UAV Super Drone
"Pesawat ini masih dalam tahap riset atau pengembangan," kata Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Budiman dalam jumpa pers di Markas Besar TNI AD di jalan Veteran, Jakarta, Senin, 7 April 2014.
Menurut Budiman, pesawat nirawak ini punya kelebihan terbang dengan durasi waktu cukup lama yakni 6-9 jam. Meski BPPT juga tengah mengembangkan beberapa jenis pesawat nirawak, salah satunya Puna Wulung, Budiman mengatakan tidak ada niat untuk bersaing dengan BPPT.
Salah satu anggota tim peneliti 'Super Drone' Letnan Kolonel Kavaleri Joko Prawoto mengatakan pesawat ini punya bentang sayap selebar enam meter sedangkan panjangnya empat meter. Seluruh bodi pesawat terbuat dari bahan serat karbon.
Selama ini, pesawat 'Super Drone' diuji coba terbang di wilayah Batujajar, Bandung Barat, Jawa Barat. Menurut Joko, wilayah tersebut dipilih karena terbilang sepi dari rumah warga, dan terpenting sepi dari aktifitas penerbangan.
Joko yakin tim peneliti yang terdiri dari 10 orang anggota TNI AD dan delapan insinyur Universitas Surya mampu menyempurnakan pesawat 'Super Drone'. Salah satu yang ingin dikembangkan adalah autopilot, sehingga pesawat mampu terbang dan mendarat sendiri.
Alat Konversi BBM Ke Gas
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat bekerja sama dengan Universitas Surya mengembangkan alat pengalih atau konverter bahan bakar minyak ke gas untuk sepeda motor dinas prajurit. Riset konverter ini memakan waktu selama enam bulan.
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Budiman mengatakan alat pengalih bahan bakar buatan anak buahnya tak sama dengan alat serupa bikinan pihak lain. "Punya kami bahan bakar gas sudah bisa digunakan sejak mesin dihidupkan," kata Budiman dalam jumpa pers di Markas Besar TNI AD, di Jalan Veteran, Jakarta, Senin, 7 April 2014.
Dalam jumpa pers, tim peneliti memamerkan sebuah sepeda motor tipe sport merek Honda Megapro berkapasitas silinder 160cc. Di bagian belakang motor, sengaja ditempel semacam kotak dari bahan plastik yang mirip dengan kotak perkakas. Di dalam kotak berukuran sekitar 30x30 sentimeter terdapat sebuah tabung gas berwarna biru dan beberapa alat konverter mirip selang.
Tabung gas elpiji berkapasitas tiga kilogram itulah yang menjadi bahan bakar sepeda motor. Berdasar uji jalan, bahan bakar gas tiga kilogram dapat digunakan menempuh jarak 250 kilometer. "Ini untuk motor kapasitas 160cc, kalau dipakai motor bebek (kapasitas mesin 110-125cc) bisa hampir dua kalinya (bisa menempuh 500 kilometer)," kata Budiman. Harga gas elpiji tiga kilogram yang hanya Rp 15 ribu jelas lebih murah dibanding harga bahan bakar minyak. Adapun satu alat konverter dijual dengan harga Rp 1,4 juta.
Budiman ingin tim peneliti bisa membuat alat konversi yang lebih bagus dengan harga yang lebih murah. Jika berhasil, TNI AD sudah menyiapkan skema kerja sama dengan Koperasi Angkatan Darat untuk memesan seribu konverter untuk digunakan pada sepeda motor dinas Bintara Pembina Desa. "Jika sukses, kami akan jual konverter ini ke masyarakat sebab manfaatnya bagus untuk penghemat bahan bakar minyak," kata dia.
Simulator Tembak Teknologi Laser
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat bekerjasama dengan Universitas Surya mengembangkan senapan laser untuk latihan menembak. Riset senapan laser ini sudah dilakukan sejak enam bulan lalu.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Budiman mengatakan, secara bentuk, senapan laser hampir mirip dengan senjata asli. Tim peneliti menggunakan replika senapan semi-otomatis buatan Pindad SS1 dan SS2, serta buatan Amerika Serikat M4.
"Tapi bentuk dan beratnya sama," kata Budiman dalam jumpa pers di Markas Besar TNI Angkatan Darat, jalan Veteran, Jakarta, Senin, 7 April 2014. Karena replika, maka senapan ini tak bisa digunakan untuk menembakkan amunisi. Tim sengaja memasukkan pemancar sinar laser dan beberapa mikro cip pendukung ke dalam replika senjata.
Senjata itu bisa digunakan untuk latihan menembak tanpa memuntahkan peluru. Artinya, untuk sekadar latihan dasar menembak, TNI Angkatan Darat tak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli amunisi tajam sungguhan. "Jadi lebih irit, sehingga latihan menembak untuk prajurit bisa dilakukan sesering mungkin," kata Budiman.
Direktur Center for Inovative Learning Universitas Surya Syailendra Harahap menambahkan cara kerja senapan ini adalah senjata harus ditembakkan ke sasaran berupa papan berukuran 1x1 meter. Papan tersebut sudah terpasang kamera yang bisa menangkap tembakan sinar laser. Jika mengenai papan, maka hasil tembakan akan muncul di layar komputer. "Jadi bisa ketahuan presisi atau tidaknya tembakan seorang prajurit," kata Syailendra.
Namun, senapan laser ini masih purwarupa dan belum bisa digunakan untuk latihan menembak. Tim peneliti masih menyempurnakan kinerja senapan laser sebelum diproduksi masal. "Soal besaran biaya riset kami tak bisa menjawab," kata Syailendra sambil tersenyum.
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Budiman mengatakan alat pengalih bahan bakar buatan anak buahnya tak sama dengan alat serupa bikinan pihak lain. "Punya kami bahan bakar gas sudah bisa digunakan sejak mesin dihidupkan," kata Budiman dalam jumpa pers di Markas Besar TNI AD, di Jalan Veteran, Jakarta, Senin, 7 April 2014.
Dalam jumpa pers, tim peneliti memamerkan sebuah sepeda motor tipe sport merek Honda Megapro berkapasitas silinder 160cc. Di bagian belakang motor, sengaja ditempel semacam kotak dari bahan plastik yang mirip dengan kotak perkakas. Di dalam kotak berukuran sekitar 30x30 sentimeter terdapat sebuah tabung gas berwarna biru dan beberapa alat konverter mirip selang.
Tabung gas elpiji berkapasitas tiga kilogram itulah yang menjadi bahan bakar sepeda motor. Berdasar uji jalan, bahan bakar gas tiga kilogram dapat digunakan menempuh jarak 250 kilometer. "Ini untuk motor kapasitas 160cc, kalau dipakai motor bebek (kapasitas mesin 110-125cc) bisa hampir dua kalinya (bisa menempuh 500 kilometer)," kata Budiman. Harga gas elpiji tiga kilogram yang hanya Rp 15 ribu jelas lebih murah dibanding harga bahan bakar minyak. Adapun satu alat konverter dijual dengan harga Rp 1,4 juta.
Budiman ingin tim peneliti bisa membuat alat konversi yang lebih bagus dengan harga yang lebih murah. Jika berhasil, TNI AD sudah menyiapkan skema kerja sama dengan Koperasi Angkatan Darat untuk memesan seribu konverter untuk digunakan pada sepeda motor dinas Bintara Pembina Desa. "Jika sukses, kami akan jual konverter ini ke masyarakat sebab manfaatnya bagus untuk penghemat bahan bakar minyak," kata dia.
Simulator Tembak Teknologi Laser
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat bekerjasama dengan Universitas Surya mengembangkan senapan laser untuk latihan menembak. Riset senapan laser ini sudah dilakukan sejak enam bulan lalu.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Budiman mengatakan, secara bentuk, senapan laser hampir mirip dengan senjata asli. Tim peneliti menggunakan replika senapan semi-otomatis buatan Pindad SS1 dan SS2, serta buatan Amerika Serikat M4.
"Tapi bentuk dan beratnya sama," kata Budiman dalam jumpa pers di Markas Besar TNI Angkatan Darat, jalan Veteran, Jakarta, Senin, 7 April 2014. Karena replika, maka senapan ini tak bisa digunakan untuk menembakkan amunisi. Tim sengaja memasukkan pemancar sinar laser dan beberapa mikro cip pendukung ke dalam replika senjata.
Senjata itu bisa digunakan untuk latihan menembak tanpa memuntahkan peluru. Artinya, untuk sekadar latihan dasar menembak, TNI Angkatan Darat tak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli amunisi tajam sungguhan. "Jadi lebih irit, sehingga latihan menembak untuk prajurit bisa dilakukan sesering mungkin," kata Budiman.
Direktur Center for Inovative Learning Universitas Surya Syailendra Harahap menambahkan cara kerja senapan ini adalah senjata harus ditembakkan ke sasaran berupa papan berukuran 1x1 meter. Papan tersebut sudah terpasang kamera yang bisa menangkap tembakan sinar laser. Jika mengenai papan, maka hasil tembakan akan muncul di layar komputer. "Jadi bisa ketahuan presisi atau tidaknya tembakan seorang prajurit," kata Syailendra.
Namun, senapan laser ini masih purwarupa dan belum bisa digunakan untuk latihan menembak. Tim peneliti masih menyempurnakan kinerja senapan laser sebelum diproduksi masal. "Soal besaran biaya riset kami tak bisa menjawab," kata Syailendra sambil tersenyum.
Sumber : Tempo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar