Pages

Rabu, Maret 12, 2014

Dikala Perwira Menolak Perintah Atasan

JAKARTA-(IDB) : Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) periode 2002-2005, Jenderal (Pur) Ryamizard Ryacudu tidak suka kalau janji netralitas TNI dalam pemilu hanya sebatas ucapan. Baginya, jika hanya ucapan seorang nenek juga mampu mengatakan netral.

"Pimpinan harus bilang tegas ke Presiden. Berani enggak dia seperti saya dulu," ujar Ryamizad di RM Garuda, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/4).

Ryamizard menceritakan, saat dirinya menjabat Danrem dan masih berpangkat Kolonel, seluruh prajurit TNI diminta oleh Kasad untuk mendukung Golkar. Apalagi, saat itu Presiden Soeharto masih berada di puncak pimpinan.

"TNI disuruh berjaket kuning. Tetapi saya malah ngelawan. Saya suruh anak buah saya jangan pakai jaket kuning karena TNI itu hijau atau loreng," katanya.

Anak buahnya pun sempat bingung lantaran perintah penggunaan jaket kuning itu atas suruhan Kasad kala itu. "Saya bilang lagi, kalau Kasad marah dan mau pecat, saya yang akan dipecat bukan kalian. Akhirnya mereka nurut ke saya dan Kasad ataupun Soeharto tidak marah ke saya," katanya.

Dia melanjutkan, saat dia menjabat Kasad dan kala itu Megawati menjabat presiden, Ryamizard bertemu dengan Megawati. Di hadapan Mega, dia mengaku mengatakan dengan tegas prajuritnya akan membela dan tunduk dibawah presiden.

"Namun saya tegaskan ke dia, meski Ibu Mega Ketua Umum PDIP, TNI tidak akan membela PDIP karena kami netral," tuturnya.

Dari situlah, dia meminta kepada pimpinan TNI agar berani tegas ke Presiden bukan hanya ke masyarakat. "Kalau mau beneran netral ikuti cara saya. Saya sudah pesan ke Kasad saat ini," ucapnya.





Sumber : Merdeka

2 komentar:

  1. wah ini ryamizard mmg sep gak salah nih wong sumatra 1 kampung dgn kita, mmg bgt org sumatra kerasnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya anda benar,, bahkan karena saking keras nya, di yg tadi nya di calonkan megawati sebagai panglima TNI. tp di mentahkan oleh SBY, dikarenakan gampang emosi, keras, dan susah di ajak diplomasi,
      cocok nya memang sebagai komandan pasukan , bukan panglima, agar tidak mudah menyatakan perang, cos dlu kita terjadi konflik dgn mlaysia, masalah ambalat, klo panglimanya beliau mungkin bisa terjadi perang,,

      klo terjadi perang pasti nya yg sengsara itu rakyat miskin yg, karena ekonomi ke 2 negara pasti sama2 jatuh utk biaya perang,
      klo ekonomi,jatuh, penganguran makin banyak.banyak rakyat yd tidak berdosa mati, anak2 kecil banyak yg kelaparan, jangankan utk memoderenkan alutsista TNI, utk gaji personil aja bisa susah bayar.

      Hapus