam terjadi ketika Brimob mulai membuka tembakan sementara prajurit TNI-nya tak bersenjata,” jelas Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, kepada Okezone, Selasa (23/9/2014).
Menurut dia, gesekan tersebut sering terjadi dipicu hasrat rivalitas yang tak berkesudahan. Kedua pihak merasa paling kuat dengan kesatuannya. Sebab itu, kata politikus PDIP itu, dibutuhkan sarana komunikasi yang bisa menghilangkan sekat antara dua pasukan tersebut.
“Jadi menurut saya masih ada semacam “rivalitas“ antara prajurit TNI dan Brimob di lapangan. Untuk itu perlu sarana komunikasi antara dua satuan ini terutama di daerah-daerah. Upayakan mereka saling mengenal satu sama lain,” tegas dia.
Tugas tersebut kata mantan Sekretaris Militer itu, menjadi tanggung jawab pucuk pimpinan masing-masing.
“Tugas ini menjadi tanggung jawab komandan kesatuannya masing-masing sampai dengan tingkat Kodam dan Polda masing-masing. Proses merekatkan komunikasi ini bisa dilaksanakan, antara lain melalui kegiatan olahraga, silaturahim, latihan bersama, dan lain-lain,” ucapnya.
Saat ditanya mengenai wacana penggabungan keduanya agar bisa meminimalisasi konflik, Hasanuddin menilai usulan itu tak akan menyelesaikan masalah. “Tak akan menyelesaikan masalah,” pungkasnya.
Sumber : Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar