Pages

Sabtu, Maret 01, 2014

Pesawat Generasi 5 Blok Barat

f-35 dan f-22
F-22 dan F-35 terbang bersama

WASHINGTON-(IDB) : Pada awalnya, program F-35 Lighting II (F-35 Joint Strike Fighter/F-35 JSF) diproyeksikan sebagai pesawat masa depan generasi lima multi guna dengan biaya terjangkau. Dimunculkan sebagai pegganti F-22 Raptor yang berbiaya tinggi dan tidak bisa dieksport keluar AS. Negara peserta program ini kebanyakan adalah Sekutu dekat AS dan anggota NATO.


Dalam perjalanannya program JSF mengalami berbagai penundaan dan kendala. Pembengkakan biaya 68% lebih besar dari perkiraan awal hingga nyaris melewati $400 milyar USD, menjadikan proyek F-35 JSF adalah program persenjataan konvensional termahal sepanjang sejarah. 

Saat ini harga satu unit F-35 JSF mencapai $180-200 juta dollar AS. Harga per unit yang terus naik membuat banyak negara peserta menghitung ulang jumlah unit yang akan mereka beli. Bahkan militer AS sendiri juga telah menurunkan jumlah pesanan unit F-35. Pembatalan 409 unit oleh Pentagon turut membuat harga per unit semakin tinggi. Tidak mengherankan kemudian AS gencar menawarkan pesawat ini pada negara-negara lain yang bukan termasuk peserta program JSF ini sebagai upaya menurunkan harga jual per unit.


Selain harga jual yang tinggi, biaya operasional pesawat inipun tidak murah. Estimasi pendahuluan Pentagon untuk kongres menyebutkan angka $1 triliun USD untuk biaya perawatan dan operasional armada F-35 AS selama 2 dekade ke depan. IHS Jane’s memperkirakan biaya operasional F-35 bisa mencapai $21.000-$31.000 USD per jam.

Estimasi biaya operasional per jam


Yang lebih getir dari pesawat tempur yang super mahal adalah jika kualitasnya tidak sesuai dengan harga yang dikeluarkan. Setelah hampir 10 tahun sejak penerbangan pertama, saat ini F-35 masih saja terus menuai kontroversi akibat berbagai kendala teknis.


Pada tahun 2011, team pemeriksa Pentagon masih menemukan 13 area yang perlu diperbaiki. Kendala teknis semacam itu juga masih ditemukan di tahun 2013. Tapi kemudian ada kesan Pentagon yang mengalah dan terpaksa menerima kondisi F-35 apa adanya. Daripada menuntut Lockheed untuk mengejar kemampuan yang disyaratkan, justru akhirnya Pentagon (untuk kesekian kalinya) menurunkan standard persyaratan kemampuan minimal bagi semua varian F-35 JSF. 

Rencana awal penghematan biaya operasional dan logistik pada satu pesawat multi fungsi pun gagal. Rencana awalnya akan ada 80% kesamaan antara semua type F35 yang ternyata kemudian hanya tercapai 20-40% saja. Artinya tujuan penyederhanaan logistik gagal, dan nyaris sama saja seperti halnya mempunyai 3 pesawat berbeda.


Kemampuan F-35 dalam berakselerasi juga diturunkan. Untuk berakselerasi dari kecepatan 0.8 Mach mencapai kecepatan 1.2 Mach melambat (waktunya bertambah) 8 detik untuk F-35 type A, 16 detik untuk type B dan 43 detik untuk type C. Bahkan dalam beberapa laporan menyatakan bahwa F-35 belum teruji dalam test fight mampu melewati kecepatan 1 Mach dari kecepatan maksimal 1.6 Mach yang direncanakan. Kemampuan lain yang dikurangi adalah kemampuan berbelok. Kemampuan F-35A menahan beban G-force dalam berbelok telah berkurang dari maksimal 5.3 G menjadi hanya 4.6 G. F-35B dari 5 menjadi 4.5 G, sementara G load force F-35 Angkatan Laut berkurang dari 5.1 G menjadi 5 G.


Kemampuan menahan G-force di kisaran 5G adalah level kemampuan pesawat tua sekelas F-4 atau F-5. Seorang pilot AS mengatakan bahwa kondisi penurunan performa airframe akan membuat kemampuan maneuver F-35 jauh berkurang dan inferior terhadap pesawat tempur lain dalam dogfight, bahkan jika dihadapkan dengan pesawat generasi 4 yang ada sekarang. 

Sebagai perbandingan, “lawan” F-35 di dunia nyata adalah pesawat tempur keluarga Sukhoi yang punya kemampuan hingga 9 G. Kondisi ini juga membuatnya semakin rentan terhadap rudal darat ke udara (SAM) jarak jauh ketika terbang tinggi, dan rentan terhadap SAM jarak pendek atau bahkan artillery anti pesawat ketika terbang rendah.


Isu miring lain datang dari sebuah lembaga non pemerintah yang mengatakan bahwa kemampuan software untuk pesawat F-35 juga masih mengalami berbagai kendala mendasar. Bahkan kemampuan software F-35B dikatakan hanya mencapai 50% dari kemampuan awal yang diharapkan. Singkatnya, semua varian F-35 tidak akan secepat, selincah dan sepintar yang dijanjikan.


Situasi pilihan terbatas ini disebabkan karena keengganan AS untuk berbagi teknologi siluman F-22 Raptor pada pihak lain, walau pada sekutu dekatnya sekalipun. Bukan karena ketidakmampuan Lockheed sendiri atau rekanan industri mereka yang lainnya. Mereka dituntut membuat pesawat dengan kemampuan siluman seperti F-22, tapi tidak boleh menggunakan teknologi siluman yang ada pada F-22 Raptor, jelas bukan perkara mudah dan menimbulkan banyak kendala teknis. 

Dalam semua aspek utama pesawat tempur generasi lima, F-35 JSF berada dibawah kemampuan F-22 Raptor. Dan menambahkan situasi suram pesawat gen 5 blok barat ini, ternyata bahkan F-22 Raptor sekalipun pun (yang sangat dilindungi teknologinya) bukanlah pesawat yang tak terkalahkan.


Dalam latihan tempur Red Flag di Alaska, pilot pesawat tempur EF Typhoon Angkatan Udara Jerman secara secara terpisah mengklaim mereka berhasil ‘menghajar’ F-22 Raptor USAF, klaim yang tidak bisa dikonfirmasi dan tidak diakui oleh pihak AS. 

Namun kemudian tersebar berita hangat ketika muncul photo kill marking berupa silhouette F-22 di body pesawat Boeing EA-18 Growler yang juga milik AS. Hal ini tidak sengaja muncul, marking itu menarik perhatian wartawan yang kemudian mendapat penjelasan dari seorang pilot yang menyertainya bahwa pesawat yang sedang terparkir itu adalah pesawat F-18G yang telah berhasil menembak jatuh F-22 Raptor dalam simulasi tempur.

Kill Marking F-22 Raptor pada badan pesawat F-18 Growler


Tersiar kabar juga bahwa F-18 termasuk dalam daftar panjang ‘korban’ EF Typhoon. Kill markings-nya sempat terekam kamera tertempel di badan pesawat EF Typhoon milik AU Italia. 

Walau ada yang menganggap kill marking yang diperoleh dari simulasi tidaklah ‘sah’, namun sebagian berpendapat bahwa simulasi perang yang hanya menggantikan rudal dengan tembakan simulasi sangat realistis dan layak dijadikan catatan perolehan prestasi suatu jenis pesawat di masa damai.


Kill Markings F-18, F-16 dan Mirage 2000 pada badan pesawat EF Typhoon Angkatan Udara Italia

Pada tahun 2009, dilakukan latihan bersama ATLC (The Advanced Tactical Leadership Course) yang dilangsungkan di Al Dhafra, Uni Emirat Arab. Latihan ini diikuti pesawat Typhoon Angkatan udara Inggris, Rafale Angkatan udara Perancis dan F-22 Raptor angkatan udara Amerika Serikat. Diantara latihan yang dilangsungkan adalah pertarungan WVR (Within Visual Range) alias dogfight. 

Setelah acara tersebut selesai pilot Amerika menyatakan bahwa F-22 Raptor mereka tidak terkalahkan selama latihan. Tapi mungkin karena Rafale sendiri sedang dalam upaya pemasaran produk, salah satu rekaman video selama latihan ‘tidak sengaja’ bocor dan diketahui umum. Video itu pertama muncul dari blog berbahasa Perancis (portail-aviation). Dalam pendahuluannya tertulis  

“Setelah mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan, dan meyakinkan diri sendiri bahwa saya tidak melanggar rahasia dagang atau rahasia pertahanan, saya hadirkan  video untuk Anda yang saya terima secara anonim”. Dalam video tersebut pesawat Rafale Angkatan Udara Perancis terlihat mampu bertarung dengan F-22 AS, dan setidaknya berhasil menembak 1 diantara 6 pesawat F-22 Raptor.


Tujuan awal pembangunan F-35 adalah penghematan biaya bagi kebutuhan pesawat masa depan dengan kemampuan siluman. Faktor penghematan jelas telah gagal total, sementara mengenai kemampuan siluman F-35 JSF ada di level Low Observable, masih inferior terhadap kemampuan pendahulunya F-22 Raptor yang punya level Very Low Observable.


Jika program F-35 JSF ini mempunyai begitu banyak masalah, lalu mengapa masih saja diteruskan? Program JF-35 ini memang berhasil lolos melewati hearing senat AS pada Juni 2013. Tapi nara sumber yang ikut sesi hearing tersebut memberikan gambaran alasan dan situasinya: “Tidak ada alternatif pengganti F-35″. Program JSF ini telah menghabiskan dana yang begitu besar dan waktu yang begitu lama dalam pengembangannya, hingga tidak mungkin dihentikan di tengah jalan. Terlalu banyak yang sudah dikorbankan, opsi satu-satunya adalah maju terus.


Bagi Indonesia sendiri ada beberapa kondisi terkait dengan rencana produksi F-35 JSF ini. Pertama adalah kedatangan pesawat F-35 di negara tetangga. Kedua adalah kemungkinan F-35 JSF sebagai alternatif pesawat tempur masa depan TNI AU.


Setelah pro dan kontra panjang akhirnya RAAF akan mulai menerima batch pertama F-35 di sekitar bulan Juli -September tahun ini. Australia sendiri adalah  partner awal proyek Joint Strike Fighter. Proyek ini memberikan pekerjaan senilai $6.3 milyar USD bagi industri dalam negeri Australia. Singapura juga adalah peserta program ini. Bergabung pada tahun 2006 sebagai Security Cooperative Participants (SCP) bersama Israel. Tapi belum ada keputusan kapan dan berapa unit RSAF akan mengoperasikan F-35 Lighting II walau sudah menyatakan minat mereka.

Melihat pemotongan anggaran pertahanan Amerika Serikat dan sudah membengkaknya dana program pengembangan F-35, sepertinya para peserta program terpaksa pasrah menerima pesawat ini dengan level dibawah harapan awal. Tapi walau bagaimanapun pesawat Low Observable sekelas F-35 JSF masih bisa sangat strategis dan bisa jadi game changer, terutama jika digunakan untuk menghadapi negara dengan kemampuan radar dan dan payung udara yang minim. Apalagi jika negara yang terancam dengan kehadiran F-35 itu adalah negara kepulauan yang  luas dan karenanya bisa terancam dari berbagai penjuru.




Sumber : JKGR

13 komentar:

  1. su35bm yess .......F35 mati kutu

    BalasHapus
  2. Walah...ternyata kemampuan G Force manufer F35 beda tipis sm F5E Tiger TNI AU yaitu 5,1G...dam jauh dibanding SU35 mencapai 9G...ini artinya F35 hanya unggul di anti siluman aja...sedangkan kemampuan manufer dog fight di bawah rata2 pesawat generasi 4+ atau 4++...syukurlah kalo TNI lebih tertarik beli SU35.
    Meminjam istilah marketing...produk pesawat F35 adalah produk "gimmick"...produk biasa yg di lebih-lebih kan, hihihi...Australi n Singapur kemakan produk gimmick...makan tuh produk gimmick ala Amerika..

    BalasHapus
    Balasan
    1. F35 ternyata produk gagal..!!
      Bnyk kekurangannya drpd kelebihannya...

      Hapus
  3. mudah2an rusia bisa menciptakan radar yg bisa mendeteksi pesawat f35 ini.dan di tamam pada SU 35. Dgn begitu akan sia2 semua usaha anggopta NATO plus. Utk mndapatkan pesawat tempur superior udara..
    su 35 lebih baik di pesan nunggu kemampuan nya lebih baik lg dan bisa mendeteksi f35. Sehingga tidak boros biaya update lagi.
    Untung pesan nya di MEF 2..

    BalasHapus
  4. F-22 Raptor merupakan tulang punggung US Air Force... Pada blok barat mungkin pesawat ini merupakan pesawat dengan teknologi tingkat "dewa", apabila dibandingkan dengan pesawat yang serupa yang pernah diproduksi oleh blok barat sebelumnya... Namun pesawat F-35 dengan segala kekurangannya tetap akan memberikan efek deterent bagi siapa yang mengakusisinya dalam jumlah besar... mengingat latar belakang pesawat ini diadopsi dari F-22 meski tidak sama persis dan ada kekurangannya...

    BalasHapus
  5. Kalo gw berfikiran ada sesuatu yg janggal dari proyek ini. F35 dikembangkan dengan tdk boleh mengadopsi teknologi F22. Sehingga hampir semua kemampuannya turun. Berani jamin untuk yg digunakan oleh AS sendiri F35nua akan banyak di cangkokkan teknologi F22. Sehingga akan lebih unggul dari versi ekspornya. Kayak gak kenal AS aja. Selalu penuh dengan kelicikan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul bro Ersato...ini jg pernah kejadian pada produk tank abram yg di beli Kuwait, waktu perang Irak vs Kuwait bnyk tank Abram AD Kuwait jebol dihajar RPG Irak, beda sama tank abram amerika di hajar RPG tetap aman.
      Kuwait akhir complain ke Amerika kenapa abram yg dibeli dr amerika mutunya lbh rendah dr punya AD amerika...dan amerika akhirnta buka suara kalo tank abram versi ekspor...mutunya lbh rendah, lapisan bajanya tdk dicampur dgn kobalt.
      Ha..ha..ha...amerika emang licik.

      Hapus
    2. Kalo kamu nggak mau jual senjata rahasia, kamu akan dibilang "licik"

      Kalo kamu MAU jual senjata rahasia-mu ke orang lain yang nanti bisa jadi musuhmu, maka kamu akan dibilang "bodoh".

      Pilih mana? Jadi "bodoh" karena senjata rahasiamu akan menjadi senjata makan tuan atau jadi "licik" tapi kamu menang.

      Hapus
    3. ada pilihan lain misalnya "penakut", "paranoid"..

      Hapus
    4. kan dijualnya ke negara sekutu kenapa takut jadi musuh? maz ano 10.01.

      Hapus
  6. pilih su 35 aja beres

    BalasHapus
  7. YG PUNYA SENJATA RAHASIA ITU NEGARA PRODUSEN....INDON APA YG DIRAHASIAKAN??? F16 TUA ITU DISIMPAN TAMBAH KEROPOS, KALAU KAPAL SELAM PALING MAMPU 3 BIJI ITUPUN BEKAS PAKE, YG TAKUT SIAPA BAHLUUUULLL,,,INDOOON...

    BalasHapus
  8. Biasa aja mas bro...kalem...standar

    BalasHapus