A. Laos
JKGR-(IDB) : Sejarah Laos tidak pernah lepas dari konflik berkepanjangan, dari
konflik menentang penjajah hingga konflik pertikaian saudara. Perancis,
Jepang, Amerika, China, dan Vietnam pernah ikut mencelupkan tangan
mereka dalam kobar api peperangan di Laos. Sebagaimana kedatangan kedua
Belanda di Indonesia, pasca perang dunia kedua Perancis juga ingin
mendirikan kembali negara protektoratnya di Laos. Masuknya Vietnam Utara
untuk membantu gerilyawan lokal, operasi clandestine Amerika untuk
menghalangi masuknya komunis di Laos, perang saudara untuk memperebutkan
kekuasaan. Itulah sederet panjang konflik yang terjadi semenjak awal
abad kedua puluh hingga membentuk wajah Laos yang sekarang. Bisa
dikatakan Laos adalah salah satu negara terakhir di ASEAN yang merasakan
kedamaian setelah perjuangan yang panjang, dan entah sampai kapan lagi
mereka dapat menikmati itu.
Dalam masa kekinian Laos seolah tidak
terpengaruh dengan gegap gempita LCS dan tetap tenang menjalani
kehidupannya seperti biasa. Secara geografis Laos memang tidak memiliki
wilayah laut, sebagian besar berupa rangkaian pegunungan sehingga kurang
memiliki pengaruh politis. Semenjak 1977 ketika kelas – kelas terdidik
berduyun duyun meninggalkan Laos, praktis ekonomi Laos hanya bertumpu
pada sektor agraria dan harus bekerja keras mengejar ketertinggalannya
dengan negara kawasan. Dan ketika Laos mulai membuka diri pada 2004
pertumbuhan ekonomi Laos terus meningkat didorong oleh mengalirnya arus
investasi asing, dimana antara China dan Jepang bersaing ketat
menyumbang porsi investasi di Laos.
Berbeda dengan negara kawasan, Laos masih mempertahankan postur
militernya tidak jauh berbeda dari dulu, selama beberapa dekade
kebelakang tidak ada pembelian alut sista “baru” oleh Laos. Dengan tidak
adanya lagi konflik internal dan potensi konflik eksternal penguasa
Laos masih merasa “nyaman” dengan postur militernya yang sekarang.
Secara politik Laos banyak dipengaruhi oleh Vietnam, demikian karena
Vietnam telah berjasa membantu perjuangan kemerdekaan Laos. Dan disaat
yang sama Laos juga medan kepentingan politik antara China dan Jepang
melalui jalur investasi yang ditanamkan di Laos, dimana tujuan utamanya
adalah mengamankan SDA Laos dalam monopoli perdagangan eksklusif.
Selain berkepentingan ekonomis Jepang juga menyimpan kepentingan
untuk menjaga Laos agar tidak jatuh ketangan China sepenuhnya, dengan
tujuan untuk mengamankan sisi barat Vietnam bilamana konflik dengan RRC
meletus. Sebab Vietnam sendiri adalah relasi di selatan yang lebih
penting bagi Jepang daripada Laos yang terisolasi daratan. Sementara itu
hubungan Laos dengan RRC lebih terfokus pada masalah ekonomi, jalinan
hubungan militer antara Laos dan China dilakukan secara terbatas dan
“sembunyi – sembunyi” dibawah hidung Vietnam. Keberadaan Vietnam
disebelahnya dan bagaimana peran serta Vietnam dalam sejarah Laos tidak
dapat serta merta dikesampingkan begitu saja. Mendekat dalam poros
militer RRC akan sama dengan mengundang api peperangan dari “sahabat
lama”. Namun disaat yang sama Laos juga sadar diri bahwa mereka juga
butuh “pembangunan ekonomi”, dan RRC datang membawa paket madu yang
lebih manis dari pada tawaran Jepang atau Vietnam.
Hubungan Indonesia dengan Laos baru sebatas kerja sama perdagangan
dengan nilai yang masih relativ kecil serta kerja sama militer dalam hal
pengadaan senjata bagi angkatan darat Vietnam. Sebagaimana dengan
Kamboja dan Vietnam, kedekatan khusus antara Indonesia – Laos terletak
dibawah permukaan dan bagaimana fungsi Laos bagi Indonesia masih
dipertanyakan. Terlihat juga Laos hanya memfokuskan hubungan militernya
dengan Vietnam, RRC dan Indonesia. Kemungkinan besar langkah ini adalah
strategi Laos untuk mengejar ketertinggalannya dalam ekonomi dengan
menggandeng negara – negara “rising tides” yang sejalan, dan disaat yang
sama berusaha menjamin keamanan dalam negerinya melalui kerjasama
bilateral.
B. Myanmar / Burma
Sejak kemerdekaannya pada 4 januari 1948 Burma hingga kini masih
mengalami pergolakan internal. Konflik ini sendiri dipicu oleh dominasi
etnis Birma dalam pemerintahan yang dianggap sepihak. Junta militer yang
didominasi oleh etnis Birma melakukan kudeta pada pemerintahan resmi
pasca kemerdekaan yang dipimpin oleh Aung San (ayah aktivis pro
demokrasi Aung San Suu Kyi) dan terus berlanjut hingga sekarang.
Meskipun junta militer kemudian merubah nama negara menjadi Myanmar agar
etnis lain ikut merasa menjadi bagian dari negara. Tetap saja langkah
ini tidak dapat menenangkan konflik etnis yang terjadi di Myanmar dan
resistensi masih terus berlanjut. Demontrasi masa menuntut pendirian
pemerintahan demokrasi masih kerap kali terjadi dan pemberontakan etnis
minoritas di daerah yang menuntut kemerdekaan pun masih berlangsung
hingga sekarang. Bisa dikatakan Myanmar adalah satu satunya negara
Indochina yang masih bergolak dalam api konflik.
Guna mendapatkan dana untuk mendukung operasi – operasi intelejennya,
CIA melalui operasi clandestine Indochina menjadikan Myanmar, Laos dan
Thailand sebagai segitiga emas penghasil narkoba dunia. Produksi
terbesar narkoba ada di Myanmar dan dilakukan oleh gembong pemberontak
yang beroperasi di daerah pedalaman. Salah satu gembong narkoba yang
paling terkenal dan berkuasa yaitu Khun Sa dalam masa hidupnya
terindikasi berafiliasi dengan pemerintah. Pasca diburu oleh AS atas
tuduhan menyelundupkan opium sebanyak 9000 ton ke Amerika, Khun Sa
menyerahkan diri pada pemerintah Myanmar dan hidup di bawah perlindungan
junta militer sembari menikmati investasinya. Secara tidak langsung
bisa dikatakan pemerintahan Myanmar turut pula menikmati “bagi hasil”
dari bisnis narkoba tersebut. Hal ini menjadi ironis mengingat hasil
dari penjualan narkoba tersebut juga digunakan untuk membiayai
pemberontakan pada pemerintah.
Sementara itu dalam satu dasawarsa terakhir Myanmar menjadi salah
satu negara Indochina yang melakukan belanja militer secara agresif.
Walaupun secara geografis Myanmar tidak terpengaruh oleh konfflik LCS
dan tidak pula memiliki ancaman konflik dengan negara tetangga. Namun
itu tidak menghalangi junta militer Myanmar untuk memperkuat otot – otot
militernya di ketiga matra. Tekanan dunia internasional yang dimotori
oleh Amerika yang menuntut dilaksanakannya demokrasi di Myanmar agaknya
teah membuat junta militer Myanmar merasa gerah dan was – was.
Bagaimana tindak tanduk Amerika dalam menyelesaikan permasalahan yang
selalu berujung dengan invasi sepihak mendorong junta militer untuk
mempersenjatai diri. Selain itu junta militer juga merasa perlu memiliki
kekuatan yang cukup untuk mengendalikan pemberontak di daerah serta
mengontrol “perdagangan gelap” dikawasannya. Disinyalir hasil dari
bisnis gelap tersebut juga menjadi sumber pendanaan militer pemerintah
Myanmar, oleh karenanya junta militer membutuhkan kekuatan untuk
membuatnya tetap dalam batas – batas “terkendali”.
Sebagian besar peralatan militer yang dibeli Myanmar disuplai oleh
RRC dan sebagiannya lagi dibeli dari Rusia dan negara Eropa Timur. RRC
juga banyak memberikan hibah alut sista militer kepada Myanmar, hal ini
kemudian menandai hubungan Myanmar dengan China yang menjadikan junta
militer Myanmar sebagai sekutu dekat Beijing. Junta militer merasa perlu
mendekat pada RRC untuk meminta perlindungan dari tekanan Amerika dan
Eropa. Sebagai ganti ongkos perlindungan Myanmar kemudian menjadi
pelayan RRC bagi kepentingannya di Indochina dan Samudera Hindia.
Di
daratan mereka dihadapkan dengan Vietnam serta disaat yang sama
diarahkan untuk mengamankan Laos, sementara di laut Myanmar berperan
menjadi penyedia fasilitas pendukung bagi armada RRC ketika beroperasi
di Samudera Hindia. Proyeksi penguatan militer Myanmar kemudian menjadi
menarik untuk diperhatikan, jika alasan penguatan tersebut untuk
menghadapi pemberontak maka itu akan menjadi terlalu “berlebihan”.
Nampaknya penguatan tersebut sebagai respon Myanmar dan RRC atas
penguatan yang sama yang dilakukan oleh Thailand, kedekatan Thailand
dengan AS turut pula memicu akselerasi Myanmar. Dengan progresnya yang
sekarang terdapat pula kemungkinan kelak kekuatan Myanmar akan diarahkan
China untuk masuk kedalam konflik LCS atau ikut dalam konfrontasi
dengan India pada saatnya nanti, sebagai kuda hitam yang bergerak dari
sisi barat Indochina.
Tidak terlihat ada kedekatan khusus antara Indonesia dan Myanmar
masih baru dalam tahap “akrab”, perjanjian persahabatan terakhir yang
ditandatangani pada 2006 masih belum diratifikasi oleh Indonesia. Namun
inisiatif masih berada pada pihak Indonesia yang terus mendorong
kemajuan hubungan kedua negara, sebagai bentuk cermin kebijakan politik
luar negeri Indonesia dan visinya atas ASEAN. Langkah pendekatan
Indonesia atas Myanmar menjadi sangat penting sebab dikemudian hari apa
yang dilakukan Indonesia dapat menyelamatkan ASEAN dari kekacauan yang
diakibatkan oleh campur tangan negara – negara besar. Dengan menyatukan
ASEAN agar lebih “melihat kedalam” dengan sendirinya akan menguatkan
ASEAN dari dalam. Oleh alasan yang sama pula hasil pemilu 2014 di
Indonesia menjadi sangat krusial, tidak hanya bagi dalam negeri tapi
juga negara – negara kawasan yang berkepentingan dengan Indonesia. Sebab
langkah yang akan diambil Indonesia akan berpengaruh langsung kepada
situasi politik kawasan. Negara – negara seperti Vietnam, Brunei dan
Fillipina akan sangat berharap presiden terpilih Indonesia selanjutnya
akan meneruskan kebijakan yang telah dirintis oleh pemimpin sebelumnya.
Sumber : JKGR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar