Pages

Senin, Maret 17, 2014

Bisakah Crimea Memicu Perang Dunia III...???

CRIMEA-(IDB) : Ketegangan yang terus meningkat di Ukraina, lebih khusus lagi di Semenanjung Crimea menjelang referendum yang akan digelar Minggu (16/3/2014) terus meningkat. Berbagai manuver politik dan militer kedua Barat dan Rusia terus terjadi dan semakin memanaskan situasi.


Serentetan negosiasi untuk mengakhiri ketegangan politik yang dilakukan AS, Uni Eropa dan Rusia selalu berujung kegagalan. Puncaknya saat Rusia menggunakan hak veto-nya untuk menggagalkan rencana resolusi DK PBB yang mengecam referendum Crimea.


Di sisi lain, kedua pihak terus menyusun kekuatan militernya. NATO mengirimkan sejumlah pesawat tempur dan pesawat pengintai AWACS ke negara-negara Baltik. Sementara AS menggelar latihan militer di darat dengan Polandia dan di Laut Hitam bersama Bulgaria dan Romania.


Sebelumnya, Rusia bahkan menggelar latihan militer besar-besaran di wilayah barat negeri itu yang berbatasan dengan Ukraina. Selain itu, Rusia juga mengirim belasan jet tempur Sukhoi Su-27 ke Belarus yang bertetangga denganUkraina.  Bahkan dikabarkan puluhan prajurit Rusia kini sudah menduduki sebuah desa di wilayah Ukraina.


Pertanyaannya, apakah ketegangan politik dan militer ini akan berujung pada sebuah perang baru? Atau pertanyaan lebih ekstrem adalah apakah wilayah sekecil Crimea bisa memicu Perang Dunia III?


Crimea dari segi wilayah yang hanya 26.100 kilometer persegi dan penduduk hanya dua juta jiwa memang hanyalah wilayah kecil di pojok barat daya Ukraina. Namun, jika kita menengok sejarah dunia dalam 100 tahun terakhir, dua perang dunia yang berpusat di Eropa, dipicu dari sebuah negara atau wilayah yang kecil.


Kita tengok Perang Dunia I (1914-1918). Perang yang banyak disebut “perang yang akan mengakhiri semua perang” itu merupakan sebuah konflik bersenjata paling masif pertama di dunia.  Secara total melibatkan 14 negara dan mengakibatkan 40 juta orang tewas.


Perang ini dimulai dengan pembunuhan Archduke Franz Ferdinand dari Kekaisaran Austro-Hongaria  pada 28 Juni 1914 di Sarajevo, Bosnia-Herzegovina.  Pembunuh sang pewaris tahta Austro-Hongaria itu adalah Gavrillo Princip seorang pemuda Serbia-Bosnia.


Gavrillo Princip, yang gagal bunuh diri usai membunuh Franz Ferdinand, akhirnya ditangkap dan diadili. Di pengadilan dia mengaku menjadi bagian gerakan Pan-Slavia yang bercita-cita mendirikan negara untuk etnis Slavia. Di wilayah Austro-Hongaria banyak tinggal warga beretnis Slavia, sehingga dengan pembunuhan ini memicu gerakan anti-Slavia yang kemudian menjadi gerakan anti-Serbia.


Sementara itu, pembunuhan Franz Ferdinand itu membuat Austria-Hongaria gusar dan memberi ultimatum selama 48 jam kepada Kerajaan Serbia untuk memberi izin para penyidik Austria-Hongaria  menyelidiki pembunuhan itu.  


Meski Kerajaan Serbia memenuhi semua tuntutan Austro-Hongaria soal penyidikan pembunuhan Franz Ferdinand, namun tetap saja tidak memuaskan pihak Austro-Hongaria tidak puas. Sebab,  hubungan politik Austria-Hongaria dan Serbia sudah memburuk ketika pada 6 Oktober 1908, Austro-Hongaria menganeksasi Bosnia-Herzegovina.

Meski saat itu perang bisa dicegah setelah Pakta Berlin ditandatangani yang isinya mengakui Bosnia-Herzegovina sebagai bagian dari Austro-Hongaria, namun kekaisaran itu tetap "gatal" ingin menyerbu Serbia.  


Sehingga, pembunuhan Franz Ferdinand ini akhirnya bisa menjadi pembenar  dan alasan bagi Austro-Hongaria untuk mengirimkan pasukannya untuk menyerbu Serbia pada 28 Juli 1914. Invasi ke Serbia ini kemudian membuat Rusia, Inggris, dan Perancis menyatakan perang terhadap Austro-Hongaria yang saat itu sudah bersekutu dengan Jerman.


Sejarah mencatat, tepat satu bulan setelah pembunuhan Franz Ferdinand, Perang Dunia  I akhirnya pecah dan baru berakhir empat tahun kemudian setelah mengakibatkan 40 juta orang, militer dan sipil, tewas.


Begitulah, Serbia dan Bosnia-Herzegovina yang nota bene adalah negara kecil “sukses” menyeret negara-negara besar melakoni sebuah perang besar. Situasi yang mungkin sama dengan Crimea saat ini, sebuah wilayah kecil, berpenduduk kecil, namun sarat kepentingan negara-negara besar.




Sumber : Kompas

6 komentar:

  1. Pendapat saya, nato harus menyerang rusia dan rusia harus siap perang dg nato, baik darat udara laut cyber dg smua senjata mutakhir, kacuali nuklir.
    Dan klo benar trjd, dlm jangka 5 thn kdepan Indonesia menjadi macan asia ... memperkuat pertahanan dg cepat tp tdk terlibat perang menjadikan negara ini kuat dan aman...

    BalasHapus
  2. kalau situasi di ukaraina luar kendali , bencana ke manusiaan di eropa ta terhindarkan , ancaman perang nukler bisa ajaa..terjadi kalau moskow di lecehkan secara politek economi , cuma situasi di ukraina sekarang barat sekutu cendrung megalah yg ada hanya gertak sambal balaka terbuktu referendum di CRIMENIA lancar tampa rintangan apapun .

    BalasHapus
  3. Di sini terbukti standar ganda sesuai kepentingannya diperlihatkan Asu dan sekutunyas.Negara yang konon katanya paling demokratis dan sangat menjunjung hak azazi manusia malah menolak cara paling demokratis yaitu referendum.Adalah wajar diadakan referendum karna sejatinya lebih dari 90 % penduduk Crimea dalah keturunan Rusia.Biarlah rakyatnya sendiri yang menentukan tak perlu campur tangan dari manapun.

    BalasHapus
  4. Kenapa amerika waktu timur tomR diam saja bahkan itu jelas jelas kemauan negara australia dan antek2nya , semoga ada daerah amerika yang mau melepaskan diri biar kuapookkkk xkckkxkkxk

    BalasHapus